Bulan tersenyum sumringah, walaupun terpaksa, akhirnya James menyetujui idenya untuk bersepeda pagi ini.
Sudah lama Bulan terkurung di rumah, dia bahkan tak sempat untuk bertegur sapa dengan orang-orang kompleks. Biasanya pada hari Minggu, orang-orang keluar rumah untuk melakukan olah raga. Bukankah ini juga kesempatan bagi mereka untuk memperkenalkan diri?James muncul di hadapan Bulan, dengan baju kaos tanpa lengan, memamerkan otot yang terpahat sempurna, dia memakai celana olahraga bewarna hitam serta sepatu sport bewarna putih. Mata Bulan berbinar, tak bisa ia menampik pesona suaminya itu. Sadar tengah diperhatikan, James melirik Bulan.Bulan telah siap dengan baju kaos lengan panjang, dan celana training, tak lupa jilbab bewarna abu-abu kontras dengan kaos lengan panjangnya yang bewarna hitam."Ayo!" Seru bulan bersemangat. Selama beberapa bulan menikah, baru kali ini mereka keluar rumah bersama.Dua sepeda Polygon telah terparkir cantik di depan rumah. Mereka meraih sepeda masing-masing, kemudian mengayuh dan berjalan bersisian.Benar saja, banyak warga kompleks lain yang juga melakukan aktifitas olah raga ringan, mereka sempat saling sapa dan melemparkan senyum ramah pada Bulan dan James. Sebagai warga kompleks yang baru, tentu mereka seharusnya lebih aktif memperkenalkan diri.Mata Bulan sempat tertarik melihat sepasang suami istri yang tengah berjalan kaki, kondisi istrinya sedang hamil tua, bahkan dia sempat berhenti beberapa saat, Bulan yakin, perut besar itu pasti berat."Lihat wanita itu!" Sri Bulan, menunjuk sepasang suami istri itu yang berada beberapa meter di depan mereka. James mengikuti arah pandangan Bulan, yang dia lihat, si pria tengah memijit betis istrinya yang berselonjor di kursi taman."Kita berhenti sebentar!" Bulan menepikan sepedanya, lagi-lagi James menurut dan tak banyak bertanya.Bulan membawa mereka masuk ke dalam taman kompleks, aneka bunga warna-warni mengelilingi air mancur yang jatuh ke kolam yang tak begitu luas tapi cukup cantik. Terdapat kursi besi yang dibuat melingkar mengelilingi taman di sekeliling air mancur, jarak satu kursi satu dengan lainnya hanya berjarak tiga meter.Bulan memilih kursi yang berada di dekat pohon pucuk merah, lumayan, di sana cukup terlindungi dari cahaya matahari yang mulai naik."Ayo minum!" Bulan menyodorkan air mineral yang masih dalam keadaan bersegel. James membuka dan meminumnya tanpa banyak bicara."Menyenangkan, bukan? Kalau tau kau akan mau diajak, aku akan membawamu setiap Minggu ke sini, setidaknya walaupun sekilas, kita dikenal oleh warga di sini."James mendengarkan dengan seksama, tapi mulutnya belum tertarik untuk menimpali ucapan Bulan."Kau berkeringat!" Bulan tersenyum, kembali memamerkan lesung pipinya di kanan kiri. "Apa rencanamu hari ini? Kalau aku, ingin mencari tempat kursus memasak cake.""Aku ada janji dengan Riyan."Senyum di wajah Bulan lenyap, berganti dengan wajah sendu. Tapi beberapa menit kemudian, dia buru-buru menormalkan ekspresinya kembali."Oh ya? Kalian ada kegiatan apa?" tanya Bulan bodoh, pertanyaan tak berguna, karena semakin banyak yang dia tau, maka semakin banyak hatinya cemburu."Kami akan mengunjungi badan amal, Riyan bekerja di sana, sebagai aktivis.""Oh," Bulan memaksakan senyum. Ada sedikit rasa kecewa di hatinya, sejak tadi hanya dia yang mengajak James bicara, laki-laki itu tak berniat untuk bercerita sedikitpun."Apa kau menikmati kegiatan ini?""Biasa saja.""Apa yang kau sukai? Kalau aku boleh tau.""Aku suka menghabiskan waktuku sendiri, tanpa siapa-siapa, dan tak ada orang yang mengintrogasi ku seperti polisi."Senyum di wajah Bulan lenyap. Apa itu bermakna sindiran? Atau kiasan yang menggambarkan siapa dia bagi James? Bukankah menyedihkan untuk pura-pura bahagia, memaksakan tersenyum, berjuang, padahal hatinya sakit."Aku mengerti, kalau begitu ayo kita pulang!" Bulan bangkit, dia tak berani menatap James. Dia tak ingin air mata kelemahannya yang menyedihkan dilihat pria itu.Walaupun tak menjawab, Bulan tau, James mengikutinya dari belakang. Bulan tak lagi berniat untuk menyapa siapa saja yang berpapasan dengannya. Yang dia inginkan saat ini, pulang, masuk ke dalam kamarnya dan menumpahkan tangisnya sendirian.***James melirik pintu kamar Bulan, sudah jam sebelas, namun sejak pulang dalam keadaan merajuk, Bulan belum membuka pintu itu. Bahkan James memasak sendiri sarapannya.James tau, Bulan berusaha untuk membuat hubungan mereka menjadi dekat. Dia sebenarnya tidak tega dengan wanita itu, tapi, dia juga tak ingin melihat Bulan semakin memupuk perasaanya padanya. Padahal, James takkan mungkin membalasnya."Apa yang dilakukan wanita itu? Sudah empat jam tak keluar-keluar." James mengoceh sendiri. Dia berusaha ingin mengabaikan, akan tetapi, sebagian dari dirinya merasa peduli.Sebenarnya, dia tak menyukai makhluk yang bernama perempuan itu, kerena mereka tak bisa dimengerti dan cendrung merepotkan."Apa aku harus mengetuk pintunya?"James mendekati pintu kamar Bulan, berpikir sejenak, apa yang harus dia lakukan. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk saja.Tiga kali mengetuk, tak ada sahutan dari dalam. James mulai cemas, bayangan Bulan yang tekapar dengan sisir di tangannya kembali terbayang.Tanpa banyak bicara, dia mendorong pintu kamar itu, dan ...."Oh, Maaf!" James memalingkan muka."Tunggu aku di luar, aku akan berpakaian, dan selesai dua menit lagi."James menutup pintu kamar Bulan. Wanita itu tak terkapar seperti yang dia bayangkan, dia begitu segar dengan rambutnya yang basah dan kulit putihnya yang merona. Dan sialnya James merekam semua apa yang dilihatnya.Bulan duduk berhadapan dengan James. Jujur saja, setelah acara merajuk tadi, dia belum makan apa pun. Tentu saja, sarapan sederhana berupa sandwich itu terlihat menggoda bagi Bulan. Perutnya sudah meronta minta diisi.James memandang wajah Bulan, dia yakin wanita itu masih marah padanya, buktinya dia tak tersenyum seperti biasanya. Walaupun dia tak menolak sarapan yang dibuatkan James."Kau masih marah padaku?" tanya James.Bulan mengangangkat wajahnya, kemudian kembali fokus memakan sandwich itu."Tidak.""Aku yakin kamu masih marah. Wajahmu cemberut. Aku sudah bilang padamu, bahwa aku adalah teman yang menyebalkan? Apa kau lupa?"Pertanyaan James membuat Bulan tak berkutik."Itu baru nol koma sekian yang kau ketahui, dan kau sudah merasa tersinggung. Aku yakin kau takkan bertahan selama yang kau prediksikan.""Aku belum berfikir untuk menyerah."James baru tau, ternyata wanita yang terlihat lemah dan penakut itu gigih juga."Aku minta maaf.""Untuk?" Bulan kaget, dan tak percaya den
Sangat miris menjadi Bulan. Kenyataan buruk menimpanya berkali-kali. Menghadapi kenyataan memimiliki suami gay tidaklah mudah. Ditambah, suaminya membawa kekasihnya sendiri untuk tinggal bersama? Bukankah ini gila? Bulan marah, kecewa, terluka, dan merasa dirinya bodoh. Akan tetapi dia memilih untuk bersabar. Bukankah seseorang memiliki kesempatan untuk berubah walaupun harus berproses.Sementara, si pelaku utama yang membela kekasihnya itu menampakkan wajah begitu tenang, seolah tak ada perasaan bersalah. Saat ini mereka tengah berada di kamar Bulan. Mereka baru saja memindahkan barang-barang James. Bulan sempat mendengar protes dari Riyan, saat James mengutarakan bahwa dia akan sekamar dengan Bulan.Bulan mengelap peluhnya, untuk ke depan dia harus berlapang hati untuk tetap memakai jilbab saat di rumah. Walaupun memiliki orientasi menyimpang, namun Riyan tetaplah seorang laki-laki."Aku ingin kita menyepakati beberapa hal, jika kita ingin sama-sama nyaman di rumah ini."James mema
Bulan membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah kening mengkerut James dan wajah kesal Riyan, serta wajah lega Sinta, teman sekaligus dokter kulit yang punya klinik pribadi ini.Bulan buru-buru bangkit membenahi jilbabnya yang berantakan. Dapat dia rasakan aroma minyak kayu putih yang begitu kuat."Syukurlah! Suamimu begitu panik tadi, sampai-sampai menggedor ruanganku dengan kasar." Sinta melirik James sesaat, tapi pria itu terlihat tak peduli. Bulan sempat melihat Riyan mendecih sinis."Kurasa, ada baiknya kamu memeriksakan diri ke dokter, kata suamimu, sudah dua kali kamu jatuh pingsan dalam beberapa hari terakhir, tekanan darahmu rendah, tapi alangkah lebih baik memeriksakan diri lebih lanjut." Sinta meletakkan Tensimeter di meja kerjanya. Sedangkan Bulan turun dari ranjang dengan pelan, sebenarnya kepalanya masih pusing."Terimakasih atas bantuanmu. Mungkin aku hanya kekurangan asupan saja, kamu kan tau, aku tidak makan dengan teratur.""Itu bukan kebiasaan yang memba
Sesampainya di kamar, Bulan menangis sepuasnya. Apa yang dilakukan James hari ini sukses membuat hatinya terluka. Bahkan pria itu berbicara mesra dengan Riyan sepanjang perjalan pulang tanpa peduli dengan dirinya. Dua makhluk itu menganggap dirinya hanyalah lalat yang tak berguna. Karena kelelahan menangis, Bulan akhirnya tertidur.Di tempat berbeda, James tengah duduk berdampingan dengan Riyan. Mereka tengah menonton pertandingan sepak bola. Berulangkali Riyan mengajak pria itu untuk bicara, tapi James bersikap dingin." Honey, beberapa saat yang lalu kamu begitu mesra, kenapa sekarang malah mengabaikan aku?" Riyan mendekat, mencoba melakukan kontak fisik dengan James, tapi seperti biasa, James menghindar. Pria itu memang selalu bersikap agresif pada James, bahkan tak tau tempat."Aku sedang tidak mood saat ini." James menjawab ketus. Dia sedang tak ingin diganggu. Dia ingin sendiri, tapi Riyan menempel terus padanya."Honey, aku tau Bulan keterlaluan, memaksaku memeriksakan kulit pa
Mata cantik itu melirik pintu kamar dengan pandangan cemas. Ini adalah malam ke dua setelah pernikahan mereka. Namun, James hanya satu kali menampakkan diri.Bulan membuka jendela kamarnya, bau tanah basah masuk melalui jendela yang terbuka.Hujan turun dari jam dua siang tadi, dan reda selepas Maghrib. Bulan menghirup aroma tanah basah memenuhi paru-parunya. Ini menenangkan, sedikit mengobati resah dan tak enaknya menunggu tanpa kepastian. Mata bulan terbuka, ketika mobil HR-V bewarna putih memasuki pekarangan rumah. Wanita cantik itu bergegas menutup jendela dan menyusul James ke teras rumah.Senyum lebar dipamerkan Bulan, namun pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu acuh tak acuh."Sini aku bantu!" Bulan mengambil tas yang berada di tangan James. "Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri."Bulan terdiam, walaupun hanya iba, dia tetap mengejar langkah lebar James."Aku sudah memasak, ayo! Makanlah! Aku sudah menunggumu dari siang. Dan ....""Aku sudah kenyang. Lakukan apa
***Dua manusia itu, menatap objek yang sama, sebuah jam dinding. Bulan telah dipindahkan ke ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Detak jarum jam begitu terasa memecah kesunyian. Bulan belum tidur, walaupun benda itu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Banyak hal yang ingin dikatakannya, tapi melihat diamnya suaminya itu, Bulan menjadi minder.James merebahkan badannya di sofa yang berada tak jauh dari ranjang Bulan. Matanya juga masih terbuka, namun mulut laki-laki pendiam itu tertutup rapat."Tidurlah! Kenapa kau masih bergerak gelisah? Besok pagi serangkaian tes akan membuatmu lelah, kau butuh tenaga untuk besok.""Aku tidak mengantuk," jawab Bulan sambil memiringkan kepalanya, matanya berserobok dengan mata tajam James. Seperti biasa, hatinya berdebar tak karuan."Apa AC-nya terlalu dingin?""Sedikit," jawab Bulan sambil tersenyum. Memang, dia merasa kedinginan.James bangkit, memungut remote AC yang menempel di dinding dan memencet beberapa kali. Bulan tersenyum, rambu
Pengambilan darah telah selesai dilakukan beberapa menit yang lalu. Namun, Bulan bersikukuh tak ingin dirawat lagi, dengan alasan dia jauh lebih baik. "Bulan, keras kepalamu ini mengandung resiko, kamu baru dirawat semalam, Bulan, dan sudah ingin pulang!" kata James yang tak mampu menahan kekesalannya, bahkan Bulan melarang James untuk memberitahu orang tua mereka."Aku jauh lebih baik, kau lihat, kan? Aku sudah kuat berdiri sendiri, tak perlu dipapah lagi," jawab Bulan memaksakan senyumnya.Sediakan James hanya menatap tak berdaya pada suster yang menyerah membujuk Bulan."Mas, kalau begitu, Mas dan Mbak Bulan tanda tangani surat pernyataan dulu, kami pihak rumah sakit tak ingin disalahkan jika terjadi sesuatu di kemudian hari.""Kapan hasil tes darahnya akan keluar?""Tiga hari lagi,""Sini, saya akan tanda tangan, dan kamu akan tanda tangan juga kan James?" Bulan menyela ke dua orang itu.***Bulan tak melepaskan pandangannya pada James yang konsentrasi menyetir. Senyum tipis terb
"Aku sudah masak sarapan!" kata Riyan bersemangat, Bulan lihat sudah ada dua piring nasi goreng dengan toping sosis dan keju di atasnya. Ternyata, pria kemayu itu sudah mempersiapkan sarapan romantis dengan suaminya. Jika saja Bulan menurut untuk dirawat lebih lama, tentu Riyan akan memberikan kejutan yang lebih dahsyat."Aku tidak lapar, aku mau tidur." James masuk begitu saja ke dalam kamarnya, meninggalkan Riyan yang tak mampu menyembunyikan kekecewaannya.Bulan pura-pura tidak tau, dia yakin, Riyan semakin membencinya karena telah menggagalkan sarapan romantis mereka.Bulan menutup pintu kamar, suara gemericik air menandakan James tengah berada di kamar mandi. Bulan duduk di ranjangnya dengan wajah sendu, kepalanya masih pusing namun dia yakin pulang ke rumah lebih baik dari pada terus berada di rumah sakit.Bulan tau, dia tak baik-baik saja, dia memiliki keluhan yang dia sendiri tak berani memeriksakan diri. Apa hasil tes darah itu? Apakah ada penyakit berbahaya menggerogoti diri
Tujuh tahun kemudianBulan kerepotan di dapur menggendong anak keduanya yang tak mau ditaruh. Anak pertamanya yang berusia lima tahun, sedang mempersiapkan dirinya untuk ke sekolah. Ini hari pertama baginya, dia begitu antusias saat mengetahui akan bertemu teman-teman baru."Menyisir rambut itu, bukan begitu caranya," kata James pada putranya. Anak laki-laki itu amat mirip dengan Bulan. Sedangkan anak kedua mereka yang berusia satu tahun berjenis kelamin perempuan dan tak mau lepas dari gendongan Bulan malah mirip dengan James."Apakah masih lama, James? Aku tak bisa bekerja sambil menggendong anak," seru Bulan dari arah dapur."Sebentar," sahut James bergegas merapikan dasi putranya.Dia mengambil gadis kecil itu dari gendongan Bulan, sedangkan Bulan dengan cekatan meletakkan beberapa porsi nasi goreng di atas meja makan.James sudah rapi dengan stelan jasnya, sejak dia sembuh, dia sudah mulai bekerja di perusahaan keluarganya, sedangkan Bulan membuka toko kue yang tak jauh dari ruma
Setiap orang memiliki impian yang berbeda-beda. Semua pasti memiliki alasan kenapa mereka menginginkan sesuatu untuk hidup mereka. Salah satunya Riyan, mimpinya adalah James, pria sempurna yang memberinya apa saja. Uang, perhatian, kasih sayang dan masa depan. Baginya, James adalah pria yang sempurna, pria tampan yang membuat laki-laki yang memiliki kecendrungan berbeda sepertinya tergila-gila. James bagaikan air di tengah rasa dahaga, dia memberikan apa pun yang diminta oleh orang yang disayanginya. Riyan telah bermimpi, akan menghabiskan sisa hidupnya dengan James. Namun, semuanya gagal karena wanita itu.Saat James berpaling, dia sangat marah, dia lebih memilih melenyapkan James dari pada melihatnya jatuh ke tangan orang lain. Jika James tak bisa menjadi miliknya, maka orang lain juga sama. "Jawab! Apa kau menyesal telah menganiayanya?" tanya papa James geram, dalam kurun waktu dua puluh empat jam, Riyan berhasil ditangkap, saat dia mencoba melarikan diri ke luar kota. Papa James
Dia berusaha membuka matanya, mengabaikan rasa sakit di segala sendi tubuhnya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit bewarna putih, kemudian bau obat yang sangat menyengat. Serta suara derap langkah yang tak begitu jauh."Syukurlah, kamu sudah sadar."Sebuah suara menyentak James. James berusaha mengingat, bagaimana sulitnya dia menyeret kakinya ke jalan raya, saat dia hampir saja sampai dia malah terguling dan tak sadarkan diri. James pikir, dia sudah mati.James melirik suara yang berasal di sampingnya. Seorang wanita muda berusia kira-kira pertengahan dua puluhan, melepaskan nafas lega. Dia memakai baju kaus bewarna putih dan celana jins panjang, rambutnya sebahu dan berkulit hitam manis."Aku Jane, aku yang menemukanmu tergeletak di jalan raya, dan aku langsung membawamu ke sini. Tunggu, aku panggilkan dokter dulu." Wanita itu bangkit.James berpikir, orang tuanya dan Bulan harus tau bahwa dia masih hidup. Bulan, Bulan istrinya, apa kabar wanita itu saat ini? Dia telah
James pura-pura tidur saat derap langkah semakin mendekat ke pintu baja itu. Derap langkah yang sudah dihafalnya di luar kepala. Ini entah pagi ke berapa, entah hari apa, dia sama sekali tidak tau, yang dia tau, jika terus berada di sini, sebentar lagi dia akan menjadi mayat.Dia tau, ini jadwal makannya. Setelah tiga hari, baru dia diperbolehkan memakan nasi. Sebuah siksaan yang lebih berat daripada pukulan, adalah menahan lapar, sangat mengerikan melawan bunyi perut yang terus saja minta diisi. Dia sudah hafal betul, apa saja rentetan kegiatan yang akan dilakukan Riyan padanya. Memaksa makan, memberi suntikan, dan meminta maaf. Jika James menolak, pria itu akan meradang dan murka. Riyan adalah sosok yang sangat tak masuk akal, berulangkali dia mengatakan bahwa dia mencintainya, tapi dia malah memperlakukannya bagaikan Sandra dan dibunuh perlahan-lahan. James sudah merenung selama satu malam, mungkin dia perlu merubah taktik, membangkang pada Riyan takkan pernah membuatnya berhasil
"Ayo, Bulan! Makanlah!" kata mamanya berusaha menyentak lamunan Bulan. Wanita cantik yang telah kurus itu menggeleng. Dia seperti mayat yang tak memiliki semangat hidup. Tatapannya kosong, dia bahkan tak bicara selama beberapa hari, mamanya hanya bisa menahan tangis, dan memohon doa pada sang Kuasa agar putri satu-satunya itu kembali seperti semula.Banyak hal yang terjadi dalam beberapa bulan ini, tapi semuanya kejadian yang menyedihkan. Bulan tak mau dirawat di rumah sakit karena James tak kunjung datang. Padahal dia masih dalam masa pengobatan, penyakit Anemia aplastik yang dideritanya cukup parah.Sejak tak kembalinya James, Bulan seakan kehilangan gairah hidup. Dia menghabiskan waktu hanya merenung dan menangis.Orangtua mana yang takkan terenyuh dengan kondisi anaknya yang seperti itu, Bulan anak satu-satunya yang diharapkan, dia tak punya saudara. Selama ini mamanya berusaha untuk tegar dan tak mengeluarkan air mata di dekat Bulan. Tapi, saat malam menjelang, mamanya menangis s
Bulan menatap ke pintu keluar ruangan perawatan dengan pandangan menunggu. Beberapa kali ada yang masuk dari sana, mulai dari Dokter, Perawat, orangtuanya serta orangtua James. Tapi, satu orang yang ditunggunya tak kunjung datang, bahkan telah berlalu beberapa jam setelah pria itu pergi dengan wajah marah.Bulan tau dia lemah, selain suka mengambil kesimpulan sendiri, dia juga cepat terpengaruh dengan ucapan orang lain. Termasuk ucapan Riyan yang mengatakan bahwa James hanya kasihan, kasihan padanya yang sekarat. Jika dia tau James akan memberikan reaksi seperti ini, Bulan lebih memilih bungkam dan tak menceritakan tentang kedatangan Riyan.Bulan ingin sehat, pasti, seperti janji James padanya, bahwa mereka akan melanjutkan pernikahan dan memiliki banyak anak. Sebuah janji yang sangat manis dan indah, tak ada yang lebih menggembirakan selain bisa menghabiskan hidup dengan orang yang kita cintai.Pintu terbuka sekali lagi, Bulan berharap Jameslah yang datang, tapi ternyata tidak. Wajah
Bulan sedikit kaget siapa yang datang saat ini, Riyan. Pria yang selama ini menjadi mantan kekasih suaminya itu membawa sekeranjang buah-buahan dan seikat bunga. Riyan memaksakan senyumnya yang bagi Bulan terkesan mengancam, bukan senyum tulus layaknya senyuman orang lain yang memberinya semangat untuk sembuh.Mata Bulan menyisir keberadaan James, tapi suaminya itu tak menampakkan diri, padahal beberapa menit yang lalu James masih bersamanya."Kamu terlihat aneh dengan bintik-bintik merah di wajahmu," katanya sinis. Bulan berusaha menahan diri, memang, alergi setelah transfusi darah masih berlangsung, walaupun Dokter telah memberikan obat anti gatal, benjolan kecil-kecil itu terus tumbuh di kulitnya.Bulan bisa melihat tatapan mengejek itu, seolah Riyan mengatakan dia begitu jelek."Benjolan ini akan hilang, saat tubuhku bisa menyesuaikan diri dengan darah yang baru ditranfusi."Riyan tersenyum remeh, bahkan dia menaikkan dagunya angkuh, Bulan hanya tersenyum dalam hati, bagaimana bis
James memacu mobilnya membelah jalan raya, jalanan Ibu kota lancar karena malam telah larut. Tapi tetap saja kota besar yang tak pernah tidur itu gemerlap dengan lampu-lampu warna warni di gedungnya. Selama ini James menganggap dia adalah gay tulen yang takkan pernah tertarik pada wanita, karena selama ini makhluk sejenis itu tak pernah berhasil membuatnya menoleh. Namun, semua terasa berbeda, seiring berjalannya waktu, perhatian dan kesabaran Bulan berhasil membuatnya kembali berjalan di jalan yang benar. Bagi James, tak ada pencapaian yang lebih berharga dibanding itu. Dia menjadi normal kembali dalam waktu yang cepat.Memutuskan Riyan adalah langkah terbaik yang harus dilakukannya. Tak ada lagi Riyan di hati James, dunianya telah berpusat pada Bulan, dia tak ingin membuat Riyan semakin terluka dengan memberinya harapan palsu. Jika James bertahan dengan alasan kasihan, Riyan akan semakin terluka.Setiba di rumah sakit, James mendapati Bulan tengah membuka matanya, dia terlihat gusa
"Nyonya Bulan menderita anemia aplastik," kata Dokter itu dengan wajah tenang.Bulan dan James saling pandang. James berusaha menguasai diri, sedangkan Bulan tampak syok."A ... Apa itu, anemia aplastik?" tanya Bulan gemetar.Dokter membuka kacamatanya. Lalu memandang Bulan serius."Sebuah penyakit langka, akibat kelainan pada Sum sum tulang, sehingga organ itu tak menghasilkan cukup sel darah merah, sel darah putih, trombosit, atau sekaligus ketiganya.""Apa ... Apakah berbahaya?" tanya Bulan, air mata telah menganak di pelupuk matanya. James memegang bahunya, berusaha menenangkan."Akan sangat berbahaya jika jumlah darah berkurang sangat banyak, dan tidak mendapatkan pengobatan.""James?" Bulan memandang James dengan panik. James berusaha menenangkan."Jenis anemia aplastik yang diderita Nyonya Bulan adalah Acquired aplastic Anemia. Yaitu terjadi setelah seseorang lahir, dan bukan diturunkan oleh orang tua. Tidak diketahui penyebabnya dengan pasti, tapi sebagian teori menunjukkan, b