Share

10

Author: SashiArumi
last update Last Updated: 2021-06-02 07:23:24

"Kenapa Kakak gak bilang, kalau wanita yang akan dijodohkan dengan Kakak adalah dia?"

Fawaz tidak menatap lawan bicaranya, pandangannya tetap lurus pada jalanan yang terlihat sepi.

Ya, setelah tadi Aara pulang. Kirana meminta ijin Tante Laras untuk mengajak Fawaz keluar. Dia mengatakan ada sesuatu yang ingin dibeli dan meminta Fawaz untuk mengantarkannya.

Alih-alih membeli sesuatu, mereka justru dud di sebuah bangku taman. Tempat yang masih satu komplek dengan rumah mereka, yang pagi menjelang siang ini, mulai tampak sepi.

"Kenapa aku harus bilang?" jawab Fawaz setelah jeda lumayan lama.

Kirana berdecak kesal. "Kak, dia itu masa lalu Mas Dafa, kamu ingat, kan? Kalau hal ini, sejak kemarin aku pasti akan meminta bantuanmu."

Fawaz menatap tajam Kirana. "Jangan meminta yang aneh-aneh!" tegas Fawaz.

"Tolong Mas, hanya kamu yang bisa menolongku. Tolong terima perjodohan ini."

Fawaz menggeleng pelan. "Dengar, kalaupun nanti aku menerima perjodohan ini, itu bukan karena permintaanmu. Tapi karena aku memang menginginkannya."

Sudah cukup selama bertahun-tahun, dia selalu berusaha membantu Kirana dalam mendapatkan apa yang wanita itu mau. Namun, kali ini dia tidak mau lagi. Dia tidak mau lagi menjadi bodoh karena cinta.

Tanpa mempedulikan Kirana, dia segera berlalu dari tempat itu. Dia memang mencintai Kirana, tapi itu bukan berarti dia harus mengorbankan masa depan demi wanita itu.

Sementara itu, Kirana menatap sedih kepergian sang sahabat. Dia sadar permintaannya terlalu egois, mengingat Fawaz begitu mencintainya. Namun, dia juga sangat mencintai Dafa dan ingin segera hidup dengan laki-laki itu.

***

Bu Laras seperti sudah menyerah membujuk sang anak untuk mendekati Aara. Selama hampir sebulan sama sekali tidak ada kemajuan, Fawaz terus saja berkata kalau dia masih berpikir.

Sebenarnya wanita paruh baya itu sedih, tapi dia bisa apa? Tidak mungkin juga dia memaksakan kehendak.

Wanita paruh baya itu tersenyum lebar, saat matanya menangkap kedatangan Aara.

"Maaf terlambat Tante." Aara duduk di depan Bu Laras.

Mereka hari ini memang janjian untuk bertemu. Lebih tepatnya Bu Laras yang meminta bertemu. Ya, meski mungkin saja dia tidak bisa menjadikan wanita cantik ini menantunya, tapi dia ingin tetap menjalin hubungan baik dengan Aara. Karena entah mengapa, dia begitu menyayangi wanita lembut ini.

"Harusnya Tante yang minta maaf, karena membuatku terjebak di sini. Menemani seorang wanita tua mengobrol."

"Ih, Tante apa-apaan, sih? Aara justru seneng ngobrol sama Tante, banyak dapat ilmu."

Setelah pertemuan untuk kesekian kali. Bu Laras sudah mengetahui hal-hal pribadi Aara. Termasuk statusnya yang seorang janda.

Awalnya Aara merasa malu untuk menceritakannya, bagaimana pun terkadang ada beberapa orang yang memandang status itu dengan cap yang baruk. Namun, dia bersyukur, Bu Laras tetap bersikap sangat baik padanya.

"Tante Laras?"

"Oh, Dania. Dari mana?"

Nama itu? Seketika Aara menghentikan kegiatan makannya, dan menoleh ke samping. Matanya membeliak, karena di sana berdiri mantan adik iparnya.

Sedangkan wanita berambut sebahu itu, tidak kalah terkejut menatap Aara.

"Dania?"

"Oh—ehm—itu, aku mau ketemu teman Tante. Kalau begitu, aku permisi dulu." Dania pergi dengan otak yang sibuk menerka-nerka apa hubungan tetangga dan mantan kakak iparnya itu?

"Dia itu tetangga Tante."

Aara langsung tersenyum canggung, setelah kedapatan memperhatikan kepergian Dania.

"Dari gerak-geriknya, Tante bisa tau, lo, kalau dia suka sama Fawaz. Tapi Tante gak mau kalau Fawaz sama dia."

"Kenapa, Tan?"

"Gak tau, gak sreg aja. Lagipula Tante lebih suka kamu yang jadi mantu Tante. Astag ... mulut ini, lupain oke! Anggap Tante gak bilang apa-apa, kamu gak usah ngerasa gak nyaman, oke?"

Aara tertawa kecil, lalu mengangguk sebagai jawaban. Ya, dia mulai terbiasa dengan sikap ceplas-ceplos Bu Laras.

***

"Bukain pintu, sana!" Bu Laras mendorong bahu sang anak yang duduk di sampingnya.

"Kok aku, Bun?"

"Lha, kamu kan gak ngapa-ngapain. Bunda lagi nonton sinteron."

"Iya. Iya. Siapa juga juga yang malam-malam bertamu," gerutu laki-laki itu.

Berjalan melewati ruang tamu yang dicat warna putih dan terdapat banyak ornamen kayu, kesukaan sang ibu. Fawaz segera membuka pintu yang berwana coklat.

"Tante Tina?" tanyanya heran.

"Selamat malam Fawaz, Bu Laras ada?"

"Ada Tante, silakan masuk."

Sementara Bu Tina duduk di sofa panjang, Fawaz melangkah ke dalam untuk memanggil sang ibu.

"Lho, ada apa, Bu?"

Bu Tina bangkit dari duduk, lalu menyerahkan bingkisan pada tetangganya itu. "Ini saya dari luar kota. Ada oleh-oleh untuk Bu Laras sama Fawaz."

"Oh ... repot banget, Bu. Terima kasih, ya."

"Sama-sama. Fawaz-nya mana?" Bu Tina celingak-celinguk, mencari keberadaan laki-laki yang disukai anaknya.

"Lagi di dapur, saya suruh buat minum."

"Wah, gak usah repot-repot, Bu. Tapi saya kagum, lo, sebagai anak laki-laki mau disuruh begitu."

"Itu biasa, Bu. Soalnya menurut saya anak laki-laki harus diajari urusan dapur juga. Biar nanti kalau punya istri, bisa bantu dikit-dikit."

"Wah, saya setuju itu. Pasti nanti yang jadi istri Fawaz, merasa beruntung sekali."

Bu Laras tertawa mendengar kalimat tetangga depan rumahnya. Jelas, dia tau apa maksud dari kalimat itu. Akan tetapi, dia tidak setuju kalau sampai wanita di depannya ini, berniat menjodohkan anaknya dengan anak wanita itu, Dania.

"Oya, Bu. Saya minta maaf sebelumnya, tapi tadi kata Dania, dia ketemu Bu Laras di restoran. Benar, Bu?"

"Iya, memangnya kenapa?" tanya Bu Laras melihat raut serius tetangganya.

"Wanita yang bersama Bu Laras itu, Aara, benar?"

"Iya." Sejujurnya Bu Laras sudah mulai gemas dengan jawaban berbelit-belit tetangganya.

"Duh ... gimana, ya, ngomongnya? Sebenarnya saya gak enak ngomong kayak gini. Tapi, demi kebaikan bersama, saya akan jujur pada Bu Laras. Jadi, Aara itu mantan menantu saya."

"Oh ...." Ya, Bu Laras memang agak terkejut. Tidak menyangka dunia sesempit ini.

"Bu Laras gak kaget dia janda?"

"Enggak, dia sudah pernah bilang sama saya."

Bu Tina menatap lekat sang tetangga. "Kalau boleh saya tau, ada hubungan Bu Laras dengan Aara?"

"Dia wanita yang ingin saya jodohkan dengan Fawaz."

Bu Tina melongo, matanya terbuka lebar, memandang tetangganya dengan tatapan tidak percaya. "Jangan, Bu! Jangan diteruskan rencana Anda!" teriak Bu Tina panik.

"Memangnya kenapa? Itu kan terserah saya," jawab Bu Laras mulai kesal. Karena tetangganya ini seakan mau ikut campur urusannya.

"Biar saya kasih tau, penyebab perceraian Aara dengan Dafa sebenarnya adalah perselingkuhan wanita itu."

Bu Laras memutar bola matanya. Bukannya apa, tapi jelas dia tidak percaya dengan ucapan wanita yang terkenal sebagai tukang gosip itu. Sedangkan selama ini, dia tahu bagaimana sifat Aara. Lagipula perasaannya mengatakan, Aara adalah wanita yang baik.

"Maaf, Bu. Tapi saya rasa Aara itu wanita yang baik."

"Halah, dia itu tampangnya aja baik. Tapi hatinya busuk."

Baru saja Bu Laras akan menyela, sang anak sudah lebih dulu masuk dalam ruang tamu dengan nampan di tangannya.

"Silakan, Tante." Fawaz meletakkan cangkir di atas meja.

"Makasih. Oya, Fawaz tolong kasih tau ibu kamu kalau Aara itu wanita tidak baik."

"Maksud Tante?"

"Aara itu tukang selingkuh! Bisa-bisanya dia menghianati Dafa yang sudah mau menerima wanita yatim piatu seperti dia. Kalau kamu gak percaya, coba tanya Kirana, dia tau seperti apa Aara itu sebenarnya."

"Bu Tina, jangan—"

"Maaf, Tante. Saya sependapat dengan bunda. Kalau Aara wanita yang baik. Dan tolong mulai sekarang, Tante jangan menjelek-jelekkan calon istri saya."

Related chapters

  • LOVE and LIE   11

    Dari kaca kecil dalam mobil, Fawaz melirik sang bunda yang tampak bahagia. Sejak dari rumah senyum cerah wanita itu sama sekali tidak luntur.Akibat rasa tidak suka karena tetangganya menjelek-jelekan Aara, akhirnya keluar kalimat yang sama sekali tidak dia duga bisa terucap dari bibirnya. Hingga mengakibatkan di hari minggu yang cerah ini, sang ibu memaksanya untuk ke rumah Aara, melamar wanita itu.Sebenarnya dia sudah berkata pada ibunya kalau dia asal ngomong. Berharap sang ibu membatalkan rencananya. Namun, alih-alih menuruti kemauannya, sang bunda justru berkata kalau laki-laki itu dipegang omongannya. Jadi, sekali dia berkata demikian maka harus direalisasikan."Pokoknya nanti, segera setelah lamaran harus langsung nikah! Gak boleh ditunda-tunda.""Belum tentu juga Aara nerima lamaran kita, Bun."Bu Laras mendelik pada anaknya yang tengah mengemudi. "Ya, tinggal pintar-pintarnya kamu bujuk Aara, biar lamaran kita diterima."Fawaz mengangguk

    Last Updated : 2021-06-03
  • LOVE and LIE   12

    Fawaz memandang langit yang malam tidak menampakkan bintang, dari jendela kamarnya. Meski matanya menatap lurus langit luas, tapi pikirannya berkelana pada kejadian dua minggu lalu.***Fawaz melajukan mobilnya dengan hati tidak karuan, setelah dua hari lalu Aara meminta waktu untuk menjawab lamarannya. Tadi selesai praktek, dia menerima pesan singkat dari wanita itu yang mengatakan ingin betemu dengannya.Maka di sinilah dia sekarang. Di depan rumah sang sahabat, tempat yang dipilih Aara untuk menjawab pertanyaannya. Dengan langkah tegap, Fawaz berjalan memasuki rumah yang sudah sering dia kunjungi itu.Dari depan pintu, dia bisa melihat Aara yang tengah berbincang dengan Rosi. Sementara Rafi tampak sibuk dengan ponselnya, yang bisa Fawaz tebak, kalau laki-laki itu tengah asyik bermain game.Setelah mengucapkan salam, yang dibalas oleh ketiga orang itu. Fawaz segera masuk dan duduk di depan Aara.Aara melirik sekilas laki-laki yang dua hari lalu

    Last Updated : 2021-06-03
  • LOVE and LIE   13

    "Kalau Aara selesai berkemas, langsung berangkat. Jangan ditunda-tunda!"Fawaz yang mengantarkan sang ibu menuju mobil yang akan membawa wanita itu pulang, hanya mengangguk sebagai jawaban. Karena sedari tadi sang ibu tidak berhenti mewanti-wantinya ini dan itu.Acara memang sudah berakhir dua jam yang lalu, rumah Aara pun sudah bersih karena para petugas WO sudah merapikan semuanya. Sedangkan Nilam tadi sudah mengabarkan, kalau persiapan acara syukuran nanti malam, di rumah sang ibu sudah hampir selesai. Untuk itu lah ibunya memilih pulang duluan.Kembali berjalan memasuki rumah yang kini tampak sepi. Fawaz dibuat bingung sendiri, karena tidak tahu harus melakukan apa. Hingga akhirnya dia memilih untuk ke kamar Aara, menanyakan istrinya sudah siap apa belum.Istri? Tanpa sadar Fawaz tersenyum saat kata itu terus berputar di otaknya.Mengetuk pintu tiga kali, tapi tidak ada jawaban. Fawaz memutuskan membuka kamar yang ternyata tidak dikunci. Laki-l

    Last Updated : 2021-06-04
  • LOVE and LIE   14

    Malam semakin larut, langit masih gelap dan suasana pun masih terasa sepi. Namun, hal itu tidak lantas membuat Fawaz segera memejamkan mata. Laki-laki itu malah masih sibuk mengamati wajah cantik istrinya yang sudah terlelap.Dulu ketika salah satu temannya bercerita, tentang cinta yang tiba-tiba tumbuh setelah ijab qabul. Fawaz mencibir habis-habisan, dia berpikir hal itu mustahil. Baginya rasa cinta itu tumbuh seiiring berjalannya waktu.Akan tetapi, saat ini dia ingin menarik kalimatnya dulu. Karena sekarang dia merasakan apa yang dialami temannya. Mungkin memang perasaan cintanya belum besar, mengingat masih ada nama Kirana di hatinya, tapi bukankah ini awal yang baik untuk sebuah hubungan?Dalam hati Fawaz terus berdoa, agar hatinya dapat mencintai sang istri sepenuh hati.Aara membuka matanya yang sedari tadi pura-pura terpejam, setelah tidak merasakan gerakan apapun dari sampingnya. Sebenarnya dia masih merasa gugup, itu lah alasan kenapa dia pura-

    Last Updated : 2021-06-04
  • LOVE and LIE   15

    Suasana mobil bercat hitam milik Fawaz terasa sunyi. Karena ketiga orang di dalamnya merasa canggung untuk saling memulai percakapan. Baik Fawaz, Aara maupun Kirana seperti sibuk dengan pikiran masing-masing?Lalu bagaimana mereka bisa berakhir dalam satu mobil?Itu semua karena Bu Laras. Kirana yang sudah terbiasa diantar Fawaz, mengalami kebingungan karena tadi tidak langsung berangkat, melainkan ke rumah Fawaz dulu. Hingga akhirnya dia bisa terlambat jika tidak segera berangkat.Karena itulah Fawaz menawarkan diri untuk mengantar, yang langsung dipotong oleh sang ibu dengan mengatakan kalau Aara harus ikut juga. Sekalian mereka disuruh untuk membeli keperluan rumah Bu Laras."Terima kasih Kak, Ra," ujar Kirana begitu mobil berhenti di depan lobi."Sama-sama.""Mas, sepertinya itu punya Mbak Kirana," kata Aara ketika melihat sesuatu di kursi belakang dari balik kaca kecil.Fawaz menepikan mobilnya, kemudian menoleh untuk melihat ben

    Last Updated : 2021-06-05
  • LOVE and LIE   16

    "Mas Fawaz lagi apa?" Dania bertanya seakan-akan Aara tidak ada di sana."Belanja.""Oh, aku juga lagi belanja. Ngomong-ngomong belanja buat apa? Kok banyak?""Buat sendiri, kan sekarang rumahnya dua."Jawaban Fawaz sontak membuat Dania melirik pada Aara yang sedari tadi hanya diam. Wanita itu mendengkus kesal. Bagaimana bisa mantan istri kakaknya itu menikah dengan laki-laki pujaannya?Sejak mengetahui kalau Fawaz akan menikah dengan Aara, rasa benci Dania pada wanita itu semakin tinggi."Maaf, Dan. Aku duluan, ya." Fawaz membalik badannya, lalu mulai mendorong troli diikuti oleh Aara."Kak, tunggu! Aku boleh nebeng pulangnya?" Dania kini telah berada di depan pasangan itu.Fawaz tidak langsung menjawab, malah menoleh pada sang istri. Seolah meminta saran, yang dibalas anggukan oleh istrinya."Baiklah."Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir, Fawaz merasakan pandangan orang-orang terpusat padanya. Bagaimana ti

    Last Updated : 2021-06-05
  • LOVE and LIE   17

    "Selain mata, mulut Lo juga gak sopan, ya?" cibir Fawaz.Kevin yang sudah paham dengan sikap sahabatnya yang tidak suka basa-basi, balas mencibir ucapan Fawaz, "gue pan cuma tanya. Sensi banget Lo!""Gue serius nikah. Jadi, gak ada yang namanya pelarian segala.""Terus Kirana?"Fawaz mengernyitkan kening. Apa hubungannya dengan Kirana?"Denger, ya. Adek Lo udah nolak gue tiga kali. Jadi, gue memutuskan untuk berhenti," jelas Fawaz dengan penuh keyakinan."Secepat itu perasaan Lo bisa berubah?" Ada nada tidak suka saat Kevin bertanya."Gue realistis, ya. Gak mungkin kan terus berharap pada Kirana? Sedangkan jelas-jelas dia suka orang lain. Dan juga nyokap gue juga pengen gue segera nikah."Kevin sadar apa yang dikatakan sahabatnya memang benar, tapi di sudut hatinya dia tidak suka sang sahabat berpaling dari adiknya. Karena dari dulu dia berharap Fawaz lah yang akan menjadi pendamping Kirana.Tapi apa mau dikata, ad

    Last Updated : 2021-06-06
  • LOVE and LIE   18

    Rumah berlantai dua milik pasangan yang baru saja dikaruniai seorang anak itu, masih tampak ramai. Meski sebagian tamu sudah pulang. Karena acara sudah berakhir satu jam yang lalu."Lucu, ya?" Aara yang tengah menggendong Rania—anak Rosi dan Rafi—bertanya pada suaminya."Iya." Fawaz mengusap pipi Rania yang terasa halus itu."Kayaknya bini Lo dah pingin itu, bikin sana!" ujar Rafi yang duduk di depan mereka."Udah, bikin setiap hari," jawab Fawaz cuek.Kalimat itu sukses membuat pipi Aara bersemu kemerahan. Malu. "Mas!" peringatnya."Apa? Aku benar, kan?" tanya Fawaz sok polos. Bermaksud menggoda istrinya."Kalian jangan bisik-bisik di sini. Itu kasian si Kevin, ngenes gak ada gandengan."Tidak terima dengan ucapan sahabatnya, Kevin melempar kulit kacang pada Rafi. Aksi saling ejek pun terjadi pada ketiga sahabat itu.Keributan tiga orang itu, sama sekali tidak mempengaruhi Dafa dan Kirana yang berada di sana

    Last Updated : 2021-06-06

Latest chapter

  • LOVE and LIE   47

    "Jangan, Mas!" Aara mencegah Fawaz yang akan melakukan hal lebih jauh."Kenapa?" tanya Fawaz serak.Aara mendorong tubuh sang suami. Lantas wanita itu merubah posisinya menjadi duduk. "Ehm ... ini masih pagi.""Apa?!" Kenapa sih istrinya? Kenapa belakangan ini alasan yang dibuat wanita itu selalu aneh? "Tapi lagi ngga ada siapa-siapa. Lagipula kita di kamar, Aara!" kesal Fawaz. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan, langsung terjun bebas. Siapa juga yang tidak kesal, setelah diterbangkan ke atas awan lalu dihempaskan begitu saja?"Ya, siapa tau nanti ada orang datang."Berdecak keras, Fawaz menatap istrinya jengkel. Katakanlah dia kekanak-kanakan, tapi dia ini masih pria normal!"Jangan mengada-ada! Kalau memang kamu ngga mau bilang aja! Dan seharusnya dari awal kamu bilang, bukan seperti ini, kita sudah berjalan jauh dan kamu malah menolah," ujar Fawaz panjang lebar mengungkapkan rasa kesalnya yang semakin menumpuk."Maaf.""

  • LOVE and LIE   46

    "Ngapain kamu ke sini?"Fawaz mendengkus kecil, mendengar nada ketus itu. Namun, tetap saja hal itu tidak menyurutkan langkahnya menuju ruang makan. Bahkan dengan tidak tahu dirinya dia mendudukkan diri di salah satu kursi, tidak peduli meski ada mata yang memelototi dirinya.Sudah seminggu berlalu, tapi Fawaz masih saja rajin berkunjung ke rumah sang bunda. Dengan harapan kedua wanita yang dicintainya segera luluh. Lagipula mana betah dia sendiri di rumah, apalagi sekarang para pekerja Aara juga sudah bekerja di toko kue ibunya. Otomatis membuat rumah semakin sepi."Ck! Ngga sopan banget, ya. Main nyelonong aja!" sindir Laras."Aku lapar, Bun. Mau masak sendiri badanku lagi ngga fit."Untuk yang satu ini dia memang tidak berbohong. Tadi pagi saat bangun tidur, dia merasa badannya agak kurang sehat. Kepalanya juga sedikit berat."Kamu kenapa?"Nada khawatir yang begitu kentara itu, membuat senyum kecil terbit di bibir Fawaz. Ternyata

  • LOVE and LIE   45

    "Ngga ada yang penting." Aara kembali menghadap kaca, melakukan pekerjaan yang barusan sempat tertunda. Mengoleskan krim malam ke wajahnya.Menyugar rambutnya dengan kasar, Fawaz berjalan mendekati sang istri. Tidak penting katanya? Jelas itu sesuatu hal penting jika menyangkut istri dan manta suami wanita itu."Jelaskan!" tegas Fawaz. Posisinya yang sudah berada di belakang sang istri, membuat pandangan mereka bertemu dalam cermin.Menutup krim terakhir yang telah selesai digunakannya, Aara memutar tubuh meski tetap dalam posisi duduk. "Beneran ngga ada yang penting, Mas."Aara mendongak, menatap suaminya yang terlihat jelas sedang diliputi amarah. Namun, entah mengapa dia malah tersenyum kecil, ketika satu kesimpulan mampir di kepalanya. Suaminya tengah cemburu!Setiap malam dia selalu berpikir, tindakan apa yang akan dia ambil selanjutnya. Apa kebaikan yang akan diperoleh atas keputusan yang nantinya dia ambil. Hingga dia sampai pada satu pemiki

  • LOVE and LIE   44

    Membuka pintu minimarket, Aara dikejutkan oleh kehadiran pria yang kini berada di depannya. Dafa—pria itu—menatap Aara dengan pandangan yang, entahlah wanita itu terlalu takut mengartikannya. Karena dalam mata tajam itu terlihat kesedihan, kerinduan, kemarahan dan juga penyesalan.Tidak ingin terlalu lama dalam posisi seperti ini, Aara bergeser mempersilakan pria itu untuk masuk. Namun, tetap tidak ada pergerakan dari Dafa.Wanita itu menghela napas sebelum berkata, "maaf, Mas. Aku mau lewat."Aara tersenyum tipis seraya mengangguk kecil kala pria itu bergeser. Dengan langkah cepat dia keluar dari pintu, tapi gerakannya terhenti begitu mendengar sebuah pertanyaan."Bisa kita bicara?"Memejamkan mata, hati Aara dilanda rasa bimbang. Di satu sisi merasa tidak pantas jika berbicara berdua dengan mantan suaminya, tapi di sisi lain dia merasa mereka memang butuh bicara. Ada hal yang perlu mereka bahas dan juga perlu diselesaikan.Sete

  • LOVE and LIE   43

    Desahan lelah keluar dari bibir pria berkaca mata itu, kala mobilnya sudah berhenti tepat di depan rumah sang bunda. Dia tidak memasukkan mobilnya dalam garasi karena sebentar lagi pergi bekerja. Toh, ke sini dia hanya ingin melihat istrinya.Kemarin bundanya pulang dari rumah sakit, dan wanita paruh baya itu benar-benar melaksanakan perkataannya. Membawa Aara tinggal bersama wanita itu.Kesal, tentu saja! Akan tetapi, mau bagaimana lagi sang bunda pendiriannya sudah kuat sedangkan istrinya mau saja melakukan itu.Menghembuskan napas panjang sekali lagi, Fawaz membuka pintu hanya untuk mendapati tetangga depan rumahnya membuka gerbang. Terlihat jelas raut tidak suka Dafa ketika menatapnya. Berbeda dengan ibu dan adik pria itu yang tersenyum ketika mata mereka tidak sengaja saling tatap."Lho? Fawaz dari mana? Apa dari rumah sakit?" Tina yang sudah berada di depan pria berprofesi dokter itu, tersenyum semringah, yang menurut Fawaz terlalu berlebihan.

  • LOVE and LIE   42

    Dengan hati yang lebih lega, langkah kaki Fawaz terasa begitu ringan menyusuri koridor rumah sakit yang masih tampak lengang. Tentu saja, saat ini masih menunjukkan pukul lima pagi, di mana orang-orang belum memulai aktifitas. Setelah pembicaraan dengan istrinya semalam, akhirnya Fawaz mengalah. Pria berkaca mata itu memilih untuk pulang, tidak lagi memulai perdebatan dengan sang ibu. Membuka gagang pintu tanpa mengetuk, pria itu mendapati kedua wanita yang dicintainya menampakan raut berbeda. Jika Aara menatapnya biasa saja, tapi masih ada senyum tipis yang tergambar di wajah cantik itu. Sang ibu justru memberi tatapan malas, lalu memutar bola mata seakan menandakan kalau kehadirannya tidak diinginkan. "Assalamu'alaikum." Fawaz melangkah ke arah tempat tidur sang ibu. "Wa'alaikumsalam." Aara yang akan berdiri, bermaksud memberi tempat untuk suaminya lebih dulu dicegah oleh Laras. Melihat Laras memegang lengan Aara, membuat Fawaz menggeleng kecil. Dia

  • LOVE and LIE   41

    Dengan kecepatan penuh, Fawaz memacu mobilnya. Untung saja tadi dia masih ingat membawa barang keperluan bunda dan Aira. Setidaknya dia masih bisa mengontrol otaknya agar bisa berpikir waras.Perjalanan yang biasanya ditempuh dalam waktu 30 menit, kini Fawaz melaluinya selama 20 menit. Berjalan setengah berlari, laki-laki itu sengaja meninggalkan barang bawaannya. Biarlah nanti bisa diambil, pikirnya. Sekarang yang terpenting adalah menemui dua wanita yang dia cintai.Membuka pintu tanpa mengetuk. Fawaz diberi tatapan terkejut dari orang-orang yang berada di sana. Dia menghela napas berat, kalau bunda dan istrinya memalingkan wajah ketika dia berjalan mendekat. Bukan itu saja, tatapan permusuhan juga diberikan Rosi padanya. Sedangkan Rafi hanya menggeleng kecewa."Bun," panggil Fawaz."Ngapain kamu ke sini?" tanya Laras ketus. Tatapan malas dia berikan pada sang putra yang tampak sedih. Sebenarnya ada perasaan tidak tega, tapi begitu mengingat perbuatan F

  • LOVE and LIE   40

    Fawaz langsung memutar tubuh ke belakang. Begitu suara familiar itu, masuk dalam telinganya. Belum hilang kekalutannya karena melihat air mata sang istri.Kini hatinya seperti ditikam belati, mengetahui sang bunda berdiri di belakangnya. Mata yang mengeluarkan cairan bening itu, memandangnya penuh kekecewaan.Bagus! Sekarang dia berhasil mengecewakan dua wanita paling berarti di hidupnya."Bun," ucapnya seraya berjalan mendekati Laras dengan cepat."Semua tadi benar?""Bun ...." Fawaz menatap nanar sang bunda yang menolak dia sentuh."Jawab Fawaz!""Maaf.""Ya Allah ...." Laras memukuli dada putranya. Air matanya luruh, tidak menyangka anak kebanggaannya melakukan perbuatan sekeji itu."Udah, Bun." Aara yang sudah berada di antara ibu dan anak itu. Memeluk Laras dari samping.Sedangkan Fawaz hanya pasrah, saat mendapat pukulan serta tamparan dari sang bunda. Karena baginya hal ini tidak berarti apa-apa. Diba

  • LOVE and LIE   39

    Aara segera beranjak menuju kamar Fawaz yang berada di rumah Laras. Tadi pagi mereka memang memutuskan pulang. Namun, karena ada barangnya yang tertinggal dia memutuskan kembali ke rumah sang mertua.Toh, tadi sang suami juga mengabarkan akan pulang terlambat. Jadi, lebih baik dia mengambil barangnya sendiri. Setelahnya dia akan pulang, agar sudah sampai di rumah sebelum suaminya pulang.Dia sudah mengirim pesan pada Fawaz. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada balasan.Aara membuka lemari, mencari tas jinjing yang kemarin dia bawa ke sini. Begitu menemukannya, dia menarik benda itu. Kening wanita manis itu berkerut, saat beberapa jaket Fawaz yang terletak di bawah tas itu terjatuh.Suaminya pernah berkata, kalau jaket itu sudah lama tidak digunakan. Makanya tidak di gantung. Inginnya diberikan pada orang kurang mampu, tapi sampai sekarang sang suami belum ada waktu.Berjongkok, Aara memungut beberapa jaket yang berserakan itu. Hingga tangan

DMCA.com Protection Status