Beberapa hari kemudian, di bar pribadi.
Athan tengah memutar gelasnya perlahan sambil menatap keluar jendela."Ah, kau sudah datang, Gelsi?" celetuk Athan ketika seorang pria berambut cokelat terang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Bagaimana situasi saat ini?" tanyanya seraya berbalik."Ya, Tuan. Saya mendapat informasi adanya laporan kasus orang hilang dalam beberapa hari terakhir. Kebanyakan dari mereka menghilang ketika malam hari dan diduga saat sedang sendirian," jelas Gelsi memberikan laporan."Berapa orang yang hilang?" tanya Athan dengan tatapan serius, alisnya sedikit berkerut di ujung."Sampai saat ini ada sepuluh orang. Jumlah laporan kehilangan setiap harinya juga terus meningkat," terang Gelsi tak kalah serius.Athan mengeratkan rahang. "Kita harus terus waspada. Perketat keamanan di setiap titik kota dan habisi para penyelundup itu! Jangan sampai mereka menyentuh tempat ini!" titah Athan penuh kegeraman."Baik, Tuan," sahut Gelsi deSedetik sebelum vampir mengerikan itu menggapai pundak Acasha, tiba-tiba saja, seorang pria bermantel hitam sudah berdiri di depan Acasha. Tanpa sempat memperlampat kecepatan dan menghentikan larinya, Acasha seketika menabrak pria itu dengan keras.Brukk!Dengan sigap, pria itu menangkap tubuh ramping Acasha dan mendekapnya dengan erat. Acasha diam tak berkutik. Ia terus memejamkan pelupuk dan merapatkan wajahnya hingga mampu mencium aroma mawar yang sangat kuat dari pemilik tubuh itu."Acasha, kamu baik-baik saja? Adakah yang terluka?" tanya sang pria terdengar khawatir.Mendengar suara yang dikenalnya itu, Acasha mengangkat dagunya perlahan dan menatap pria yang mengkhawatirkan dirinya."Athan?" batin Acasha terkejut. Tanpa sadar, air matanya mengalir.Lalu, ia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang setelah tak mendengar suara menakutkan yang membuat bulu kuduk merinding. Namun, Acasha tidak lagi menemukan sosok vampir mengerikan yang sempat meng
Di malam itu juga, Athan mengumpulkan orang-orang kepercayaannya di ruang pertemuan. Empat dari lima orang sudah berdiri di posisinya masing-masing saat Athan tiba di sana."Di mana Demian?" tanya pria berambut cokelat gelap yang tak lain adalah Drew. Ia datang tanpa kumis palsunya malam ini."Dia menemani Acasha di kamar. Mungkin, dia akan menyusul nanti," sahut Chesy, menaikkan sebelah alis.Drew manggut-manggut. "Hmm, oke."Athan berdiri di antara mereka dan mengamati satu per satu wajah yang telah hadir di sana."Satu Forbidden Blood hampir menyerang Acasha malam ini. Aku heran, bagaimana bisa dia lolos dan menyelinap masuk ke taman belakangku? Adakah dari kalian yang bisa menjelaskan situasi ini?" tanya Athan dengan suara mengintimidasi.Gelsi menoleh dan memberikan salam penghormatan pada Athan. "Maaf, Tuanku. Izinkan saya menjelaskan terlebih dahulu."Athan melipat tangan di depan dada. "Katakan.""Malam ini, kami menemukan sepuluh Forb
Acasha menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia berusaha menggunakan intuisinya untuk memilih lorong mana yang harus dia lalui untuk menemukan kamar Athan karena dia sering melihat Athan berkeliaran di lantai bawah daripada lantai di atasnya.Setelah cukup lama menimbang-nimbang, akhirnya, Acasha memilih lorong yang terhubung menuju perpustakaan. Suasana di sana lebih tenang dan nyaman dibandingkan lorong satunya karena lorong tersebut jarang dilalui oleh penghuni mansion yang lain.Dengan langkah pasti dan penuh percaya diri, Acasha menjejakkan langkah di sana. Pencahayaannya temaram, mengandalkan lampu-lampu gantung di sisi kanan dan kiri dinding karena hari masih gelap dan orang-orang di mansion masih tertidur.Hanyalah Acasha yang tiba-tiba saja terbangun dan memiliki ide gila untuk berkeliaran di area mansion seorang diri. Padahal, ia baru saja mengalami insiden menakutkan beberapa jam lalu. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi Acasha karena At
"Apa Tuan berubah pikiran?" Acasha mengulang pertanyaan. Suaranya terdengar sangat lirih, bahkan lebih mirip seperti berbisik. Berbanding terbalik dengan debaran jantungnya yang semakin riuh. Athan menatapnya tajam. Tanpa berkata, tanpa menimbulkan suara. Napasnya pun berembus dengan teratur, seirama dengan gerak bahunya yang naik dan turun. "Kenapa dia diam saja?" batin Acasha tanpa tahu harus berbuat apa. Dalam beberapa waktu yang mendebarkan itu, mau tak mau membuat Acasha harus memperhatikan wajah tampan itu dari jarak dekat dan lebih detail. "Matanya sangat indah," gumamnya membatin sekaligus merasa takjub melihat pancaran mata yang jernih dan tajam itu, seolah ada energi sihir yang memikat dan menariknya untuk masuk lebih jauh. Ketika kewaspadaan Acasha melemah, Athan mulai memangkas jarak yang tersisa sambil mengungkung tubuh Acasha dengan kedua tangan yang bersandar pada rak buku. Seketika, Acasha memejamkan mata hingga tak sadar menge
Gretta tetap diam, tak menanggapi. Hanya terlihat pundaknya yang naik turun dengan cepat dan suara napasnya yang terengah-engah."Lepas!" perintah Orion tiba-tiba.Gretta langsung menarik mulut dan tangannya dari sana. Ia pun terduduk dengan lemas."Bersihkan dirimu. Jangan keluar sampai aku mengizinkan!" titah Orion sembari menyimpulkan ikatan.Ketika Orion berbalik dan mulai melangkah menyeberangi kamar, Gretta sontak berdiri dan berlari menyambar pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu mendekapnya erat sambil berlari menuju kamar mandi.Brakk.Dengan napas tersengal-sengal, Gretta bersandar pada pintu dan memerosotkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. Tubuhnya membeku dan berwarna pucat, bahkan ujung jemari tangan dan kakinya sudah membiru.Seluruh tubuhnya gemetar dan nyaris mati rasa akibat kulit polosnya terlalu lama terpapar dinginnya malam musim dingin yang menusuk hingga ke tulang.Sungguh biadab! Vampir keji itu memang tak punya h
"Bukan salahku, jika aku melakukan ini padamu. Jelas kau sendiri yang mencari masalah dan menantangku, maka aku akan menghadiahimu hukuman yang setimpal," ujar Orion menanggalkan satu-satunya kain yang melekat di tubuhnya. Gretta gelagapan dan meraih pinggiran bathub dengan panik, berusaha menegakkan punggung dan memasok oksigen ke dalam paru-parunya yang syok dan tanpa sengaja kemasukan air. Belum sempat Gretta menyingkirkan helaian rambut yang menutupi pandangannya, ia merasakan sesuatu ikut masuk ke dalam sana, menyentuh kaki, lalu mendorong tubuhnya hingga bersandar pada bathub. Air berkecipak hingga meluber membasahi lantai karena bertambahnya massa tubuh ke dalam air. Napas Gretta mendadak tercekat di tenggorokan saat melihat wajah Orion beberapa senti dari wajahnya. Dengan lembut, ia menautkan helaian rambut Gretta ke belakang telinga. "Bukankah ide bagus melakukannya di sini? Kita bisa bersenang-senang sekaligus mandi bersama," bisik Orion di
Mendengar jawaban memuaskan, Orion langsung bangkit dan mendorong tubuh Gretta hingga ia tenggelam ke dasar bathub.Gretta menggapai tepian bathub dengan kelabakan setelah mendapatkan serangan mendadak. Tanpa sadar, ia melayangkan tatapan sinis pada Orion setelah wajahnya kembali muncul ke permukaan."Ah, kau berani memelototiku sekarang? Kau benar-benar ingin kuhabisi di saat terakhirmu nanti?" ancam Orion, balas menatap garang."T-tidak, Tuan. Saya tidak sengaja," jawab Gretta, menundukkan wajah.Orion kembali memasang tampang licik. "Kau beruntung, aku masih ada agenda lain setelah ini. Jika tidak, kau akan merasakan ganjaran yang luar biasa sekarang." Orion keluar dari bathub dan mengambil handuk kimono, lalu mengenakannya. "Kau ... nikmati saja hari terakhirmu sebagai manusia. Apa pun itu, kau boleh lakukan sesukamu. Makanlah yang banyak dan bersenang-senanglah. Aku akan meminta Bedros menemanimu besok setelah matahari terbit," ucap Orion sebelum akhirnya me
Ceklek. "Oh, Acasha, maaf sudah meninggalkanmu sendirian. Kamu pasti bosan, ya?" tanya Demian ketika masuk dan melihat posisi Acasha yang tergeletak melintang di atas ranjang. Buru-buru Acasha duduk dan menyahut, "Ah, kamu sudah kembali, Demian? Di mana Tuan Athan?" Demian mengernyit. Baru kali ini, Acasha terang-terangan menanyakan Tuan Athan setelah sekian lama. "Tuan Athan ... aku kurang tahu. Kami berpisah di aula depan dan aku langsung ke sini. Kalau kamu ada perlu, aku bisa menemanimu mencarinya." "Oh, tidak, tidak perlu. Aku hanya bertanya saja." Acasha berpikir, mungkin dia berpisah dengan Demian untuk bertemu dengan Tarissa. Tanpa sadar, Acasha tersenyum sendiri. "Kenapa, Acasha? Adakah sesuatu yang menarik ketika aku pergi?" Demian mendekat ke sisi ranjang dan melihat botol minuman di atas nakas. "Oh, botol ini ...." "Ah, itu—" "Ini dari Tarissa, kan? Kapan kamu bertemu dengannya? Apa dia datang kemari?" potong Demian
Deg ... deg ... DEGDEGDEGDEG ....Degup jantung pria yang tengah tertunduk, terkulai tak berdaya dalam cekalan rantai terkutuk pada kedua tangan dan kaki itu, mulanya sangatlah lemah akibat kehabisan darah. Namun, kini debaran di dada terasa semakin cepat, sangat cepat dan semakin intens seolah ingin meledak dan menghancurkan tulang rusuk menjadi berkeping-keping.Demian membuka mata. Ada kilatan merah di lensa birunya yang membelalak lebar. Keningnya berkerut dalam menahan sensasi sakit luar biasa tengah menggedor-gedor dada bidangnya. Peluh bercampur darah pun mengalir di pelipisnya."Khhh ...."Sesak! Paru-parunya terasa dihimpit batu besar dari dua arah berlawanan. Oksigen sama sekali tidak bisa masuk dengan benar memenuhi rongga-rongga udara seolah ia sedang tercekik dan tak sanggup pula untuk berteriak.Tubuhnya lantas memberontak. Bergerak-gerak dengan brutal dan tak terkendali akibat rasa sakit yang tak bisa didefinisikan lagi dengan kalimat apa pun. Tidak ada satu pun ungkapa
Angin berembus kencang menggoyangkan dahan dan ranting serta menerbangkan butiran salju berputar-putar di udara. Deburan ombak di laut tak kalah riuh menabrak batu karang juga dermaga seolah ingin melahapnya.Langit malam tampak cerah-berawan membawa kelam semakin mencekam saat rembulan perlahan kehilangan cahayanya dan berubah warna menjadi merah, semerah darah.Ialah Super Blood Moon. Fenomena yang terjadi setiap 195 tahun sekali, ketika matahari, bumi, dan bulan berada dalam satu garis lurus. Bulan akan masuk seluruhnya ke dalam bayangan inti atau umbra bumi, sehingga tidak ada sinar matahari yang bisa dipantulkan ke permukaan bulan.Dalam fenomena menakjubkan yang sedang berlangsung itulah, takdir baru sang vampir muda dimulai.Acasha terbangun dengan kedua warna mata berbeda. Iris ungunya telah berubah warna serupa merah darah, menatap lurus vampir berusia ratusan tahun yang tengah memangkunya."Acasha ...." bisik Athan tertegun melihat perubahan yang sudah pernah ia perkirakan s
"Dasar sinting!" umpat Chesy bersikeras memberontak dan mendorong tubuh Bedros ke depan. Namun, sang kaki tangan Orion yang setia itu justru mengunci tubuh Chesy semakin kuat dan menancapkan taring tajamnya di leher jenjang Chesy yang sudah sangat menggiurkan sejak tadi. Gluk ... Gluk ... Gluk .... Benar. Mirip tapi beda. Mirip dari rambut ginger-nya yang bersinar cerah bagai daun maple di musim gugur. Lalu, bedanya ... harum tubuhnya bak bunga gardenia yang bermekaran dan manis darahnya sangatlah nikmat, membuat siapa pun yang menghisapnya merasa tenang dan larut dalam kesejukan di setiap tegukan, tak terkecuali dengan Bedros. Aroma gardenia yang diterbangkan angin mencapai indra penciuman Gelsi. Ia pun menoleh. Tepat di depan mata, ia menyaksikan satu-satunya putri kesayangannya yang seorang Half Blood Klan Agathias tengah tak berkutik dalam rengkuhan Loyal Blood Klan Remo. Terpantiklah percikan api seketika mengobarkan kemurkaan di dalam diri seorang ayah vampir. "ENYAHK
Sang surya mulai menyembunyikan terang sinarnya, berganti dengan gulita yang siap menyongsong hamparan kristal beku, menambah suasana mencekam yang semakin menyelimuti Pegunungan Wolley.Udara dingin bukanlah masalah besar bagi para vampir, tetapi serangan dari makhluk yang diciptakan dari darah terlarang itu tak kunjung berakhir. Mereka datang dari berbagai penjuru, bagai muncul dari selang air yang menyemburkan Forbidden Blood nan menjijikkan, hingga membuat muak para Loyal Blood yang tengah membasmi mereka. Namun, ada satu hal positif yang bisa menjadi petunjuk. Dengan semakin rapatnya intensitas kemunculan Forbidden Blood, berarti mereka sudah semakin dekat dengan lokasi tujuan.Athan, sang Pure Blood Klan Agathias, ditemani Half Blood dan ketiga Loyal Blood terdekatnya, terus berlari dalam kecepatan yang sama—sangat cepat—demi mengejar detik yang terus bergulir."Waktu kita tidak banyak," gumam Athan setelah menatap langit sesaat.***Setelah menghadapi segala aral melintang, ak
"Jangan bilang ... dia belum kembali," ucap wanita itu, tercenung."Ha ...." Ela mendongakkan kepala, menghela napas kesal. "Nona, saya tahu, Anda tidak menyukai Nona Acasha, tapi saya tidak menyangka kalau Anda sejahat itu.""Nona Zelika, kenapa Anda tega meninggalkan Nona Acasha sendiri? Seharusnya Anda membawa dia kembali bersama kami!" imbuh Lieke tersulut emosi, entah ke mana perginya ketakutan dan kekhawatiran yang sempat menciutkan nyali.Zelika memejamkan pelupuk sambil memijat pangkal hidungnya pelan. "Nona-Nona Sekretaris, sebenarnya bukan saya yang meniggalkan, justru saya yang ditinggalkan. Lagi pula, saya sudah berbaikan dengan Nona Acasha. Sudah tidak ada lagi niat jahat padanya barang sedikit pun."Dengan alis yang masih bertaut, Lieke membalas, "Lalu, di mana dia sekarang?""Mungkinkah, dia sudah masuk ke sini sebelum kami?" celetuk Ela. "Atau berlindung di tempat lain?" lanjutnya.Zelika mendesah pelan. Parasnya tetap terlihat cantik dan menawan meski gurat keresahan
Brakk!!! Sebilah meja persegi panjang yang terbuat dari pahatan kayu pinus seketika terbelah dan hancur berkeping-keping setelah Athan menerima kabar buruk yang disampaikan oleh Chesy.Bukannya dia tak tahu, bahkan dia sudah memperkirakan bahwa peristiwa ini cepat atau lambat akan terjadi jua. Namun, ia tetap tak bisa menyangkal atas ketidaknyamanan yang sedang ia rasakan saat ini. Bagaimana pun dia telah gagal mengantisipasi."Dasar, ceroboh!" umpat Demian, menggeram. Alisnya menukik tajam, bak bara api menyala di merah matanya, rahangnya mengetat, pun tangannya mengepal erat.Tak berbeda jauh dengan Chesy, perasaannya sangat kalut. Sambil menahan emosi yang terus menggelegak, ia menunjukkan ponsel milik Demian dan Acasha yang sudah remuk."Kami menemukan ini ... sudah hancur tergeletak di trotoar."Tanpa berkomentar, Athan menatap tajam Gelsi yang tengah sibuk dengan laptop di lantai—sebab meja yang semula dijadikan alas sudah dihancurkan Athan dan dia membutuhkan kesepuluh jarinya
Tanpa mereka sadari, seorang pria dengan setelan jas formal tengah mengintai mereka sejak tadi. Dia terus memerhatikan dari kejauhan tanpa sedikit pun berpaling.Dialah Demian. Pria yang diam-diam mengikuti ke mana pun Acasha pergi hampir seminggu ini, tapi bersikap sok cuek ketika berhadapan langsung.Dia melakukan semua itu untuk menutupi rasa canggung yang terbentang sejak pengakuan bodohnya tempo hari.Namun, entah dasar apa, Demian tetap tidak bisa melepaskan Acasha menjauh dari pandangannya barang sedetik saja. Karena itulah dia melakukan cara ini di belakang. Sebuah tindakan pengecut dari seorang pria yang masih mencari-cari makna dari kata cinta.Demian yakin, gadis muda yang tengah menggandeng lengan Acasha itu memiliki hubungan yang tidak baik dengan Acasha. Tapi, apa yang telah terjadi sampai mereka bisa tampak sedekat itu?Namun, sebelum itu, bagaimana bisa gadis itu ada di sini? Sudah dipastikan sebelumnya, tak ada satu pun dari mereka yang mengetahui ke mana perginya Aca
Setibanya di suatu restoran bernuansa kafe yang tak terlalu jauh dari kantor, Acasha dan Zelika duduk berhadapan dengan canggung."Ehm, soal tadi ... apa yang ingin Nona bicarakan?" tanya Acasha membuka percakapan setelah keheningan yang panjang.Zelika tampak ragu-ragu. Ia pun menyesap lemon tea yang sudah mereka pesan, lalu menatap Acasha lekat-lekat. "Saya ... maafkan saya, Nona ...." ucapnya dengan wajah tertunduk. Entah ke mana perginya kepercayaan diri dan keangkuhan yang selalu terpancar di wajahnya.Alis Acasha mengerut. "Maaf? Maaf untuk apa?" tanyanya masih tidak mengerti.Ingatan tentang kemurkaan sang pemimpin klan tempo hari seketika kembali terekam di benak Zelika. Tanpa perlu mengetahui latar belakang tentang status dari sang sekretaris itu, Zelika harus sadar diri dan tahu batasan bahwa Acasha bukanlah seorang manusia sembarangan. Pastilah dia punya pengaruh besar untuk klan Agathias."Saya melakukan kesalahan pada pertemuan terakhir kita. Saya tidak yakin Nona ingat a
"Kenapa aku di sini? Sebenarnya, aku sedang bersama siapa? Aku ... tidak bisa melihat wajahnya sama sekali. Tapi, kenapa ... rasanya ... mhh ...."Pikiran dan batinnya terus beradu untuk memenangkan, siapa yang harus ia ikuti? Gairah yang terasa semakin nyata ataukah akal sehat yang terus meneriakkan kata-kata, "Bukankah seharusnya kau bersama Orion?"Dalam sekejap, Gretta mendorong tubuh di atasnya dengan sangat kuat. Namun, ia justru merasakan sakit menghantam kedua tangannya hingga spontan berteriak dan mengaduh."Sampai kapan kamu akan tidur Gadis Malas?" Suara yang tidak asing terdengar jelas di telinga, seketika membangkitkan seluruh kesadaran Gretta.Menatap lurus dengan mata tercengang. "Orion?"Orang yang dipanggil pun tersenyum miring dengan tatapan licik. "Kau sudah berani memanggil namaku? Hanya namaku?"Tubuh Gretta sontak gemetar tatkala menyadari kecerobohan yang telah dilakukannya. Dia tidak berpikir bahwa sosok di hadapannya adalah Orion yang sesungguhnya karena dia y