"Gang 8, Nomor 100, ada nomor kontak di sana." Ethan masuk ke dalam ruko yang kosong untuk memeriksanya.
Ini adalah ketiga kalinya dia melihatnya, ruko itu tidak terlalu besar, sekitar 50 kaki persegi, dan kosong, tidak ada apa pun di dalamnya, hanya ada empat dinding putih.Di kursi di depan pintu terdapat nomor telepon pemilik rumah dan informasi sewaannya.Saat ini, ponsel tidak terlalu populer di kalangan warga sipil, dan Nokia 3310 yang paling laris dan paling murah dijual seharga 3.4 juta.Saat ini, kebanyakan kelas pekerja hanya mendapatkan gaji sekitar 700 hingga 900 ribu rupiah per bulan, sehingga mungkin tidak bisa mengumpulkan 2 juta rupiah dalam setahun, dan ponsel dianggap sebagai barang mewah.Apalagi setelah reformasi besar-besaran di perusahaan negara setelah tahun 2004, banyak pabrik harus ditutup atau digabungkan, sehingga lebih dari 30 juta pekerja terpaksa di-PHK. Mereka harus mencari jalan sendiri untuk bertahan hidup"Bagaimana, anak muda, ruko saya bagus kan, saya bilang padamu, bisa menyewa ruko seperti ini dengan harga 520 ribu sebulan sudah bagus!""Jika melewati kesempatan ini, maka tidak akan ada lagi ruko seperti ini!" Wanita paruh baya menekankan pada ketersediaan ruko tersebut, ingin membuat Ethan segera membuat keputusan.Ethan menggeleng-gelengkan kepalanya, pura-pura terlihat tidak terlalu puas, katanya: "Terlihat bagus, tapi di dalamnya tidak ada furnitur apa pun, bahkan tidak ada meja dan kursi, dan dekorasinya agak kasar.""Dan apalagi, gang ini terlalu terpencil dan sepi, sekarang akhir pekan, bahkan tidak ada seorang pun di sekitar yang lewat, lokasi ini memang tidak terlalu bagus.""Kakak, menurutku harga ruko ini sebesar 520 ribu per bulan agak mahal.""Kita masih perlu mempertimbangkan ini, maaf karena membuat kakak repot melakukan perjalanan kesini."Dengan berkata demikian, Ethan berbalik dan hendak pergi.Wanit
Wanita paruh baya itu mengernyit. "Empat bulan? Apa itu tidak terlalu singkat?" Ethan berpura-pura menghela napas dan berkata, "Bisnis sedang tidak baik sekarang. Kalau bisnisku bisa bertahan, aku akan memperpanjang sewa hingga setahun ke depan. Namun, kalau dalam empat bulan itu aku gagal, aku terpaksa menggulung tikar." Wanita paruh baya itu memikirkan ucapan Ethan. Saat ini, keadaan ekonomi sedang tidak baik. Terjadi PHK di mana-mana, dan menjalankan bisnis menjadi makin sulit. Kalau ada yang mau menyewa rukonya, bahkan untuk empat bulan saja, itu sudah bagus. "Baiklah. Kalau begitu, mari kita cetak dan tanda tangani kontraknya," kata wanita paruh baya itu. Ethan, Tian, dan wanita itu berjalan bersama ke toko percetakan dan mencetak kontrak sewa seperti pada umumnya. Ethan membaca kontrak itu dan menambahkan beberapa ketentuan lainnya. Salah satunya adalah pemilik ruko tidak boleh menaikkan uang sewa sesuka hatinya. Kalau pemilik ruko melanggarnya, dia harus membayar kompensa
Ketika pemuda itu mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat, dia berbalik untuk melihat Ethan dan Tian dengan tatapan waspada. Saat melihat bahwa keduanya bukan ancaman baginya, dia berpaling dan mengubrak-abrik tempat sampah lagi. Ethan mendapati bahwa pemuda itu memiliki bentuk mata yang bagus. Namun, sorot matanya tampak redup seolah-olah dia telah kehilangan semangat hidup. Pemuda itu tampaknya cuek dan mati rasa. Tian menggeleng dan berbisik, "Ah, betapa menyedihkannya dia." Entah berapa banyak orang yang mengemis dan mengembara tanpa arah di era yang tidak makmur ini, termasuk pemuda yang telah menjadi orang buangan di kota itu. Ethan pun menghela napas. Dari tampilannya, pemuda itu mungkin baru berusia 18 hingga 19 tahun. Pada awalnya, dia seorang siswa yang tekun belajar, tetapi keadaannya menjadi begitu buruk hingga dia harus mengubrak-abrik tempat sampah untuk mencari makan. Pemuda itu mengubrak-ab
"Aku punya uang, tapi kalian belum tentu bisa mengambilnya," ucap Ethan untuk menyita perhatian kedua berandal itu. "Hah? Apa kamu mau mati? Percaya atau tidak, aku akan menusukmu!" ancam pemuda berkalung rantai. "Buk!" Begitu dia selesai bicara, bagian belakang kepalanya tiba-tiba terasa sakit sekali! Saking kerasnya, pukulan pemuda berkaus biru membuat berandal berkalung rantai tersungkur ke tanah. Darah mengalir dari belakang kepalanya, dan dia merasa sangat pusing sampai tidak bisa bergerak. Heru, yang berada di sebelahnya, terdiam di tempat karena terkejut. Dia bahkan tidak menyadari apa yang telah terjadi. Pada saat itu, Ethan berteriak, "Tian, pukul dia!" Tian yang sedari tadi sudah siap, langsung mengepalkan tinjunya dan meninju wajah Heru. Pukulan itu cukup kuat untuk membuat Heru terhuyung-huyung. Kemudian, Ethan melayangkan sebuah tend
Pemuda berkaus biru itu benar-benar kehilangan akal sehatnya saat ini, diliputi kemarahan. Dia hendak menikam dengan pisau lipat itu ketika sebuah tangan tiba-tiba meraih pergelangan tangannya. "Tenanglah. Kalau kamu membunuhnya, kamu akan berakhir di penjara. Kalau kamu masih punya keluarga, pikirkanlah perasaan mereka," ujar Ethan dengan nada rendah. Pemuda berkaus biru itu berbalik untuk melihat siapa yang sedang mencengkeram tangannya. Matanya menyusuri lengan itu, dan dia langsung tertegun saat melihat sosok Ethan. Sesaat kemudian, amarah di matanya berangsur-angsur memudar dan dia perlahan sadar kembali. "Kamu masih muda dan punya masa depan yang cerah. Jangan hancurkan hidupmu hanya karena bajingan ini," ujar Ethan lagi dengan lembut setelah mnelihat bahwa kewarasan pemuda itu sudah kembali. Jika pemuda berkaus biru itu membunuh bajingan ini, dia hanya akan merasa puas untuk sementara waktu. Setelah itu, dia akan dikenal sebagai seorang pembunuh. Cepat atau lamb
Ethan dan Tian serempak berbalik. Mereka melihat seorang gadis kecil yang berpakaian compang-camping dan acak-acakan berjalan keluar dengan takut-takut dari balik kegelapan. Gadis kecil itu tampaknya berusia sekitar tujuh atau delapan tahun. Dia tidak tinggi dan tubuhnya kurus karena kurang gizi, tetapi matanya yang besar dan cerah menampakkan kepolosan dan kesederhanaan. Saat gadis kecil itu melihat Ethan dan Tian, dia langsung bersembunyi di balik tubuh pemuda berkaus biru karena takut. Wajahnya pun menampakkan ketakutan. "Jangan takut, Neya. Mereka ini... teman Kakak." "Apa kamu lapar? Lihat, Kakak bawa roti untukmu. Ambil ini dan makanlah." Pemuda berkaus biru itu mengeluarkan sepotong roti yang diambilnya dari tong sampah dan disimpannya dalam saku celananya. Dia menyerahkan roti itu pada si gadis kecil sambil tersenyum lebar dan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Si gadis kecil mengambil roti itu, lalu bertanya dengan mata terbelalak, "Apa Kakak sudah makan?"
Keduanya telah tinggal di bawah jembatan selama tiga tahun terakhir. Putra mencoba bekerja serabutan, tetapi situasi ekonomi saat ini yang sedang tidak baik membuat banyak pekerja yang diberhentikan. Akibatnya, banyak orang yang berbondong-bondong melamar pekerjaan, padahal lowongan pekerjaan yang tersedia sangat. Pekerjaan yang bisa diambilnya pun sangat sedikit. Kakak beradik ini menjalani hidup dengan sangat menyedihkan karena pendapatan yang tidak menentu. Mereka bah kan hanya makan satu kali sehari. Kedua bajingan tadi menganggap Putra sebagai sosok yang lemah. Mereka sering menggunakannya sebagai samsak tinju dan memukulinya pada banyak kesempatan. Kali ini, Putra sudah tidak tahan lagi, dan baru saat itu dia berkeinginan menghabisi mereka. Ethan terhenyak setelah mendengar cerita Putra. Di balik wajah Putra yang tenang saat menceritakan semua ini, Ethan menyadari bahwa kata-katanya mengandung banyak penderitaan. Setelah terdiam cukup lama, Ethan hanya bisa m
Setelah melihat ekspresi tenang kakaknya dan ketulusan di wajah Ethan, Neya tidak lagi merasa waswas. "Kak Ethan, atau Bos Ethan." ucapnya dengan patuh. "Anak baik, Kak Ethan saja sudah cukup. Baiklah, aku akan memberimu permen nanti." Ethan tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk membelai kepala gadis kecil itu, tetapi dia malah menghindar. Neya masih merasa agak waswas, jadi dia tidak begitu mudah untuk di dekati. Tak lama kemudian, Tian kembali ke bawah jembatan dengan membawa sebuah kantong besar yang berisi aneka makanan, permen, serta buah-buahan. Tian menggaruk kepalanya dan tersenyum polos, "Ini, terimalah. Ethan yang menyuruhku membeli semua ini dan membawanya ke sini." Air liur hampir menetes dari mulut Neya saat dia melihat kantong penuh makanan itu. Dia menggigit jarinya seperti seekor kucing yang kelaparan. Ethan mengeluarkan sekantong permen dari kantong itu dan menyerahkannya kepada Neya. "Neya, ambillah, permen ini untukmu," ucapnya lembut. Neya h
"Baiklah, sudah selesai, Ethan bau. Sekarang keluar dari sini dan pergi tidur." Jessie meletakkan gunting kukunya lalu menepuk kedua tangan. "Sudah selesai?" Ethan enggan berpisah dengannya.Dia merasa sangat senang saat kedua tangan kecil Jessie yang lembut menyentuh kulitnya. Sayangnya, waktu berlalu dengan sangat cepat. "Kau mau apa lagi? Kau ini sangat lambat!" Nada bicara Jessie terdengar kesal. "Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu. Tapi bisakah kau menolongku?" Ethan menatapnya dengan tatapan memelas. "Oke,""Kau ini memang baik sekali!" Jessie membantunya berdiri dari tempat tidur. Ethan bangkit dan sedikit oleng, bahkan sampai harus memeluk erat Jessie supaya tidak jatuh. Dia seolah dibuat melayang ke surga begitu aroma tubuh Jessie menyeruak memenuhi indra penciumannya. Aroma yang sangat unik dan menyegarkan. Jessie wangi sekali!"Berdiri yang benar, aku tidak bisa terus menahan tubuhmu!" Jessie tersipu malu, dia mengembungkan pipinya, berpura-pura marah. Entah k
"Ah, sakit, sakit!" Ethan berteriak kesakitan. "Jessie, apa yang kau lakukan!" Jessie mendonggak dan menatap Ethan dengan ekspresi wajah datar, "Aku ini sedang mengoleskan salep, jadi pasti akan terasa sedikit sakit." "Sabar dulu kalau mau cepat sembuh." "Sudah besar masih saja cengeng." Ethan terdiam mendengarnya. "Enak saja kalau bicara. Kau sendiri juga menjerit kesakitan waktu aku mengobati lukamu, kan?" Jessie memelototinya lagi dan bertanya, "Benarkah? Apakah aku sampai menjerit? Bohong!" "Hmph, tentu saja benar. Aku masih ingat, saat kau kelas dua SMP kau jatuh dari tangga. Haha!" Ethan teringat kejadian saat Jessie jatuh berguling menuruni tangga, bahkan sampai terkena kotoran kucing. Apalagi posisi jatuhnya sangat lucu. Ethan tak akan melupakannya seumur hidup. Wajah Jessie terlihat menahan malu. Dia lalu mendengus dan makin menekan kaki Ethan. Raut wajah Ethan langsung berubah! "Aduh!" Jeritan kesakitan pun langsung menggema. Di ruang tamu di luar pintu, Hendra
"Loh, aku kan belum menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukmu," ucap Ethan yang terkejut. "Ethan, aku sudah terlalu sering mendengarmu bernyanyi, jadi kenapa aku harus mendengarnya lagi?" balas Jessie sambil mengalihkan pandangan dari Ethan. "Tapi kan ...." Ethan hanya bisa tersenyum tak berdaya. Dulu dia memang tidak punya bakat menyanyi, tapi dia belajar musik sebagai mata kuliah pilihan. Bahkan meski sudah lulus, dia tetap mendaftar kursus menyanyi. Jadi seharusnya kemampuan bernyanyinya lumayan bagus. Ah, mungkin Jessie belum beruntung untuk bisa mendengar suara merduku.Jessie memotong dan membagikan kuenya pada yang lebih tua terlebih dahulu. Kemudian baru memberikannya pada Ethan, sementara dia sendiri hanya memakannya sedikit. "Kenapa hanya makan sedikit?" tanya Ethan. "Kalori kuenya terlalu tinggi, aku takut gemuk. Kau saja makan yang banyak." Jessie menjawab dengan santai."Benar juga. Kau kan pendek, kalau makan banyak pasti terlihat gemuk. Bukankah kau harus diet
"Ethan, akhirnya kau datang juga. Kebetulan sekarang sudah saatnya makan!" ujar Jessie seraya tersenyum. "Aku lapar sekali, aku mau makan dua porsi malam ini!" balas Ethan sambil tersenyum. Begitu memasuki rumah Jessie, Ethan pun melihat ibunya dan ibu Jessie sedang sibuk memasak di dapur, sementara ayahnya dan ayah Jessie mengobrol di ruang tamu. Tapi entah apa yang dua orang itu bicarakan. "Anakku sudah pulang rupanya. Ayo, sini." panggil Jerry seraya melambaikan tangan. "Memangnya ada apa, Yah?" tanya Ethan seraya berjalan menghampiri. "Aku dengar dari Jessie kalau hasil tesmu sudah keluar, dan kau termasuk dalam sepuluh besar di kelas. Apa benar begitu?" tanya Jerry. "Ya, hasil tesku memang cukup baik. Tapi aku masih harus meningkatkan nilaiku dalam pelajaran Fisika, Kimia dan Bahasa," kata Ethan sambil tersenyum. Jerry kemudian bertanya, "Apa kau yakin bisa lulus ujian masuk universitas?" "Kalau bisa lulus, kau akan masuk ke universitas yang bagus." "Nilai Jessie juga lu
Dia sama sekali tak peduli meski si gendut Zaki itu menyuruh Geral untuk memata-matainya. Karena hal ini sama sekali tidak mudah dipelajari hanya dengan melihat. "Siap, siap." Geral lalu berbalik badan untuk mengambilkan barang yang diminta. Ekspresi wajahnya tampak buruk, namun dia berusaha untuk tak terlalu menunjukkannya. Sementara Ethan terlalu malas untuk memedulikannya, dan hanya fokus untuk bekerja. Geral kemudian mengamati cara kerjanya. Namun sama sekali tak berani banyak bertanya karena takut membuat Ethan malah marah. Jika dia mau belajar dari Ethan, maka dia tidak boleh membuat pemuda ini sampai marah. Meskipun tidak suka dengan sikap Ethan, tapi Geral tetap harus bersikap sopan karena statusnya di sini adalah sebagai asisten magang yang akan membantu Ethan. Zaki yang duduk di sudut toko tampak mengulas senyum puas menyaksikan dua orang tersebut. Geral ini merupakan lulusan jurusan komputer dari universitas ternama, jadi pasti orangnya akan cepat belajar, kan? Asa
"Oh, dek Ethan sudah datang rupanya. Sini aku kenalkan padanya!" Zaki menyambut hangat kedatangannya.Namun senyuman itu terasa palsu bagi Ethan. "Wah, Bos Zaki, suasana hatimu sepertinya sedang baik hari ini, apakah kakak iparmu hamil lagi?" Ethan bercanda."Hei, dek Ethan memang pandai bercanda, kita harus menanggapi untuk memiliki lebih sedikit anak, hei, hari ini bukan untuk membicarakan tentang ini!" Zaki bereaksi karena dibawa miring, lalu tertawa: "Ayo, saya akan memperkenalkan Anda, Geral, teman sekelas kakak ipar saya, adalah mahasiswa senior Universitas Ratulangi Provinsi Sulawesi Selatan, baru saja lulus beberapa waktu yang lalu.""Halo Kak Ethan." Sapa Geral sambil membenarkan letak kacamatanya dan tersenyum malu. Bukankah terdengar sedikit memalukan bagi seorang lulusan dari universitas top harus memanggil seorang bocah SMA dengan sebutan kakak? "Hai, biasanya lulusan Universitas Ratulangi ini orangnya pintar-pintar," kata Ethan. Geral pun tampak tersenyum bangga mend
"Kak Ethan, nih makanannya ada di sini!" Mata Jessie berkedip dan berkata, "Aku akan pergi makan camilan dulu!" Dengan cepat dia menyelinap keluar dari bawah lengan Ethan dan berlari mengambil camilan. "Dasar rakus." Ethan menggelengkan kepalanya tersenyum dan mengikuti. Dengan dua puluh ribu, Putra membeli banyak jenis camilan. Jessie makan biskuit, melihat Ethan mengambil sosis, dia juga ingin makan, tetapi hanya ada satu. "Ah, sudah tidak ada sosis? Hanya ada satu?" kata Jessie kecewa. Ethan memberikan sosisnya kepada Jessie. "Gigit pelan saja, hati-hati dengan gigimu." "Tidak akan, aku bukan anak kecil. Aku sudah 18 tahun." "Hehe!" "Hmm, kamu gigit saja ini! Kenapa, tidak senang? Masih ingin membantahku?" "Baiklah, ini untukmu saja." Ethan menyerah dan hanya bisa memberi sosis itu kepadanya. Jessie takut Ethan akan merebutnya lagi dan segera memasukkan sosis ke dalam mulutnya. "Haha! Sekarang semua penuh air liurku. Kamu tidak bisa makan lagi!" Dia tertawa bangga dan
Dia telah memikirkannya selama beberapa tahun, tetapi dia juga tahu bahwa kondisi keuangan keluarganya tidak seberapa. Komputer adalah barang mewah bagi keluarganya. Oleh karena itu, setiap kali dia mendengar beberapa teman sekelas dari keluarga berada membahas tentang komputer, Facebook dan permainan di sekolah, dia sangat iri. Hanya bisa diam-diam iri. Ketika dia melihat begitu banyak komputer menumpuk di sini, meskipun semuanya tampak tua, matanya sulit melepaskan pandangan sehingga sulit untuk mengendalikan rasa gembira. Walaupun komputer bekas, satu unit setidaknya seharga delapan sampai sepuluh juta, itu juga sudah cukup mahal. "Saat ini, hanya dua yang sudah diperbaiki, dan yang lainnya belum diperbaiki." Ethan tersenyum dan pergi menepuk komputer di atas meja kerja. "Komputer ini adalah hadiah ulang tahunmu." Jessie tertegun selama tiga detik ketika mendengarnya. "Hah? Apa? Untuk hadiah ulang tahunku?" "Ethan, apa kamu serius?" "Benarkah?" Jessie dengan bersemangat m
Ethan membawa Jessie ke tokonya. "Tempat apa ini?" Jessie mendongak ke pintu toko yang dibangun oleh Ethan dengan ragu. "Markas karierku, masuklah." Ethan tersenyum dan membuka pintu untuk masuk. "Kak Ethan!" Putra melihat Ethan, meletakkan palu di tangannya, dan bangkit menyambutnya. "Putra, apa kamu tidak beristirahat di akhir pekan?" Ethan melihat pakaiannya penuh debu, dan matanya sedikit merah. Dia tampak sangat lelah. "Aku tidak lelah. Aku tidak perlu istirahat. Aku ingin menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin," Ucap Putra dengan suara serak."Tetap saja kamu perlu istirahat. Kamu terus-terusan begini, pekerjaan belum selesai, lalu jatuh sakit." "Jangan kerja lagi. Tugasmu hari ini hanya satu, istirahat dengan baik. Jika aku melihat kamu bekerja lagi, gaji kamu akan dipotong." Kata Ethan dengan wajah datar. Hati Putra menghangat dan dia mengembuskan napas, "Baik, kak Ethan, aku paham." Dia tiba-tiba melihat seorang gadis cantik berdiri di belakang Ethan, bertemperamen