Satu bulan sebelumnya...
Di pagi hari yang tenang di kediaman Donny. Terdengar suara berisik dari lantai dua. Suara pintu dibanting dan derap langkah orang berlari menuruni tangga disertai teriakan
tap tap tap
“Papa!”
“Mama!”
Donny yang sedang duduk sambil menyesap kopi di kursi meja makan langsung meletakan kopinya. Dari teriakan Morin, dia tau sebentar lagi putrinya akan menghambur padanya. Betul saja tidak sampai tiga puluh detik kemudian, anak gadisnya itu sudah melompat ke pangkuannya dan memeluknya erat. Kapan anak gadisnya ini menjadi dewasa? pikir Donny.
“Aku lulus papa! Aku diterima di universitas X di Inggris!” pekik gadis itu semangat. Tentu saja hal itu juga membuat Donny bahagia. Anak itu belajar tanpa henti selama tiga bulan agar bisa lulus tes masuk universitas X. Dan sekarang gadis itu menuai hasilnya.
“Papa tau kamu pasti lulus sayang. Apa yang kamu mau sebagai hadiahnya?” tanya Donny sambil membelai rambut putri sulungnya.
“Aku mau ke Inggris papa. Di email dilampirkan undangan untuk melihat lihat kampusnya” jawab Morin.
“Tapi papa belum ada rencana ke Inggris lagi Morin.” jawab Donny sedih. Pekerjaannya sedang banyak di Indonesia sekarang. Dia belum bisa kalau harus menemani Morin ke Inggris dalam waktu dekat ini. Sedangkan istrinya masih sibuk mengurus kedua anak mereka yang masih kecil.
“Kan ada Om Darius disana” kata Morin dengan senyumnya yang terlalu polos. Yang tentu saja membuat Donny waspada.
“Apa yang kamu rencanakan Morin?” mata Donny menyipit curiga.
“Apa maksud papa? Morin kan mau melihat kampus tempat Morin kuliah nanti.” Morin masih menunjukkan wajah polosnya. Aduh, papanya ini terlalu jeli!
“Papa tau arti senyum kamu itu Morin. Kamu pasti merencanakan sesuatu. Katakan atau kamu tidak akan mendapatkan ijin” kata Donny tegas. Mengurus anak ini dari umur delapan tahun dan kerap kali membereskan berbagai masalah yang ditimbulkan oleh otak ajaib putrinya yang terlalu pintar ini tentu saja membuatnya mengenali ekspresi wajah anaknya saat akan berulah.
“Hehe.. Morin tidak mau berulah koq papa. peace” anak itu mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya. Yang dijawab Donny dengan tatapan skeptis. Tiap kali juga Morin mengatakan hal itu, dan selalu juga dia harus menyelesaikan masalahnya.
“Katakan atau tidak ada ijin sampai tahun depan waktunya kamu masuk kuliah.” jawaban yang membuat Morin mengerucutkan bibirnya kesal.
“Aish papa ini. Morin kan cuma mau menghabiskan waktu bersama Om Darius. Dengan tinggal bersama om Darius jadi Morin bisa modus supaya cepat dinikahin. Maret depan kan usia Morin sudah delapan belas. Jadi sudah bisa menikah” kata Morin.
Jawaban yang seperti biasa selalu membuat Donny tidak habis pikir. Jangan pernah mencoba menyelami pola pikir Morin, karena pasti bukan orang normal yang bisa.
Donny tidak menyangka kalau Morin masih terobsesi dengan kak Darius. Dulu dia berpikir kalau obsesinya telah hilang saat kak Darius menolaknya tiga tahun lalu. Karena sejak saat itu, Morin tidak pernah menanyakan kabar kak Darius lagi. Bahkan saat ibunya mau ke Inggris untuk mengunjugi kak Darius saja, anak itu tidak mau ikut lagi.
“Bukankah kamu sudah tidak terobsesi lagi dengan kak Darius?” tanya Donny.
“Bukan obsesi papa, ini cinta! C I N T A” Morin menjelaskan dengan mengeja kata katanya, seperti takut papanya tidak mengerti.
“Kamu sudah tidak pernah mencari kak Darius lagi sejak tiga tahun lalu” kata Donny, mengabaikan tingkah anak gadisnya yang masih seperti anak SD.
“Karena aku masih bocah saat itu. Aku bisa apa saat dia mengatakan aku anak anak? Memang kenyataannya aku masih anak anak. Tapi sekarang aku sudah tujuh belas tahun. Tidak sampai lima bulan lagi aku sudah delapan belas tahun, sudah bukan anak anak dan remaja lagi. Aku wanita dewasa. Jadi sudah waktunya dia melihatku.” kata Morin sombong, dia mengangkat dagunya.
Sepertinya sekarang juga masih bocah, pikir Donny.
“Kamu serius Morin? Kamu mau mengejar kak Darius hingga dia menikahimu?” tanya Donny memastikan, karena dia tahu Morin tidak pernah bercanda jika menyangkut kak Darius.
“Tentu saja papa. Perjuanganku tiga tahun ini tidak boleh sia sia. Seorang Morin selalu mendapatkan apa yang dia inginkan!” jawab Morin berapi api.
Melihat semangat Morin, akhirnya Donny luluh juga. Tidak luluh pun anak itu akan punya 1000 cara membuatnya mengijinkannya. Jadi untuk apa dia menyusahkan diri sendiri? seperti belum banyak saja masalahnya sekarang. Selama keinginan Morin bukan sesuatu yang buruk, biasa dia akan mengijinkan. Anak itu sudah tahu batasannya sendiri.
Donny menatap Morin seraya berpikir, anak gadisnya ini memang sekarang sangat cantik. Dia mewarisi kecantikan Mariska, hanya sikap dan perilakunya tidak kalem seperti Mariska. Dengan kepercayaan dirinya yang setingkat dewa, sebenarnya menjadi daya tariknya sendiri.
Di usianya yang baru tujuh belas tahun saja sudah membuat Donny harus menolak lebih dari sepuluh lamaran pernikahan dari kolega bisnisnya. Yang dia yakin, minimal setengah dari mereka memang menginginkan Morin, bukan hanya untuk keuntungan bisnis semata.
Lagipula dia juga tidak ingin kakaknya itu melajang seumur hidupnya. Siapa yang akan menemaninya disaat dia tua nanti? Yang akan berbagi suka duka kehidupan. Sekarang saja dia bosan sekali melihat hidup Darius yang sangat monoton, kerja doang isinya. Mau lihat Darius bersama wanita? tunggu Morin berhasil. Jika Morin saja tidak bisa, dia yakin kakaknya akan melajang seumur hidup.
Mungkin Morin dan segala keunikannya ini bisa memecahkan dinding tak kasat mata yang dibangun Darius. Kecantikan dan tubuh indah Morin adalah paket komplit yang sulit ditolak pria normal manapun, yang setahunya sampai sekarang kakaknya masih normal.
Belum lagi dengan kepintarannya yang memang diatas rata rata serta segala kelicikan dan akal bulusnya, belum tentu kakaknya itu bisa lepas dari jerat Morin. Sekarang sudah tidak ada batasan yang membuat Morin tidak bisa melancarkan aksinya karena memang sebentar lagi usianya sudah cukup untuk menikah.
Biasanya jika Morin sudah bertekad, dia akan mengerahkan segala upaya dan tipu dayanya. Dan sepertinya semesta seakan ikut berkonspirasi, mungkin ibunya di atas sana yang selalu membantunya.
Seperti saat membuat dirinya berhasil menikahi istrinya. Monika benar benar tidak berkutik selain menyetujui lamarannya dan menikah saat itu juga. Hal yang membuatnya berterima kasih pada otak licik anak itu. Padahal saat itu usianya baru sebelas tahun, apalagi sekarang?
“Baiklah, papa tidak akan melarangmu. Papa juga tidak mau kak Darius melajang seumur hidup” kata Donny.
“Yeay!!! Papa yang terbaik!” Morin kembali memeluk ayahnya.
“Tapi papa benar benar tidak ada waktu untuk menemanimu ke Inggris sampai tiga bulan kedepan” kata Donny lagi.
“Tidak masalah papa. Bulan depan Jisoo ada rencana ke Inggris untuk menemani Om Gavin mengurus perusahaannya disana. Morin bisa ikut mereka” jawab Morin cepat.
“Kamu sudah memperhitungkan semua ini ya?” Donny menyipitkan matanya, menatap putrinya yang sekarang memasang cengiran tak berdosa.
“Rencana harus dibuat sematang mungkin agar mengurangi resiko terjadinya kegagalan dikemudian hari papa. Dan tidak boleh ada kata gagal dalam rencana yang ini.” kata Morin dengan senyum culasnya.
Donny yang melihat senyum penuh intrik putrinya hanya bisa berharap kakaknya tidak akan menjadi gila nanti.
****
Kembali ke London saat ini…. Morin menarik Darius bukan menuju keluar club tapi ke salah satu meja VIP di sisi lain club itu. Dan sepanjang jalan itu Darius sibuk melindungi Morin dari tersenggol pria lain, padahal suasana sedang sangat ramai. Dia kesal melihat cara para pria itu memandang Morin dengan tatapan buas. Akhirnya mereka tiba di sebuah meja yang sepertinya diisi oleh teman Morin. Darius ingat pernah bertemu wanita itu di Jakarta dan dia juga mengenali pria yang duduk disana bersama teman Morin, Gavin Stefanus Lucas, pemilik Lucas Group. Ada beberapa teman pria itu juga disana. Darius menyapa mereka. “Jisoo, aku mau balik dulu ya dengan Om Darius” Morin menyapa masih dengan suara riangnya. Keriangan yang berasal dari keberhasilannya memisahkan om tersayangnya dari jendis kegatelan itu. Tentu saja Morin tau siapa wanita itu. Salah satu saingannya dalam mengejar cinta om tersayangnya. Bukan Morin namanya kalau tidak melakukan riset meny
Morin agak kesulitan mengikuti langkah kaki Darius, selain kakinya lebih pendek dari pria itu, dia juga menggunakan heels sepuluh sentimeter, yang membuatnya semakin sulit berjalan cepat.“Om, jangan cepat cepat. Nanti kakiku keseleo.” kalimat itu membuat Darius memperlambat langkahnya, walau pria itu tetap tidak melihat padanya.Saat memasuki lift untuk menuju parkiran basement barulah tatapan mereka bertemu kembali. Dengan heels setinggi sepuluh centimeternya, tinggi tubuhnya menjadi tidak terlalu jauh dari Darius. Tinggi badannya sekarang seratus enam puluh delapan sentimeter ditambah heels itu menjadi seratus tujuh puluh delapan sentimeter. Hanya selisih tujuh senti dari tinggi Darius. Hanya saja dirinya tetap terlihat kecil disebelah Darius yang memang memiliki tubuh gagah yang tinggi besar.Saat itulah Morin mulai menggunakan jaketnya kembali. Dia bahkan tidak berharap omnya akan membantunya, dia tahu omnya tidak peka dan dia tidak keberatan me
Setelah berulang kali tidak berhasil menghubungi Gavin, akhirnya Darius menyerah dan memutar mobilnya menuju apartemennya. Morin yang menyadari Darius sudah tidak berniat bertanya apapun lagi padanya hanya menatap keluar kaca jendela. Gadis itu harus mengigit bagian dalam pipinya agar tidak tersenyum dan bersorak.“Kapan kamu tiba disini?” perkataan Darius menarik Morin dari lamunan euforianya. Dimana dia sedang menimbang apa saja yang akan dia lakukan di apartemen Darius setelah ini. Dia sudah hafal di luar kepala semua trik yang ada dalam buku strateginya.“Kemarin Om”“Kenapa tidak menghubungiku?”“Morin takut mengganggu om, sepertinya om sangat sibuk. Om bahkan sudah dua tahun tidak pulang ke Indonesia.”“Hm.. belakangan aku memang tidak bisa lama meninggalkan pekerjaanku. Sedangkan kembali ke Indonesia pasti tidak sebentar.” Darius melirik Morin saat mengatakan hal itu. Dulu ana
Pukul delapan pagi Darius sudah bersiap untuk berangkat ke kantornya. Saat keluar dari kamar, dia tidak melihat Morin. Mungkin gadis itu masih jetlag karena gadis itu bilang dia baru tiba kemarin lusa. Jadi dia tidak tega untuk membangunkan Morin untuk mengantar gadis itu ke tempat Gavin. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang lebih cepat hari ini, nanti sore saja dia mengantarkan Morin ke tempat Gavin. Setelah menyiapkan sarapan untuk gadis itu, Darius berangkat ke kantor.Tidak lama setelah pintu apartemen ditutup, Morin keluar dari kamarnya. Gadis itu sebenarnya sudah bangun dari jam tujuh, tapi dia tidak berani keluar kamar. Dia tidak mau diseret Darius pagi pagi ke tempat Jisoo, tidak ada alasan bagi Om Gavin untuk tidak mengangkat teleponnya saat Darius menghubungi di pagi hari seperti ini.Morin tiba di London lima hari yang lalu, tapi dia sengaja tidak mencari Darius dari saat dia tiba. Hari ini adalah waktunya Jisoo dan Om Gavin kembali ke Jakarta. O
Darius kesal setengah mati. Dia menyadari kalau dia sudah masuk jebakan keponakan bandelnya. Selain harus mengurus keponakannya selama di Inggris, nanti dia juga harus mengantarkan anak ini pulang tanpa cacat* sedikitpun, atau dirinya akan habis oleh ibunya. Dan sekarang dia harus tahu apa yang sebenarnya membuat anak itu memaksa tetap disini.“Apa yang kau inginkan Morin?” tanyanya. Matanya menyipit curiga menatap keponakannya.“Melihat kampus tempat aku kuliah. Kan barusan Morin sudah bilang” jawab Morin polos sembari mengerjapkan bulu matanya. Padahal dalam hatinya sudah deg deg-an melihat cara Darius melihatnya.“Yang sebenarnya Morin?” kalimat itu lebih mirip tuduhan daripada pertanyaan.“Tentu saja sebenarnya” Jantungnya sudah seperti mau copot melihat ekspresi dingin Darius.“Aku tahu ada yang kau rencanakan” sekarang suaranya-pun sedingin cuaca di luar.“Kan sudah aku
Darius tidak menolak saat Morin menggandeng tangannya yang membuat gadis itu senang, padahal sebenarnya Darius tidak mempermasalahkan hal itu karena masih menganggapnya anak kecil yang sedari dulu suka menggandeng tangannya.Saat menunggu lift, Morin yang sudah penasaran sedari tadi akhirnya bertanya“Bagaimana cara om menemukan aku?”“Tentu saja dari GPS tracking yang kamu pasang di ponsel om” itu adalah tracking dua arah, jadi kedua belah pihak bisa saling memantau.“Om tahu?” mata Morin membelalak kaget. Darius yang melihat reaksi keponakannya menjadi bingung.“Bukannya memang kamu sengaja memasang itu untuk memberi tahu saya dimana posisi kamu. Agar saya bisa mengetahui dimana mencari dirimu?” tanyanya.Morin hanya diam. Tidak mungkin dia mengakui kalau GPS itu dia pasang untuk memata matai omnya. Malah sekarang omnya berpikir dia memasang GPS itu karena takut menjadi anak hilang di negara
Darius segera menyelesaikan makannya dan langsung masuk ke kamarnya, tepatnya ke kamar mandi. Dia sengaja mandi dengan menggunakan air dingin untuk meredakan panas yang tiba tiba datang tadi, padahal sekarang sedang musim dingin. Dia harus mengeyahkan pemandangan pinggang ramping dan mulus Morin dari otaknya. Namun bukannya bayangan itu hilang tapi malah ditambah bayangan tengkuk dan bahu mulus Morin yang dilihatnya semalam.Darius masih berdiri di bawah pancuran air dingin. Dia bingung dengan reaksi tubuhnya sendiri. Setelah sekian lama dia hidup sendiri dan tidak pernah menyentuh wanita, mengapa baru sekarang tubuhnya bereaksi seperti saat dirinya puber? Dan mengapa harus tubuh keponakannya yang bisa membuat pikirannya kemana mana? Tiba tiba sebua
Tiga puluh menit kemudian mobil itu berhenti di lobby Volle Tower. Morin turun dan masuk ke dalam bangunan itu. Dia memperhatikan tidak ada perubahan yang signifikan dari terakhir kali dia kesini tiga tahun lalu. Dia berdiri di lobby menunggu Raymond yang memakirkan mobil.Sekali lagi penampilannya menarik perhatian orang orang disana, selain karena rambutnya yang berwarna ungu, dia juga tidak menggunakan pakaian kerja, dia lebih tampak seperti artis yang sedang mau syuting film.Suasana lobby itu agak sepi karena sekarang baru jam tiga. Tidak lama kemudian, Raymond sudah masuk ke dalam lobby dan menghampirinya.“Mari ikut saya nona” kata pria itu dan Morin berjalan di belakang pria itu dan ikut naik lift menuju ruangan omnya.Namun sepertinya hari ini
“Lokasi meeting akhir tahun cabang Eropa dan Amerika akan dipindah ke Volle Tower Jakarta” kata Darius pada Jimmy, asistennya di Jakarta.“Ng.. bukankah rapat akhir tahun itu tiga hari lagi Pak?” tanya Jimmy memastikan dia tidak salah tanggal. Dia bahkan sedang menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk dibawa bosnya itu ke London.“Betul. Nanti kamu koordinasi dengan Raymon untuk memastikan semua peserta bisa datang tepat waktu” jawab Darius.“Baik Pak. Saya permisi dulu untuk mengatur persiapan meeting di Jakarta” pamit Jimmy. Begitu keluar ruangan bosnya, dia segera membuka komputernya dan menemukan email dari Raymond. Dia langsung sakit kepala begitu melihat isi email itu. Mampus! Ini tiga hari gak pulang juga gak kekejer!‘noted’Hanya itu balasan yang dikirimkan Jimmy pada Raymond. Dia tidak akan sanggup mengerjakan semua itu sendiri, sekarang dia harus mencari bantuan! Hanya James dan Raymond yang akan ke Jakarta, satu orang harus tetap berada di London untuk memastikan disana s
Semenjak menikah, Darius dan Morin tinggal di rumah Rosaline. Jika ada yang keperluan atau meeting, Darius baru akan berangkat ke London, itupun dengan membawa Morin bersamanya. Dan sekarang dia harus menghadiri rapat akhir tahun dan Morin baru melahirkan satu minggu, jadi tidak mungkin dia membawa istrinya itu ke London. “Apakah ada masalah beer?” tanya Morin yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Dia memperhatikan suaminya yang sejak tadi mengerutkan alis sambil melihat layar ponselnya. “Tiga hari lagi ada rapat akhir tahun yang harus aku hadiri di London” jawab Darius. “Oh. Jadi kapan kamu berangkat?” tanya Morin. Dia menatap suami tercintanya sendu. Semenjak menikah mereka selalu bersama, walaupun itu baru tujuh bulan ini. Jika sekarang suaminya harus berangkat ke London, berarti mereka akan terpisah beberapa hari. Sekali perjalanan saja memakan waktu enam belas jam. Jadi berangkat - meeting - pulang saja memakan waktu paling cepat tiga hari. Itu kalau meeting satu ha
Jenny cemberut saat menatap layar ponsel mahalnya yang untuk kesekian kalinya hilang signal. Sudah tiga bulan dia berada di pengasingannya dan tidak ada yang bisa dia kerjakan selain bermain game di ponselnya atau berkuda.Dia baru menerima kabar kalau Morin, sahabatnya baru saja melahirkan. Namun sejak tadi dia kesulitan untuk menghubungi sahabatnya itu untuk mengucapkan selamat. Itu semua karena signal di tempat ini yang lebih suka off daripada on. Jangankan jaringan internet, operator telepon saja lebih sering diluar jangkauan.Sepertinya dia harus berkuda hingga keluar hutan ini agar mendapatkan signal. Setidaknya ada perkampungan di dekat sini dan dia bisa kesana untuk mendapatkan signal agar bisa menelepon. Dekat sini yang dimaksud adalah satu jam berkuda, benar benar penderitaan untuknya.Dia mengganti pakaiannya dengan pakaian berkuda dan meminta pelayan disana menyiapkan kudanya. Bahkan sekarang dia sudah mahir berkuda. Dulu saat pertama kali tiba di hutan ini, dia hampir gil
BRAKPintu ruang perawatan Morin dibanting terbuka dan Sissy masuk dengan tergesa. Dia bahkan tidak memperhatikan Darius yang menatapnya dingin dari sofa karena mengganggu ketenangan di ruangan itu.“Morin, kau harus membantuku” teriak Sissy panik.“Sissy, aku baru melahirkan” komplain Morin dari ranjang perawatannya. Dia sekarang sedang menepuk bokong bayinya untuk menenangkan si baby yang baru selesai menyusu agar tidak terkejut.“Oh iya. Baiklah, kuulang dulu ya” kata Sissy. Dia berbalik dan berjalan keluar kamar.Tok tokCeklek“Hai Morin. Bagaimana keadaanmu? Ah si baby lagi menyusu. Lucu sekali” kata Sissy ceria sambil berjalan mendekati ranjang Morin.“Aku baik. Iya, baby Clayson sangat menggemaskan, apalagi saat dia sedang memperhatikan orang” jawab Morin ceria. Darius yang memperhatikan interaksi Morin dan Sissy lalu menggelengkan kepala dan berjalan keluar kamar perawatan itu. Bagaimana bisa satu kejadian diulang seperti sedang syuting film? Morin dan Sissy memang sahabat ab
Darius duduk dengan gelisah di depan ruang bersalin. Morin memilih untuk melahirkan dengan cara operasi caesar karena kata dokter bayinya besar. Operasi baru dimulai lima menit yang lalu dan paling lama setengah jam lagi dia sudah bisa melihat anaknya yang kata dokter berjenis kelamin laki laki. Semua anggota keluarga Hartadi juga menunggu disana. Tapi melihat wajah tegang Darius yang terlihat seperti ingin memakan orang, tidak ada yang berniat mengajak pria itu bicara. Mereka semua menunggui operasi itu dan berdoa agar operasi berjalan lancar. Di dalam ruang operasi, dokter ginekologi sedang menjahit bekas operasi di perut Morin setelah mengeluarkan bayi berjenis kelamin laki laki. Sekarang bayi itu sedang dibersihkan oleh dokter anak. Ruang bersalin itu menjadi tegang karena si bayi tidak kunjung menangis. Dokter anak sudah membalik tubuh bayi itu dan menepuk bokongnya untuk mendapatkan respon bayi itu. Namun bukannya menangis, bayi itu malah membuka matanya dan menatap tidak suka
“Ijsbeer” panggil Morin sambil mengguncang tubuh Darius yang masih tidur. “Ya Morin?” tanya Darius sambil mengucek matanya. Dia melihat kalau diluar masih gelap. “Aku ingin makan pai daging” kata Morin lagi. “Sekarang?” tanya Darius bingung. “Iya” jawab Morin. “Dimana pai daging yang buka jam segini?” tanya Darius sambil melihat jam yang menunjukkan pukul dua pagi. “Tapi aku mau” kata Morin manja. “Baiklah aku akan bangunkan koki untuk membuatnya” jawab Darius sambil turun dari ranjang. “Ga mau itu. Maunya yang dijual di pasar malam di London saat natal” kata Morin lagi yang membuat Darius menatap istrinya dengan alis berkerut dalam. “Morin, sekarang bulan Mei, Desember masih enam bulan lagi. Kau tahu sendiri kalau pai daging itu hanya dijual saat natal” kata Darius bingung. Mengapa juga Morin tiba tiba aneh begini? Membangunkannya untuk meminta pai daging yang dijual saat natal sekarang. “Tapi aku kepingin banget” jawab Morin sambil menatap suaminya dengan puppy eyesnya yang
Kalimat itu seperti bom bagi Fiona, dia langsung menoleh pada mantan suaminya dan baru menyadari kalau banyak lebam dan bekas luka baru di wajah pria itu. Tangan pria itupun terluka karena dia melihat perban melapisi tangan pria itu. “A-apa maksudmu?” tanya Fiona pucat pada Rizky. “Aku tidak bisa melihatmu menderita seperti ini Fiona. Aku tahu kau fobia gelap dan anak kita membutuhkanmu. Biar aku menggantikanmu” jawab Rizky sambil memegang tangan Fiona. “Mengapa kau terluka” selidik Fiona. “Dia berusaha menyandera istriku agar aku membatalkan tuntutannya padamu. Dan Rizky pasti sudah berada dalam kubur sekarang jika istriku tidak menahanku” jawab Darius. Jawaban Darius membuat Fiona semakin pucat. “Dasar bodoh! Untuk apa kau lakukan itu! Sudah kubilang aku tidak bisa mencintaimu!” omel Fiona panik. Dia mulai menangis karena ketakutan, takut jika pria itu mati karenanya. Mengapa Rizky begitu bodoh! Dia sudah bilang berkali kali kalau dia tidak bisa mencintai pria itu! Pria itu terl
sekolahnya. Semua berita sudah di setting sesuai dengan rencana yang mereka buat, karena interview pun hanya dilakukan oleh Volle Magazine. Morin sekarang selalu dikawal beberapa bodyguard jika akan keluar, dikarenakan masih sangat banyak wartawan yang berusaha mengejarnya untuk mendapatkan berita. Sekarang satu minggu sejak resepsi pernikahannya, Morin sedang berkumpul dengan squad lengkapnya di ruang VIP sebuah restoran, mumpung Rose dan Lisa juga masih di Jakarta. Mereka semua menyadari kalau sebentar lagi mereka akan berpisah dan entah kapan bisa bertemu lagi? Setelah ini Morin akan ikut suaminya ke Inggris dan Jenny akan diasingkan ayahnya. Hanya Sissy si pengangguran yang sedang membujuk Rose untuk mengajaknya ke Italia untuk memoduskan Garry Kean. Sedangkan Jisoo, wanita itu memang sudah memiliki keluarga sendiri dan dia juga bisa bertemu Morin di London jika Om Gavin ada pekerjaan disana. Mereka sedang bersenda gurau dengan heboh saat mendengar suara pistol di kokang, yang me
Morin merencanakan resepsi pernikahan dibantu oleh Monika, Eloisa dan Rosaline. Rasanya tidak mungkin meminta Darius membantu menyusun acara resepsi. Dan sesuai dengan perkiraan Darren, resepsi akan dilakukan di resort terbaru Rosaline yang berbentuk kastil di kepulauan seribu yang menjadi hadiah pernikahan mereka.Darius hanya sekali ikut campur dalam hal ini, yaitu pada saat memilih gaun untuk resepsi. Morin tidak boleh menggunakan gaun yang agak terbuka, jangankan terlihat belahan dada, bahu dan punggung saja tidak boleh. Jadilah Morin menggunakan gaun yang tertutup dari atas sampai bawah. Untung bentuk tubuhnya belum banyak berubah, tubuhnya masih terlihat indah walau ditutup semua.“Morin, kamu yakin mau menikah dengan kak Darius?” tanya Monika khawatir yang membuat Morin mengerjapkan matanya bingung.“Kau pun tahu dia sudah menikah dengan Darius” jawab Rosaline sambil tertawa. Dia mengerti kekhawatiran Monika, melihat begitu posesifnya Darius pasti mengingatkannya pada Jeffry Wi