Semalaman, pria bermanik hitam itu terjaga, memastikan wanita yang ada di dalam pelukannya baik-baik saja. Dalam tidurnya dia selalu terlihat gunda, Evanya membuat dia merasa terancam, pengaruh dari kehadiran wanita itu membuat tubuh Arumi panas dingin memikirkannya.
Selama beberapa saat Randika tidur dengan posisi miring menyangga kepala dengan tangan. Dan dalam pelukannya, Arumi terlelap, menyembunyikan wajahnya di dada Randika. Kali ini dia tidak akan berfikir kotor karena Arumi sedang membutuhkan kehangatan darinya.
Di detik-detik terakhir mata Arumi terpejam, Randika memberanikan diri untuk menghubungi Rilan dan Brian. Namun, tangannya tidak berhenti mengelus wanitanya. Dengen kelembutan dan penuh kasi sayang, Randika membelai kening Arumi yang terasa hangat, sepertinya perempuan ini sedikit demam.
"Apa sudah ada kabar tentang keberadaannya?"
'Belum.'
"Apa,
Lamunan itu buyar ketika pintu terbuka dan Randika muncul di sana. Arumi berpura-pura merapikan rambutnya, untung saja dia sudah memakai batrobes untuk menutupi tubuhnya kalau tidak, entah apa yang akan terjadi.Randika mendekatinya dengan senyum yang penuh godaan pria itu menyematkan lehernya pada bahu Arumi. "Apa yang kau lalukan berjam-jam di kamar mandi? Apa kau sedang menghindariku?""Ti-tidak.""Lalu kenapa kau cukup lama.""Aku .... Aku, aku hanya sedang merapikan rambutku," ucap perempuan itu terbata-bata.Randika terkekeh. "Apa kau malu denganku?""Aku akan keluar," ucapnya menerobos tubuh Randika yang berdiri tepat di hadapannya.Bukan main, betapa malunya Arumi saat ini. Bagaimana tidak, Pria itu melakukan penyatuan tubuh tanpa seijin darinya, dia bahkan membuka tanktop yang dia pakai tanpa ragu-ragu."Aaaa
"Maaf Tuan, hari ini kau ada rapat penting dengan para pemegang saham," ucap Clarisa sekretaris pribadi Randika. "Aku tahu, Rilan sudah mengingatkanku," jawabnya tanpa menoleh ke arah sumber suara. Randika terfokus pada objek di depannya. Dia memegang tablet sambil melihat sebuah titik yang menunjukan di mana Evanya dan Damian berada. Dia duduk sambil memijat pelipisnya yang terasa pening, itu karena sudah 2 jam dia mengamati titiik merah itu. Namun, titik itu tidak bergeser sedikitpun. Wanita itu kembali membuat masalah dengan kabur dari penjara, dia membayar beberapa penjaga untuk membantunya melakukan siasat untuk bisa mengelabui tiga sekawan itu. Dan Damian, pria yang Randika pikir tidak ada pengaruh apapun untuk kehidupannya kini menjadi bencana. Randika kembali fokus pada pekerjaannya, dia membereskan semua yang di perlukan untuk rapat pemegang saham. Terlalu fokus dengan tumpukan kerta
Lampu Mansion sudah padam, memang dirinya pulang dengan sangat larut, Clarisa membuat hari ini dia lewati dengan sangat berat. Akibat sakit hatinya membuat Randika harus menangani semua rapat sendirian, hingga membuat dia lupa bahwa hari ini ada janji bersama kekasihnya. Namun, setidaknya semua urusan kantor sudah dia selesaikan. Karena setelah pernikahan Randika dan Arumi akan berbulan madu ke kuba. Perlahan, dia melangkah ke arah kamar wanita bermanik cokelat itu. Mungkin saja sekarang Arumi sedang marah padanya. Hari ini dia terlalu sibuk hingga tidak sempat membalas pesan bahkan menerima panggilannya. "Nona enggan makan dari tadi siang Tuan. Sedari pagi dia terus menunggumu." ucap Minora yang tiba-tiba muncul di balik punggungnya. Benar saja perempuan itu tidur dengan kening yang berkerut penuh kegelisahan. Bibir manyunnya mendakan bahwa dia memang sedang merajuk. Namun, yang di khawarirkan Randika adalah pernikahan mereka sudah di depan mata, jika Arumi
Ketika mata Arumi terpejam, indera pendengarannya aktif. Arumi mendengar keluh kesah Randika yang dia ungkapkan kepada Minora. Baik pernyataan cinta, juga rasa penasaran tentang seberapa besar amarah kekasihnya. Dan Arumi bersyukur bisa mendengarnya. Dia bisa tahu, seberapa besar cinta dan keseriusan Randika padanya. Musim telah berganti dari musim gugur menjadi musim dingin. Dan musim dingin kali ini berbeda dari tahun sebelumnya. Musim dingin tahun lalu, dia menangis karena kehilangan kedua orang tuanya. Namun, tahun ini, dia tersenyum menyambut kehidupan barunya. "Kau seharusnya makan Sayang pipi mu terlihat kurus." Arumi menampilkan wajah cemberut, dia mengeratkan pelukan kekasihnya. "Aku lapar," ucapnya pelan. Randika menatap jam tangannya, jam menunjukan sudah lewat tengah malam. Dia yakin para pelayan juga sudah tidur. Dia berfikir sejenak, mungkin saja Minora belum tidur. Randika berg
"Kau ingin membuatnya sendiri Tuan?" "Jika bisa, aku tidak akan membangunkanmu bodoh!" "Baiklah, pertama-tama kita akan membuatkan telur." Sejenak dia menoleh ke arah tuannya. "Telur apa yang di inginkan Nona?" "Telur apa? dia hanya mengatakan nasi goreng tidak dengan telurnya." "Jadi intinya kau tidak tahu telur apa yang di sukai calon istrimu?" tanya Minora dengan nada mengejek. Tidak tahu apa yang harus dia katakan, Randika menggunakan kekuasaannya dan menekan Minora agar diam. "Tutup mulutmu dan lanjutkan pekerjaanmu atau gajimu akan aku potong." Minora memelototi Randika. "Dasar penjajah." "Aku akan membantu menggoreng telurnya, tapi kau harus tetap memperhatikannya jangan sampai gosong," ucapnya yang di sanggupi oleh pelayan cerewet itu. Randika memecahkan telur dengan hati-hati ke dalam wajan. D
Malam itu berakhir dengan Arumi yang kembali tertidur setelah makan. Keduanya menghabiskan waktu menonton drama televisi hingga akhirnya mata Arumi lelah dan terlelap di pelukan kekasihnya. Randika memperbaiki posisi tudur kekasihnya lalu menyelimutinya dengan selimut tebal. Yang terakhir, dan selalu tidak terlewatkan. Pria dengan manik hitam itu memberikan kecupan pada bibir kekasihnya, cukup lama hingga membuat Arumi melenguh lalu bertukar posisi membelakangi Randika. "Kita akan melewati sepanjang malam bersama saat sudah menikah nanti. Tetapi, lihatlah. Kau bahkan sudah membelakangiku sekarang. Aaaah, kau sangat tidak Romantis." Pria itu hanya tersenyum melihat tingkah kekasihnya. Randika menahan napas sesaat ketika menutup pintu, dia takut suara pintu yang dia tutup terdengar oleh Arumi. Berhasil menutup pintu tanpa suara, Randika malah di kagetkan dengan suara yang tiba-tiba muncul. "Aku
Seorang pria dengan hoddi hitam dan topi berjalan menelusuri gang-gang kecil yang sempit. Sambil merokok pria itu melangkah dengan waspada tenggelam di antara gedung-gedung pencakar langit menuju sebuah perumahan kumuh yang gelap. Tidak ada cukup matahari yang masuk ke sana, hanya tersinari lampu-lampu juga di ramaikan dengan lalu lalangnya orang-orang dengan tingkat sosial yang cukup. "Evanya." "Hallo Damian." "Apa kau baik-baik saja?" tanya pria bertopi hitam yang duduk sambil menghembuskan asap dari sisa rokok di tangannya. "No! aku sangat menderita di sini, di mana pun ada banyak nyamuk." "Kau harus bisa terbiasa Evanya." "Bisakah kau memindahkanku ke tempat yang lebih baik, atau aku kembali saja ke apartemenku." "Tidak Evanya, jangan melakukan itu, Randika akan menangkap kita berdua jika kau melakukan hal bodoh lagi." "Lantas aku harus bagaimana, tempat kumuh ini membuat ku hampir gila." Damian membuang pun
Akhirnya Evanya keluar dari persembunyian saat gelap mulai pekat. Jarum jam menunjukan pukul 10 malam, perempuan dengan pakian serba hitam itu berjalan dengan sangat hati-hati. Lirikan matanya tajam melihat keadaan agar tetap aman untuknya.Beberapa menit menelusuri lorong gelap akhirnya dia sampai di depan jalan, terlihat ada mobil hitam dengan semua kaca tertutup sedang menunggunya di sana. Evanya melambaikan tangan membuat pria yang ada di dalam mobil menurunkan kaca jendela. Secepat kilat, dia berlari kecil dan masuk ke dalam mobil, berharap jika tidak ada siapapun yang melihat mereka."Ayo jalan.""Apa ada yang melihatmu?" Damian melirik ke arah spion memeriksa sekali lagi bahwa keadaan sekitar aman dari jangkauan Randika dan kawanannya."Ku harap tidak.""Apa yang akan kita lakukan ini akan sangat beresiko Evanya, apa kau siap?""Aku siap!" 
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n