“Maaf menyela, Komandan. Saya pikir, setelah melihat kebenaran di balik peti, saya memiliki pemikiran yang sama dengan Anda.”“Pemikiran kita rupanya sama ya.”Rasanya hari ini menganggur. Tidak ada pekerjaan lain selain memperkuat kembali dinding pertahanan. Selagi mencoba untuk mencerna situasi yang telah terjadi saat ini. Di samping itu, terdapat Komandan Earl dengan prajurit muda saling berbincang satu sama lain mengenai topik yang sama. “Setelah kita tidak sengaja melihat isi peti yang kosong itu, kita tidak berniat untuk memberitahukannya, kau tahu kenapa, nak?” Earl sengaja mengajukan pertanyaan yang diharap akan dijawab oleh prajurit muda itu. “Anda berpikir ada yang salah dengan kematian Tuan Stanley. Awalnya kita memang diperlihatkan jasadnya dengan kepala terkoyak, ada bekas gigitan monster besar yang diduga Raja Undead.”Earl mengangukkan kepala selama berulang kali. Lantas prajurit muda itu kembali bicara, “Tetapi, ketika ingin dimakamkan, secara tidak sengaja kita be
Bertemu dengan Yang Mulia Raja di kamar beliau sendiri, sungguh membuat hati Halbert terasa tidak nyaman. Sedikit gugup dan gelisah, tatkala ia tak tahu harus berkata apa setelah menundukkan kepala sebagai tanda hormat. “Apa yang terjadi? Dan kau siapa? Ada apa di luar sana?” Raja Eadric nampak mulai panik. Terlihat sangat jelas ia tidak tahu mengenai apa-apa. “Jelaskan padaku!” Ia berteriak, menyuruh Halbert menjelaskan semuanya. “Baik, Yang Mulia Raja. Saya Prajurit bawahan Komandan Earl. Datang kemari untuk menerima perintah kelanjutan peperangan yang telah terjadi.”“Apa katamu? Perang?” Kembali sang raja bertanya dengan tidak mempercayai. “Baik. 3 hari yang lalu, Anda mendeklarasikan perang dengan Kerajaan tetangga. Setelahnya kami mendapat serangan dadakan sebagai pengalih agar Komandan Earl tidak berada di garis depan. Siasat mereka berjalan lancar dan kemudian menghancurkan kami semua.”“Keadaan yang sekarang. Berapa kornannua?”“0 penduduk, 50 prajurit amatiran.”“Terlalu
Di hadapan Yang Mulia Raja Eadric, Halbert jadi tak kuasa menahan keraguan yang ada di dalam dirinya. Ia menyamar sebagai Prajurit bawahan Komandan Earl pun agar tidak dicurigai, ditambah saat menjelaskan semua yang telah terjadi. Namun masalahnya, Raja Eadric terlalu peka. Ia langsung tahu siapa orang yang menghadapinya sekarang. Tak lain dan tak bukan adalah Halbert Stanley. Halbert akui dalam hati, bahwa Raja Eadric sungguh luar biasa. Namun apa pun yang terjadi, Halbert merasa tidak perlu memberitahukan keadaannya yang sekarang ini. Ia selalu menyangkal, meski pada akhirnya semakin membuat diri sendiri gugup tak karuan. “Kau terlihat sangat lega, Halbert.”“Saya sudah bilang, bahwa saya bukanlah beliau. Lagi pula beliau sudah lama meninggal, Anda lebih baik merelakannya saja. Yang Mulia,” ucap Halbert berpura-pura tenang. Tapi tidak dengan kaki yang sedikit gemetar tanda takut jika ketahuan. 'Sepertinya tidak mudah membuatmu mengakuinya. Ya?' batin Sang Raja. “Baiklah, seseor
“Hei, bocah! Apa kau mendengarku?”Hening. Saat Halbert mencoba untuk memanggilnya, Noah sama sekali tidak menjawab. “Ada seseorang?” Tapi setelah berlangsung cukup lama, akhirnya Noah mulai sadar akan keberadaan Halbert secara samar-samar. Kelihatannya tidak ada gunanya berbicara pada orang yang tidak bisa mendengar apalagi melihat untuk saat ini. Halbert mendesah lelah, lantas beralih pada raja yang sudah kehilangan akal di sini. “Raja sudah tamat. Aku harus bagaimana ini? Apakah peperangan ini sengaja dilakukan untuknya bersenang-senang?” pikir Halbert. Tapi setelah dipikir lagi, itu kurang masuk akal. Halbert merasa bahwa tujuan Gaston di baik tindakan besarnya ini pun sama besarnya. Tapi apa? Apa itu? Halbert tidak bisa menduga sembarangan. “Tumbal. Hanya kata ini yang bisa aku pikirkan. Aku merasa aneh dengan kata yang digunakan oleh mereka. Untuk apa?”Di samping kedua belah pihak sama merugi, keberadaan Gaston seolah sejak awal memang tidak ada di sini. Pria itu menghilan
Untuk apa Gaston tertawa? Sepertinya ia terlalu percaya diri. Karena orang yang ingin dibunuhnya justru masih selamat sentosa. Meski sempat terbakar punggungnya, Noah masih terbilang sehat. Ia bahkan memiliki kemampuan pemulihan yang cukup agar tidak terjadi pendarahan berlebih. Sayang sekali bagi lelaki itu. Tergetnya ternyata tidak benar-benar sudah mati. Bersama bangsawan, Noah diselamatkan oleh Halbert dengan nekat melompat dari jendela dan begitu sigapnya ia berlari menjauh dari sana. “Sepertinya aku hampir hangus. Ternyata ini alasanmu menggendong diriku ya? Aku tentu sangat berterima kasih padamu Tuan Pembunuh.” Noah berucap. Bangsawan di sebelahnya mengangguk dengan cepat. “Bukan urusanku.” Halbert begitu mudah lepas tangan, ia segera meninggalkan mereka yang ada di kandang kuda. Meski bangsawan itu terpaksa, karena memang tidak ada pilihan lain. Terdengar suara ringikan kuda, Noah yang perlahan mendengar suara itu secara samar lantas bertanya pada Halbert, “Tuan, apa ka
Malam pada rembulan mulai membulat di bagian timur. Sedikit kabut berawan menutupinya, tanda akan menjelang tengah malam. Saat itu, Halbert telah berada di posisinya, ia berniat mengincar satu dari mereka. “Karena kau tak muncul, maka seharusnya kau mulai tahu peringatan ini untuk siapa.” Selagi ia menggumam lirih, Halbert perlahan mengendap-endap tuk mengikuti langkah Penyihir api itu. Setidaknya seperti sebelumnya, semua anggota Pedang Raja benar-benar tidak diremehkan oleh Halbert Stanley. Sebagai kesatria, kaki dan tangan Yang Mulia Raja Eadric, Halbert adalah orang yang memperhitungkan segalanya. Namun jika ia mengedepankan emosi, maka semua logika akan hancur seolah tak berguna. Ini adalah kelemahan Halbert yang paling jelas. Korban pertama, kalah Richardson. Seorang Ahli Pemanah dan cukup ahli sebagai Ahli Pedang, ia yang selalu menjaga barisan belakang, tentunya tidak bisa dilawan terang-terangan. Jarak jauh dan jarak dekat, meski tidak maksimal, Richardson tetap sang
“Kenapa? Anda masih hidup?”Pertanyaan yang sama seperti saat berhadapan dengan Richardson. Kali ini Farel Branson juga mengatakannya, namun ia juga menganggap Halbert sebagai hantu sebab dirinya memilih untuk menyangkal keberadaannya.“Jawablah, di mana Gaston?”“Tidak tahu! Aku sudah bilang bahwa aku tidak tahu!”Di dalam lingkaran api yang kian merajalela, keduanya masih berbincang, atau lebih tepatnya Halbert yang mendesak Farel berbicara tentang sesuatu.“Aku sudah bilang, bahwa aku tidak tahu. Apa kau masih tidak mengerti juga?”“Maaf, ya. Aku bertanya terlalu keras. Baiklah jika kau tidak tahu.”Untuk sesaat Farel merasa senang, mungkin ia mengira bahwa lelaki yang ada di hadapannya saat ini akan melepaskannya begitu tahu bahwa ia tidak tahu apa-apa.“Tapi!” teriak Halbert serayw mengacungkan pedang ke arahnya. “Jawab pertanyaanku, apa peperangan ini karena ulah kalian?!”Farel bergidik merinding. Nampaknya ia kesulitan menjawab sebab jawaban itu tentu pasti ada di tangannya.
Matahari telah meninggi hingga ke atas kepala, teriknya yang panas mengengat tubuh mati miliknya. Kesendirian yang membuat ia semakin jenuh, namun langkahnya tetap tak bisa berhenti bila merasa urusan itu belumlah selesai. Setidaknya uruslah sebagian kecil urusan itu sebelum masuk neraka atau surga, kelak kedamaian hati 'kan menanti jiwanya tenang.Saat itu, tiba-tiba saja Halbert ambruk saat hendak mengejar seorang wanita yang merupakan targetnya juga. Sebab setengah tubuhnya terbakar, entah seberapa besar dampak yang pasti. Namun ini bisa jadi adalah kelemahan undead. Jika kebanyakan undead tak berakal hanya bisa merangkak setelah dibakar, maka ini adalah keajaiban karena Halbert masih memiliki akalnya dan itu membuatnya bisa berlari cepat.“Salamander, aku tertidur sampai kapan?”“Kau tertidur sampai satu hari satu malam. Yah, hampir mendekati dua harian, karena sekarang sudah siang.”“Oh, begitu.”“Apa kau tidak apa, bocah? Begitu terbangun kau langsung berlari.”“Aku tidak meras
Aku Halbert Stanley. Sedari lahir, aku hidup sendiri. Entah siapa yang mengurusku saat masih bayi namun aku tahu siapa yang berada di sampingku sampai detik ini juga. Dia adalah Gaston Bruke. Kami berdua sama-sama tidak punya keluarga, hidup di antara tumpukan sampah di desa kecil yang sudah tak layak ditinggali manusia. Tetapi, kami berdua bisa hidup dengan bahagia. Saat perang kecil-kecilan datang, kami yang masih berusia belia justru merampas jatah perang. Beberapa pedang atau bahkan bahan makanan beku yang tertinggal akan kami ambil. Ketika ingat itu, aku jadi tersenyum dan merasa ingin kembali ke masa kecil meski dulu sangat buruk. Sekarang, aku di sini sebagai Halbert yang adalah mahluk undead. Aku adalah titisan Valkyrie, yang seharusnya bisa mengalahkan bencana dari awal. Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Sementara yang kuingat hanyalah ingatan buruk saat Gaston membunuhku. Saat itu aku tidak menyangka itu akan terjadi padamu tapi sekarang aku mengerti. “Pemimpin Halber
Saat kepulan asap yang merupakan racun aktif, dan Halbert dibuat panik karenanya. Suara seorang dewi itu kembali didengarnya. Dewi itu berkata, “Janganlah takut. Baju perang akan menghalau segalanya, dan sayapnya dapat mengibaskan apa pun. Kau merasakan sakit karena aku membuatmu hidup sementara agar dapat menahan kekuatanku ini.” Dari kalimat itu ia akhirnya sadar, memang benar ia merasakan sakit tapi tidak lama setelah itu, racunnya menghilang sedikit demi sedikit. “Sayap? Kalau dipikir-pikir aku baru sadar kalau wujudku ini sangat berbeda,” tukas Halbert.Raja Dunia Bawah tertawa bahak-bahak, tampaknya ia berpikir bahwa titisan Valkyrie akan kalah. Tapi ia jelas salah. “Jangan tertawa sebelum tahu akhirnya akan bagaimana, hei, dasar bencana kurang ajar!” pekiknya selagi menunjuk ke arah Raja Dunia Bawah dengan tatapan kesal.Ia kemudian kembali berdiri tegak, mengenggam pedang besar namun terasa ringan di kedua tangan ini untuk menyerang sang bencana sekali lagi.“Hah? Dia masi
Pertarungan akhir telah dimulai! Halbert melancarkan sihir serangan yang berdampak cukup besar sampai membangunkan jiwa Gaston yang tertidur lelap. Dengan itu, Halbert mencoba untuk memperingatkan bahwa dirinya akan benar-benar membunuh Gaston. Di samping itu, sihir serangan yang dilapisi tekad kuat pun membumbung tinggi. Raja Dunia Bawah kesulitan bereaksi lantaran kecepatan Halbert hampir menyerupai cahaya sehingga sulit diprediksi akan menyerang di bagian mana. Dengan tombak bercahaya sekaligus berselimutkan elemen petir tertancap di tubuh Gaston, sang Raja Dunia Bawah lah yang paling terkena dampak besar dari sihir serangan tersebut. Ia sempat tak sadarkan diri, namun sayang hanya berlaku beberapa detik saja. Setelah itu ia kembali terbangun. “Aku tidak akan lemah hanya karena serangan ini saja. Seharusnya kau tahu itu,” tutur sang Raja Dunia Bawah.“Aku tahu. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan menghabisimu dengan mudah begitu. Apalagi aku bukan orang yang suka berbelas ka
Raja Dunia Bawah lantas saling bertukar pandang. Kebencian dan amarah, saat itu Raja Dunia Bawah seakan sudah terdesak lebih awal. Ia merasa sesak saat melihat keberadaan Valkyrie di dalam dirinya. “Pria itu sampai ke tempat ini. Ck, apa yang sebenarnya mereka lakukan?!”amuknya dengan gelisah.Amarah yang jelas terlihat itu membuat Halbert semakin ingin mempercepat serangannya sebagai awal mula. Rose dan Salamander hanya diam dan memperhatikan pria itu, sementara Halbert, ia benar-benar fokus pada musuhnya saja.“Mr. Undead tidak boleh diganggu 'kan? Aku yakin para bawahan yang diciptakan oleh bencana akan segera datang.”“Mereka akan segera datang? Bukankah mereka pergi lebih awal dari kita?”“Ya, kalau menurut Mr. Undead, mereka pergi saat tahu bahwa titisan Valkyrie dalam bahaya. Jadi mungkin, mereka sedang menikmati waktunya selagi bisa, dilakukan sebelum kembali ke majikan?”“Aku tidak yakin bahwa mereka sedang bersenang-senang.”“Aku juga berpikir begitu.”Entah apa maksud Ros
Halbert melirik ke segala arah. Sedang memastikan apakah musuh lain masih mengintai atau tidak. Ternyata ia sadar bahwa selama pertarungannya, para bawahan lain telah memperhatikan dirinya. Meskipun sadar ia tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula di mata mereka, sekuat apa pun serangan fisik maupun sihir Halbert pada mereka, takkan pernah melukainya sama sekali. Mereka tidak tahu bahwa Penyihir Api Hitam telah benar-benar tewas di tangan Halbert dengan mudah. “Kenapa kau mau melawannya saja? Padahal dengan bertelportasi, kita bisa kabur,” ujar Salamander.“Jika aku kabur mereka akan mengejar. Jangan lupa kalau mereka termasuk ke dalam penyihir gelap tak peduli wujud aslinya seperti apa.”“Kau benar.”“Ngomong-ngomong kenapa kau tahu kalau intinya ada di dada?” tanya Rose penasaran. “Padahal aku tidak tahu di mana itu.”“Aku selalu memotong tubuhnya menjadi dua dari pinggang. Kadang juga di lehernya tapi tak merasa sudah membunuhnya. Begitu tahu dia hanyalah Batu magma api, maka satu ha
Penyihir Api Hitam ditinggal oleh semua rekannya yang sudah pergi menuju ke tempat Raja Dunia Bawah berada. Percakapan antara Rose dengan Penyihir Api Hitam, Rose berencana untuk menguak kelemahannya secara langsung namun tetap sulit rasanya.“Hei, bukankah kau adalah Penyihir gelap sama seperti diriku?” tanya si penyihir itu sembari mendekat.“Ya. Lalu kenapa?” sahutnya ketus.“Lalu kenapa? Bukankah sudah jelas Itu aneh? Kau yang adalah penyihir gelap malah jadi budaknya Valkyrie. Ini di luar dugaan.”“Kau mungkin benar. Rasanya aneh aku yang terkesan jahat ini justru bersanding dengan mahluk suci. Tapi aku tidak sama seperti kalian. Aku manusia sementara kalian bukan.” Rose mengatakannya sambil menunjuk ke arahnya dengan berani.Penyihir Api Hitam tersebut pun tersenyum. Ia mendekati Rose sampai tidak ada jarak di antara mereka. Sesaat penyihir ini mulai tertarik dengan wanita bernama Rose. “Kalau benar, kau mau apa?” Begitulah jawabannya, ia sengaja berbisik di dekat telinga.“Bi
“Kita terus memutarinya karena memang mustahil lari ya?” Rose bergumam.“Dia memang anak yang sulit diperhitungkan. Di samping dia kehabisan waktu, dia merasa ingin mengalahkan lawannya sebagai bahan uji coba,” sahut Salamander.Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Itu adalah makna dari sebuah api. Setiap api memiliki suhunya masing-masing. Api itu menakutkan dan sekalinya tersambar maka habis sudah. Mati dengan cara tersiksa begitu takkan membuat orang senang. Sihir api, sihir yang cocok untuk para bawahan Raja Dunia Bawah. Sihir api ini pun membuat Halbert kewalahan. Alhasil dirinya kembali disambar oleh api hitam yang terlihat begitu mengerikan. Namun di sana, dirinya sama sekali tidak berteriak justru berusaha untuk memadamkan, tapi tak perduli seberapa keras usahanya dalam mencoba untuk memadamkan api jahat ini, api ini tidak kunjung padam justru semakin membesar seiring waktu berjalan. Kenyataan yang mengerikan. Benar apa kata Halbert sendiri, ia sulit dilawan dan apa pun
Penyihir Api Hitam yang seharusnya takkan bisa bangkit kembali, justru ia kembali terbangun dengan keadaan tanpa luka. Semuanya pulih seakan ia tidak pernah terluka sebelum ini. Kejanggalan itu membuat Halbert tertegun, tanpa bisa mengatakan apa-apa. “Kenapa? Kaget ya?” Sementara ia seperti sedang mengejek dirinya. “Kau ...kenapa bisa bangun lagi? Seharusnya kau sudah tidak mampu.”“Coba tebak saja.”“Mana sudi aku menebak apalagi harus melawanmu. Aku sudah banyak dijahit, takkan aku merugikan diriku sendiri,“ tukas Halbert.“Ho, ternyata kau ingin secepatnya menyerah? Jangan harap!”Tidak hanya itu, kecepatannya semakin bertambah, sulit untuk mengikutinya dengan kedua mata. Halbert hanya bisa berfokus untuk bertahan sekalipun sampai harus terdorong mundur ke belakang akibat serangan barusan. “Sepertinya dia bukan manusia sungguhan. Tapi apa ya? Hm, aku merasa aneh dengan musuhnya Mr. Undead,” gumam Rose. Ia diam memperhatikan pertarungan antara Halbert dan Penyihir Api Hitam itu.
Rose berjalan dengan pelan, mendekati Halbert yang sedang beristirahat sekarang. Halbert menatapnya tajam, sebab ia merasa tak nyaman dengan keberadaan seorang wanita di dekatnya.“Kenapa dengan tatapanmu itu?” Rose bertanya selagi ia duduk di dekatnya dengan memeluk kedua kaki. Ia juga tersenyum. Halbert menyahut, “Kau baru dari mana saja? Aku sempat merasakan hal aneh.” Ia balas bertanya sembari menunjuk ke bawah leher. “Hal aneh? Hal aneh apa yang kau rasakan, Mr. Undead?” “Tandanya sempat tergores sesuatu. Tapi setelah itu tidak lagi. Kadangkala aku merasakan rasa sakit di tempat yang sama. Ini pasti berkaitan denganmu. Apa yang kau lakukan sampai nyawamu terancam?” Kembali Halbert bertanya. Rose mengalihkan pandangannya. Ia menatap langit seakan merindukan suatu hal yang besar. Lantas wanita itu pun menjawab, “Aku sempat mati.”“Apa?”“Iya. Sempat mati,” jawabnya sambil menghadap wajah Halbert. Rose menjelaskan kejadian yang telah terjadi padanya dan beberapa orang yang meng