Tap tap tap!
Suara pantofel berdentum keras di lorong-lorong sunyi. Bergema di antara dinding-dinding yang dingin. Dibawah cahaya lampu yang temaram, sesosok manusia misterius bersembunyi dibalik hoodie hitam. Wajahnya ditutupi masker hitam menyembunyikan jati diri.
Ia berjalan menunduk, menuju sebuah pintu rahasia.
Pintu yang terletak di sudut yang jauh.
Ruangan bawah tanah.
Tempat yang dingin, sunyi, dan hampa. Pengap, tanpa sirkulasi udara.
Tap!
Sosok itu berhenti di depan pintu kayu. Satu tangannya mendorong pintu, hingga terdengar suara gesekan pintu dan lantai berdecit.
Dingin.
Satu kata yang ia rasakan, saat kulitnya bersentuhan dengan udara disana.
"Tepat waktu."
Suara berat memecahkan keheningan.
Sosok itu menatap lurus pada seorang pria angkuh yang berdiri membelakanginya di jarak 300 meter.
"Aku telah melakukan yang kau inginkan," jawab sosok misterius berhoodie hitam.
"Lalu?"
"Mana bayaranku, sesuai kesepakatan kita."
"Kesepakatan kita?" pria angkuh itu mendecih. Tersenyum miring.
"Jangan membohongiku. Aku telah melakukan apa yang kau inginkan!"
Sosok pria angkuh itu berbalik, memandang pria berhoodie hitam yang menatapnya marah.
"Aku bukan pria yang berbohong dan ingkar janji. Jangan-jangan itu kau …"
Tangan pria berhoodie itu mengepal kuat, "NA JAEMIN!" teriaknya lantang hingga menggema ke dinding.
Pria angkuh itu tertawa pelan namun terdengar menyeramkan. Ia tampan namun dingin. Sangat dingin, wajahnya datar tak menunjukan ekspresi apapun.
"Aku benci pembohong. Dan-" Jaemin menghentikan ucapannya, lalu melanjutkan lagi dengan tatapan membunuh, seolah ingin menelan orang itu hidup-hidup "Pengkhianat."
"Bukankah orang yang ingkar janji namanya pengkhianat tuan Kim?"
"Dan aku benci itu."
Pria berhoodie itu tak tahan lagi, "BAJINGAN KAU NA JAEMIN."
"Singkirkan dia."
Pria berhoodie bermarga Kim itu terkejut setengah mati saat beberapa orang berjas mengepungnya. Ia tak tahu dari kapan datangnya, karena yang ia tahu, ia hanya berdua dengan Jaemin. Oh- tidak, jangan-jangan ini jebakannya Jaemin.
"Lepaskan, lepaskan aku!"
Pria itu meronta-ronta saat tangannya ditarik paksa oleh orang suruhan Jaemin.
"Hidupmu tidak akan tenang Jaemin! Tidak akan! Akan ku pastikan kau kena karma-nya!!"
Sang empu yang dibicarakan, hanya memasang senyum tipis menatap sosok malang yang meronta-ronta. Ia melipat kedua lengannya di depan dada. Ia tidak takut dengan ancaman itu. Tidak ada seorangpun yang bisa menjatuhkannya.
"BAJINGAN KAU JAEMIN! BAJINGAAAN."
"AKU TAK AKAN PERNAH LUPA APA YANG KAU PERBUAT PADAKU. KAU AKAN TERIMA PEMBALASANNYA NANTI."
*****
Maret, 2018. Musim semi.
"Udah siap, princess?"
"Udah dong …" jawab gadis itu semangat. Tersenyum menampilkan deretan giginya.
"Oke, aku otw kesana ya."
"Tapi tunggu ya kak Doy, aku dandan dulu," jawab gadis itu mengapit ponselnya di antara telinga dan bahu sembari mengeluarkan beberapa alat make up di dalam laci khusus.
"Oke … fighting Nari!" ujar seseorang di seberang sana.
"Fighting!"
Gadis berkulit seputih salju itu melihat cermin. Menatap wajah polosnya yang belum tersentuh apapun.
"Nari."
"Ya?" Gadis itu memindahkan ponselnya ke tangan kiri, dan satu tangannya lagi sibuk membuka tutup BB cushion.
"Gapapa."
"Yeu kak Doy, kirain ada apa."
Nari memasukan dua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah ke tali puff cushion. Lalu menekan isi dalam cushion sampai isinya keluar.
"Kalau ada apa-apa kamu bilang kak Doyoung ya."
"Iya kak, udah ribuan kali kak Doyoung ngomong gitu," ucap Nari tersenyum sembari menepuk-nepuk wajahnya menggunakan puff.
"Hehehe, pokoknya aku harus jadi orang pertama yang kamu cari. Ngomong-ngomong kamu masih dandan?"
"Iya nih."
"Padahal tanpa dandan kamu udah cantik sebenarnya."
Blush…!
Seketika wajahnya bersemu merah.
"Kak Doyoung jangan muji aku gitu, malu tahu."
"Emang bener!"
"Hahaha terserah kak Doyoung aja. Udah dulu ya, aku bentar lagi siap nih."
"Oke, 5 menit lagi aku sampai sana."
"Oke … bye kak Doyoung."
"Bye juga Nari."
Tut
Sambungan terputus.
Kim Nari, gadis berambut sebahu itu memandangi ponselnya. Bukan, lebih tepatnya memandangi wallpaper pria bersurai legam, Kim Doyoung. Tentu saja, Doyoung tidak tahu tentangnya yang memakai wajah tampan itu tanpa izin.
Sejak Doyoung memasukannya ke sekolah baru, hubungan mereka semakin dekat. Dari Doyoung yang tiap hari mengiriminya pesan Line, mengantar-jemputnya bekerja tanpa diminta, membawakan jajanan, atau mengantarkan bekal makan siang ke tempat kerja. Kadang-kadang mengajaknya makan malam.
Apa ini bisa disebut dengan kencan? Ah-sepertinya hanya Nari yang beranggapan begini.
Atau mungkin ini disebut pendekatan? Emm, mungkin juga.
Nari meletakan ponselnya di atas meja, lalu meraih lip tint yang terletak di rak make up.
Ini hari pertamanya sekolah, jadi sebisa mungkin ia harus memberikan kesan yang baik, dengan wajah yang segar dan ceria.
Nari mengoleskan lip tint pink di bibirnya, warna yang sesuai dengan shade anak sekolah. Warna yang tidak terlalu menor, dan juga tidak terlalu pucat.
"Selesai," ucap Nari tersenyum puas, lalu meletakan kembali lip tint itu ke tempat semula.
Ia mengambil ikat rambut yang ia gantungkan di pergelangan tangan, lalu mengikat rambutnya.
Tok tok tok
"Nari."
"Iyaaa kak Doy, aku udah siap."
Nari sudah hafal siapa pemilik suara baritone lembut itu. Suara yang selalu membuatnya rindu. Ia segera beranjak dari kursi, tidak mau Doyoung menunggu lama di depan pintu. Gadis itu berjongkok meraih sepatu Converse hitam-putih yang ia simpan di bawah ranjang. Lalu duduk di lantai memakai sepatu secepat kilat. Ia tak ingin terlambat hari ini.
Setelah selesai, ia menyambar ransel yang berada di meja belajar.
*****
Cklek…!
"Kak Doyoung."
Pria bertubuh jangkung itu berbalik. Tatapannya terpaku pada gadis mungil yang berdiri di depan pintu. Ia menatap kagum gadis itu dari atas sampai bawah. Seragam sekolah itu bahkan sangat bagus, dan catchy.
Kemeja putih yang dibalut blazer cokelat tua, dihiasi dasi kupu-kupu bercorak kotak-kotak maroon.
Tatapan Doyoung turun ke bawah, menatap rok cokelat tua bermotif garis-garis setinggi paha. Ukuran rok yang lumrah di Korsel, paling panjang 5 cm di atas lutut dan paling pendek sebatas paha.
Dan terakhir kaus kaki hitam panjang se-lutut, diakhiri dengan sepatu Converse hitam-putih.
Doyoung menaikan wajahnya, menatap Nari, "Cantik."
Nari menunduk malu, "Kak Doyoung! Jangan suka puji gitu."
Doyoung tersenyum menampilkan deretan giginya, "Kenapa? Aku ga bohong kok. Kamu beneran cantik."
"Ah ayo kak Doy … nanti telat," Nari mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya ia tak mau berlama-lama membahas itu, takut hatinya semakin luluh.
Doyoung mengelus-elus puncak kepala Nari, "Ayo, aku bawa mobil."
Nari mengangguk senyum, jantungnya berdegup kencang tatkala Doyoung meraih tangannya, dan menggenggam erat.
"Aku gak mau kamu hilang."
"Aku bukan anak kecil, kak Doyoung."
*****
Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan di hidup Nari. Tahun ajaran baru telah tiba, tepat pada musim semi bulan Maret, 2018. Hari pertama sekolah yang ia tunggu-tunggu.
Di sepanjang perjalanan, Nari terus-menerus menatap ke luar jendela. Menatap bunga-bunga yang bermekaran indah saat musim semi. Terutama bunga kesukaannya, Cherry blossom yang berdiri kokoh di sepanjang jalan. Pasti romantis, jika ia punya pacar dan berkencan di festival musim semi Korea.
Menyaksikan banyak bunga-bunga yang indah. Dengan suasana yang begitu romantis.
"Nari, udah sampai."
"Oh iya kak," Nari tersentak kecil, tersadar dari khayalannya. Ia tak menyangka jika mereka telah sampai di depan gerbang.
"Ayo turun."
"Eh- kakak mau apa?" Nari mendadak panik saat pria itu mendekat ke arahnya. Ia beringsut mundur, hingga punggungnya menabrak pintu.
Hidung mereka nyaris bersentuhan. Bahkan Nari bisa merasakan hembusan nafas pria itu di wajahnya.
Doyoung tersenyum, lalu menyentil dahi gadis itu pelan, "Pikiran kotor."
Klik…!
Doyoung berhasil membuka Seal Belt Nari, membuat gadis itu tertegun seperkian detik.
"Ayo turun. Mau nginep disini?"
"Ah oh, oh iya," mendadak Nari tersadar, ngomong-ngomong Doyoung terlalu tampan untuk disia-siakan. Astaga matamu Nari- bagaimana bisa ia menolak pesona Kim Doyoung sedekat ini.
Nari membuka pintu mobil berbarengan dengan Doyoung yang juga keluar. Kakinya menapak tanah lalu keluar dari mobil.
Bam…!
Nari menutup pintu mobil perlahan. Sejenak ia terpesona dengan mobil hitam berkilauan milik Doyoung. Ini pertama kalinya ia naik mobil mewah.
Ia baru tahu jika Doyoung berasal dari keluarga kaya. Karena selama ia mengenal Doyoung, ia pikir pria itu dari keluarga sederhana. Mungkin karena pria itu tidak suka menonjolkan kekayaannya.
Karena selama sekolah, Doyoung hanya menggunakan transportasi umum.
"Nari."
Gadis itu menoleh,"Eh iya?"
"Malah bengong, liatin apa sih?"
"Engga, ga liatin apa-apa."
"Ayo," Doyoung mengenggam tangan gadis itu, mengantarkan sampai ke depan gerbang yang dijaga dua orang satpam.
"Kak Doyoung ga mau masuk?" Nari menekuk wajahnya sedikit kecewa, karena Doyoung buru-buru pergi.Pria berseragam Navy itu menggeleng, tersenyum."Yaah," Nari menggenggam erat ujung baju Doyoung, tidak ingin pria itu pergi."Gapapa Nari."Doyoung menepuk-nepuk puncak kepala Nari, "Nanti, kan aku jemput."Nari menggigit bibir bawahnya."Udah masuk sana. Nanti telat."Doyoung menatap sekelilingnya, gerombolan murid berlalu lalang masuk gerbang. Yeah, yang ia yakini bahwa murid disini bukanlah murid biasa. Dari kalangan atas."Yaudah deh," jawab Nari mengerucutkan bibirnya.Doyoung tersenyum, "Masuk sana. Aku liatin dari sini."Nari mengangguk, "Kak Doyoung hati-hati ya.""Iya."Dengan berat hati, Nari beringsut mundur. Lalu memalingkan badannya. Melangkah masuk bersama murid-murid yang lain.Saat langkah ke-tiga, Nari berbalik. Senyumnya mengembang, ternyata pria jangkung itu masih be
Cklek…! Loker nomor 24 terbuka. Tubuh gadis itu mematung, melihat isi lokernya hancur berantakan. Botol minuman yang ia genggam pun terjatuh. Lokernya seperti kapal pecah. Tak berbentuk.Kertas dan kaleng kosong berserakan. Foto-fotonya dicoret dan ditempel di dinding loker. Gadis itu meraih satu foto dengan tangan gemetar. Ia tak masalah jika fotonya dicoret-coret, tapi tidak untuk yang satu ini. Begitu menyakitkan rasanya saat foto kelulusan SMP-nya diedit sedemikian rupa. Hidungnya diedit menjadi hidung babi, dan kepalanya ditambahkan tanduk iblis. Matanya dicoret-coret dengan spidol hitam. Ia membalikan foto itu, membaca tulisan yang membuat nafasnya mendadak terhenti. Kamu akan membayar semuanya!! You deserve it. Gadis itu menutup mulut, terkejut membaca kalimat ancaman yang ditulis dengan tinta merah. Tinta yang sangat tabu di Korea Selatan, karena melambangkan kemati
Musim dingin. Seoul 2018.Gadis itu menggosok-gosok kedua telapak tangannya yang kedinginan. Ia merutuk sebal, kenapa ia bisa melupakan sarung tangan, padahal suhu Korea saat ini cukup ekstrim, minus 3 derajat Celsius. Rasanya ia nyaris membeku di bawah guyuran salju. Lututnya gemetar hebat, dan tulangnya terasa ngilu.Sudah 3 hari Seoul dilanda badai salju lebat, sampai jalanan tertutup es setebal 5 cm.Gadis itu merapatkan mantelnya. Menatap sepatunya yang tertutup bongkahan es putih. 10 menit telah berlalu, tapi bis tak kunjung juga datang."Huh," Gadis itu menghela nafas lelah, asap putih mengepul dari mulutnya. Efek dari cuaca terlalu dingin."Nari."Gadis itu mendongak, tetesan salju berjatuhan di wajahnya."Kak Doyoung!"Mata gadis itu berbinar senang. Seulas senyum tersungging di bibirnya."Sendirian aja?" tanya pria jangkung bermantel biru yang berdiri di hadapannya."Iya," Nari mengangguk s
"Mau sampe kapan main terus?" tanya pria berkemeja kotak-kotak yang duduk bersila di atas sofa. Ia sudah bosan hanya memandangi pria di depannya selama 2 jam tanpa melakukan apa-apa.Pria jangkung itu menarik busur panah, memfokuskan pandangannya pada titik tengah "Sampai ku bosan," jawabnya lalu melepaskan tarikan, dan-Ctak…!Satu anak panah berhasil menembak sempurna di angka 10. Poin yang sangat sempurna. Namun reaksi yang ditunjukkan pria itu berbeda. Tatapan datar tanpa ekspresi.Poin yang berhasil dicetaknya; 2 kali 9 poin, dan 3 kali 10 poin."Jaemin! Lu pikir kehidupan gue cuma merhatiin lu main doang?"Pria itu menurunkan busur panahnya, mengeram pelan, "Bilang sekali lagi," ucapnya dengan nada datar tapi menusuk."Emm iya. Engga engga! Baper amat ewh," pria berkemeja itu menghela. Ia sudah tahu, siapa Jaemin. Si pria minim perasaan.Jaemin balik badan, menatap seseorang yang membuat moodnya turun, "Jangan membantah apa
"Kak Doyoung ga mau masuk?" Nari menekuk wajahnya sedikit kecewa, karena Doyoung buru-buru pergi.Pria berseragam Navy itu menggeleng, tersenyum."Yaah," Nari menggenggam erat ujung baju Doyoung, tidak ingin pria itu pergi."Gapapa Nari."Doyoung menepuk-nepuk puncak kepala Nari, "Nanti, kan aku jemput."Nari menggigit bibir bawahnya."Udah masuk sana. Nanti telat."Doyoung menatap sekelilingnya, gerombolan murid berlalu lalang masuk gerbang. Yeah, yang ia yakini bahwa murid disini bukanlah murid biasa. Dari kalangan atas."Yaudah deh," jawab Nari mengerucutkan bibirnya.Doyoung tersenyum, "Masuk sana. Aku liatin dari sini."Nari mengangguk, "Kak Doyoung hati-hati ya.""Iya."Dengan berat hati, Nari beringsut mundur. Lalu memalingkan badannya. Melangkah masuk bersama murid-murid yang lain.Saat langkah ke-tiga, Nari berbalik. Senyumnya mengembang, ternyata pria jangkung itu masih be
Tap tap tap!Suara pantofel berdentum keras di lorong-lorong sunyi. Bergema di antara dinding-dinding yang dingin. Dibawah cahaya lampu yang temaram, sesosok manusia misterius bersembunyi dibalik hoodie hitam. Wajahnya ditutupi masker hitam menyembunyikan jati diri.Ia berjalan menunduk, menuju sebuah pintu rahasia.Pintu yang terletak di sudut yang jauh.Ruangan bawah tanah.Tempat yang dingin, sunyi, dan hampa. Pengap, tanpa sirkulasi udara.Tap!Sosok itu berhenti di depan pintu kayu. Satu tangannya mendorong pintu, hingga terdengar suara gesekan pintu dan lantai berdecit.Dingin.Satu kata yang ia rasakan, saat kulitnya bersentuhan dengan udara disana."Tepat waktu."Suara berat memecahkan keheningan.Sosok itu menatap lurus pada seorang pria angkuh yang berdiri membelakanginya di jarak 300 meter."Aku telah melakukan yang kau inginkan," jawab sosok misterius berhoodie hitam."L
"Mau sampe kapan main terus?" tanya pria berkemeja kotak-kotak yang duduk bersila di atas sofa. Ia sudah bosan hanya memandangi pria di depannya selama 2 jam tanpa melakukan apa-apa.Pria jangkung itu menarik busur panah, memfokuskan pandangannya pada titik tengah "Sampai ku bosan," jawabnya lalu melepaskan tarikan, dan-Ctak…!Satu anak panah berhasil menembak sempurna di angka 10. Poin yang sangat sempurna. Namun reaksi yang ditunjukkan pria itu berbeda. Tatapan datar tanpa ekspresi.Poin yang berhasil dicetaknya; 2 kali 9 poin, dan 3 kali 10 poin."Jaemin! Lu pikir kehidupan gue cuma merhatiin lu main doang?"Pria itu menurunkan busur panahnya, mengeram pelan, "Bilang sekali lagi," ucapnya dengan nada datar tapi menusuk."Emm iya. Engga engga! Baper amat ewh," pria berkemeja itu menghela. Ia sudah tahu, siapa Jaemin. Si pria minim perasaan.Jaemin balik badan, menatap seseorang yang membuat moodnya turun, "Jangan membantah apa
Musim dingin. Seoul 2018.Gadis itu menggosok-gosok kedua telapak tangannya yang kedinginan. Ia merutuk sebal, kenapa ia bisa melupakan sarung tangan, padahal suhu Korea saat ini cukup ekstrim, minus 3 derajat Celsius. Rasanya ia nyaris membeku di bawah guyuran salju. Lututnya gemetar hebat, dan tulangnya terasa ngilu.Sudah 3 hari Seoul dilanda badai salju lebat, sampai jalanan tertutup es setebal 5 cm.Gadis itu merapatkan mantelnya. Menatap sepatunya yang tertutup bongkahan es putih. 10 menit telah berlalu, tapi bis tak kunjung juga datang."Huh," Gadis itu menghela nafas lelah, asap putih mengepul dari mulutnya. Efek dari cuaca terlalu dingin."Nari."Gadis itu mendongak, tetesan salju berjatuhan di wajahnya."Kak Doyoung!"Mata gadis itu berbinar senang. Seulas senyum tersungging di bibirnya."Sendirian aja?" tanya pria jangkung bermantel biru yang berdiri di hadapannya."Iya," Nari mengangguk s
Cklek…! Loker nomor 24 terbuka. Tubuh gadis itu mematung, melihat isi lokernya hancur berantakan. Botol minuman yang ia genggam pun terjatuh. Lokernya seperti kapal pecah. Tak berbentuk.Kertas dan kaleng kosong berserakan. Foto-fotonya dicoret dan ditempel di dinding loker. Gadis itu meraih satu foto dengan tangan gemetar. Ia tak masalah jika fotonya dicoret-coret, tapi tidak untuk yang satu ini. Begitu menyakitkan rasanya saat foto kelulusan SMP-nya diedit sedemikian rupa. Hidungnya diedit menjadi hidung babi, dan kepalanya ditambahkan tanduk iblis. Matanya dicoret-coret dengan spidol hitam. Ia membalikan foto itu, membaca tulisan yang membuat nafasnya mendadak terhenti. Kamu akan membayar semuanya!! You deserve it. Gadis itu menutup mulut, terkejut membaca kalimat ancaman yang ditulis dengan tinta merah. Tinta yang sangat tabu di Korea Selatan, karena melambangkan kemati