Mengingat keinginan Zahra untuk melaksanakan salat Raden pun memutuskan untuk membeli rukoh di pasar. Namun, tidak semudah yang dibayangkan. Zahra menolak ajakan Raden dengan dalih menjauhi para penduduk di desanya. Kendati demikian, Raden tidak patah arang. Ia membujuk Zahra, hingga gadis itu luluh dan memberanikan diri untuk ikut.
"Sebelum itu, aku harus meminta izin sama Bibi Galih."
Raden mengangguk. Zahra terlihat bersemangat masuk ke dalam rumah Bumyen. Tidak perlu waktu lama untuk menunggu Zahra. Ada yang berbeda dengan penampilan gadis aneh. Dia memakai selendang yang sengaja dililitkan di kepala untuk menutupi sebagian wajah. Raden tidak tahu, apa yang membuat gadis agresif bin aneh itu berusaha menutupi paras ayunya.
"Itu lebih baik." Raden memuji. Ia memimpin jalan, sedang Zahra berusaha membarengi langkanya. Namun, tidak pernah selalu kompak. Langkah Raden terlalu lebar dan cepat. Zahra menerima sikap Raden yang terlihat ti
Majapahit merupakan kerajaan besar yang berhasil mencetuskan nama Nusantara, hingga memperluas daerah kekusaannya. Semenjak kematian patih Gajih Mada, kerajaan itu hidup dalam berbagai keanekaragaman budaya. Para pendatang dari luar kerajaan dari Cina, India, Asia Tengah, dan Tenggara silih berganti menjalin kerjasama dengan kerajaan yang kini dipimpin oleh Raja Brawijaya V atau biasa dipanggil Raden Kertabhumi.Raja itu dikenal berhati lembut penuh kasih sayang. Terutama, pada seorang istrinya bernama Dewi Amarawati. Rakyat memanggilnya Putri Champa karena asal wanita berparas rupawan itu dari Kerajaan Champa.Kecantikan eloknya membuat hati Brawijaya tersihir untuk melakukan apa pun yang Putri Champa inginkan. Termasuk, menyingkirkan Putri Cina--Tan Eng Kian ke Palembamg karena eloknya yang menandingi Putri Champa. Ia seorang Muslimah yang diangkat sebagai Permaisuri kerajaan. Tidak hanya menduduki takhta singgasana Majapahit, ia juga meng
Dua jam lamanya gadis itu memainkan kecapi di depan Brawijaya. Namun, tidak sedikit pun menarik perhatian Raja itu. Amarawati hanya bisa bernapas lirih melihat Brawijaya yang justru menatap dalam kekosongan."Bolehkah saya masuk?" Gadis itu menunduk setelah Raja memintanya memainkan musik di dalam kamar miliknya."Saya tidak bisa tidur. Musikmu terdengar sangat indah hingga saya merindukan alunan nadanya. Tidak perlu khawatir, saya yang akan menjamin keselamatanmu, Nara."Kinara masih ragu, tetapi ia memberanikan diri untuk menerima ajakan Raja. "Jika begitu, saya akan membawa alat musik saya ke dalam kamar Yang Mulia."Raja mengangguk. Ia menunggu kedatangan Kinara di dalam kamarnya. Tidak berselang lama, Kinara datang. Gadis itu duduk di bawah ranjang milik Raja. Sedang Raja tersenyum sembari membaringkan tubuhnya. Jari-jemari Kinara mulai bermain memetik kecapi. Alunan merdu membuai siapa pu
Ant, aku masih hidup. Berdiri di bumi dengan langit biru di atasnya. Mungkin ini sulit untuk dipercaya, tetapi inilah apa yang tengah aku jalani. Aku tidak tahu bagaimana caranya keluar dari tempat ini. Dan juga ... cara untuk kembali sewaktu-waktu jika aku merindukan orang-orang yang ada disini. Namun Ant, aku kembali menemukan hidupku. Maaf, Ant aku telah sedikit melupakan aku yang dulu. Orang itu, datang dan membawaku pada mimpi yang seringkali kau tanyakan. Aku menyesal mengatakan padamu jika itu mimpi buruk. Ant, perkataanku salah! Dia benar-benar memberiku energi untuk kembali. Tunggu aku, aku pasti pulang, Ant.Zahra menerawang wajah Raden yang sedang diam menatap beberapa bunga di taman dari balik jendela. Untuk hari ini, Zahra ingin sekali menggantikan posisi selimut yang sedang menghangatkan tubuh lelaki itu. Ia kembali menuliskan catatan di bukunya setelah puas menikmati pemandangan baru di rumah Bumyen.Ant, temanku. Aku tahu, ak
Gadis berkepang dua bernama Zahra berdiri termangu di dalam pondok. Lagi dan lagi ia mengosongkan pikirannya. Ditemani Hans dan Miko, Zahra tidak perlu takut sendiri. Malam itu, Raden baru saja berpamitan untuk mengikuti kenduri setelah selesai salat isya' di surau. Ia pun untuk kali pertama di desa itu ikut salat bersama dengan penduduk yang lain. Jamaah disana nampak ramah, tetapi beberapa mempertanyakan wajah Zahra yang begitu natural tanpa ada satu pun kerutan. Di masa ini, sudah seharusnya usia Zahra memasuki kepala empat. Namun, sampai sekarang fisiknya masih bugar dengan wajah khas remaja. Tidak hanya fisik, tetapi perasaan dan tingkah laku Zahra masih begitu labil pula."Hans, Miko, apakah aku terlihat aneh di mata kalian?""Sangat!" Mereka menjawab bersamaan. Zahra mendecih mendengar kekompakan kedua sahabatnya itu."Yang lebih spesifik, dong! Misal, aku tuh anehnya dimana?""Semuanya." Lagi-lagi mereka kompak menjawab.
Tengah malam Kinara terbangun setelah seseorang mencubit-cubit pipinya. Matanya sayu menatap anak lelaki tampan yang baru saja menyelinap diam-diam ke dalam kamar seorang pelayan."Raden Wijaya? Ada apa?" Suara Kinara terdengar serak. Ia mengusap matanya pelan. Pangeran kecil itu menarik tangan Kinara dengan semangat. "Raden, jangan.""Untuk malam ini saja, Kinara. Ayo mainkan musik untukku.""Raja tidak akan senang mendengar ini. Dan, bagaimana jika seseorang tau Raden ada di kamarku?""Tenanglah, aku sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik. Malam ini, aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang saaaangaaat indah!"Kinara tersenyum mendengar nada yang begitu ceria dari mulut Brawijaya. Ia tidak ingin membuat senyum itu hilang. Isyarat anggukan pun menjadi sebuah jawaban Kinara untuk Brawijaya.Mereka berjalan mengendap-endap menghindari para penjaga. Mata Kinara fokus mengikuti arahan Brawijaya yang nampak cerdik den
Zahra terkepung diantara bisik-bisik para penduduk. Hamparan nyala obor mengawasi jarak yang sangat dekat. Meskipun kain milik Raden telah menutupi sebagian wajah--dari hidung hingga dagu, mata awas itu masih menelisik tiap jengkal wajah yang tersohor di desanya."Aku takut," cicitnya, memundurkan langkah. Kapten Bum meraih tangan Zahra, membawa anak angkatnya bersamaan dengan gerombolan para penduduk desa."Tidak seharusnya kau berkeliaran tengah malam!""Kapten ...." Suara Zahra tercekat. Ia menoleh ke belakang, menatap Raden yang hanya diam tanpa mengikuti gerombolan yang membawa dirinya. "Jinbun ...."Lelaki semampai berjubah putih di sana tersenyum tipis menatap seorang gadis yang berharap penuh kepadanya. Tidak ada yang dapat dilakukan Raden setelah ia memutuskan untuk memajukan jadwal kepulangan ke kampung halaman. Genting beradu suasana hening menerpa dua saudara yang kini berdiri masih mengawasi para gerombolan pen
Gerimis baru saja reda setelah dua hari yang lalu baru saja mengguyur tanah di desa Zahra. Gadis dengan rambut ikal itu masih memenjarakan diri di di dalam kamar. Dua hari setelah didiagnosis abnormal Zahra tidak banyak berbicara. Kesehariannya selain tidur berganti-ganti posisi ia juga menghabiskan waktu dengan melukis di taman.Biar pun ia lemah tiap mempelajari materi di sekolah, tetapi Zahra memiliki bakat melukis yang terbilang hebat. Tiap goresan yang ia lukis di atas media kanvas nyatanya selalu menuai pujian dari bibir yang tak sengaja memandang. Namun, bukan itu yang kini ia damba. Zahra mengalami kekosongan batin yang mendalam. Ia layaknya manusia tanpa nyawa yang berdiri tegap di atas muka bumi."Zahra."Bumyen berjalan mendekati anak gadis berparas ayu yang menjadi buah bibir desa. Gadis itu diangkat resmi menjadi keluarganya. Biar pun ia sempat mencoba membunuh Zahra fakta mengenai ketulusan hati gadis itu sulit ia t
Tubuh Zahra tiba-tiba membeku di tempat. Persendiannya kaku--tak bisa digerakkan sedikit pun. Namun, satu hal yang begitu menyiksanya sekarang ialah merasakan pening hebat tanpa dapat mengeluarkan suara lirih."Saya bukan ahli sihir! Tolong jangan sakiti anak saya!"Samar-samar ingatan tentang Kinara berputar kasar di kepala Zahra. Anehnya, gadis yang ia anggap sebagai raga utama itu tengah mengandung. Zahra bernapas lambat--alur oksigen masuk perlahan ketika Kinara kembali mengambil alih."Aku berjanji akan pergi dari sisi Raja, tapi kumohon, jangan pernah sakiti anakku!"Ada apa dengan Kinara? Siapa ayah dari bayi yang ia kandung? Pertanyaan itu berkecamuk di dalam kepala Zahra. Selang beberapa detik, pernapasannya berjalan normal. Tubuh Zahra lunglai ke dasar. Ia melirik ke depan--menatap bagaimana para prajurit masih mengintimidasi Bumyen dan Galih."Kenapa kalian datang kepadaku?! Kemana Raja yang Agung itu?! Apa
Ant turun dari mobil. Berjalan ke samping dan membukakan pintu untuk Zahra. Keduanya berjalan masuk ke palataran Masjid. Ant sedikit ragu dengan tatapan Zahra yang nampak menyedihkan. Bahkan gadis itu kini menitihkan air mata tanpa sebab. Ant pun membiarkan Zahra berkeliling seorang diri. Gadis itu seperti orang yang baru saja ditinggalkan kekasih.Zahra terdiam beberapa menit. Ia menyapu wajahnya dengan tangan. Namun, perlahan bayangan seseorang hadir di kepalanya. Dia seorang pria, tersenyum dengan bajunya yang berkibar di terpa angin.Zahra mengirup napas sesak. Ia kembali melihat pria yang sama. Ia menarik tangan seorang wanita ke atas kuda. Saat melihat wanita itu Zahra terhenyak. Itu dirinya! Napas Zahra semakin terdengar lirih. Ia terjatuh dan membuat Ant terkejut hebat."Zahra!
Angin menyisir dedaunan dengan lembut. Membawa sehelai daun kering ke arah jendela yang terbuka. Meniupnya ke atas tubuh yang terbaring lemah di atas ranjang putih. Suara mesin peralatan medis berbunyi lembut. Menghantarkan suasana hening sesaat sebelum seorang lelaki sampai membuka pintu. Ia menutup pintu kembali. Membawa sebuah buku dan duduk di sebelah perempuan yang sedang terbaring itu."Ra, aku bawa komik kesukaan kamu lagi, nih. Edisi terbaru dari komik kemarin yang aku bacain." Lelaki itu terdiam beberapa saat. Ia mengambil sehelai daun kering yang menempel di atas selimut. "Bahkan kamu masih enggak mau buka mata walaupun udah aku bawain semua yang kamu suka."Ant, sahabat Zahra yang selalu setia menjenguk Zahra setiap minggunya di rumah sakit. Ia tidak tau apa yang terjadi dengan gadis itu setelah kejadian tiga bulan yang lalu.
Siang itu matahari bersinar dengan terik. Entah ia sedang labil atau kah bumi yang sedang bimbang? Baru saja ia menurunkan air bah yang datang dengan derasnya. Kini ia menghujani permukaan dengan sengatan yang terasa panas. Bahkan tanah yang basah pun kering dengan cepat. Sulit menemukan jejak jika barusan di tempat itu hujan turun beberapa jam yang lalu.Bahkan tubuh Zahra kini sudah mengering. Ia merasa normal kembali ketika sengatan matahari menyentuh kulit. Ia terjatuh di antara dedaunan kering. Bibirnya sangat pucat dan pecah di beberapa tempat. Ia kehausan, tak dapat berjalan, hingga akhirnya menutup mata sembari terbaring di bakar sinar matahari."Apakah kau ingin pulang?" Zahra membuka matanya perlahan. Ia menyipit, namun masih dapat melihat dengan jelas siapa o
Orang lain sering berkata jika hidup ini tak pernah pasti. Namun mereka lupa jika ada Dzat yang sudah menentukan garis takdir di hidup tiap insan. Kita lalai, tak acuh, menganggap segalanya dapat kita kendalikan. Lantas, apa yang dapat kita buat untuk bangkit dari kenyataan yang tak diinginkan? ~ZAHRA~Hujan turun dengan deras. Membelah dedaunan lebat. Menepis angin yang bertiup kencang. Zahra duduk di bawah pohon besar. Ia tidak sedang berteduh. Hanya lelah untuk melangkah. Pandangannya kosong, ia tak dapat mengeluarkan air mata lagi.Zahra menatap tangannya , melihat bayangan putih di sana. Tepat dua jam yang lalu setelah ia memutuskan pergi dari kawasan Demak satu-persatu bagaian tubuhnya mengalami perubahan. Ia tak dapat merasakan sakit ketika terjatu
Aku berkaca pada dunia. Tentang kenangan yang ia bawa. Menyimpan cerita di balik luka. Menghapus luka pada rintik hujan yang ia tinggalkan. Mengajarkanku tersenyum dengan menengadah ke atas langit. Dunia yang luar biasa dengan segala isinya. Allah menuntunku dalam dunia ini. Mengajarkan ku banyak hal tentang arti mencintai. Juga melepaskan serta mengikhlaskan. Allah tahu apa yang ada di balik senyumku. Mendekapku yang diam ketakutan pada ketidakmampuan.Kini aku mencoba berdiri. Berlari ke tempat yang ku mau. Jika aku butuh, aku takkan berlari ke muara hatinya lagi. Cukup Allah yang menjagaku. Tiada tempat yang paling aman selain disisinya.Jujur, jika aku tak percaya pada Allah, sudah sejak dulu aku tak mampu. Aku lemah, hidup dalam am
Sang singa membawa Zahra mendaki bukit. Ia berlari sangat kencang. Bahkan hewan yang sedang melintas bergegas menyingkir. Rambut Zahra berkibar mengikuti arah angin. Ia tidak tahu kemana singa itu membawanya. Namun ia telah terlanjur memberikan kepercayaan kepada singa tersebut.Perlahan singa itu mulai bergerak lebih lambat. Zahra mengerutkan kening, perasaan was-was hinggap di hatinya."Aku mencium aromanya," kata singa. Zahra turun dari atas tubuh sang Singa. Ia mengelus rambut singa itu dengan lembut. "Jangan perlakukan aku seperti hewan lainnya. Kau tidak ingin menyesal, bukan?"Zahra mencebik. Namun ia terperangah ketika melihat tangannya berubah tembus pandang. Zahra meraih tangan kanannya, kemudian tangan itu mulai kembali ke bentuk semula.
Langkah derap kaki pasukan berkuda memecah keheningan di malam hari. pasukan Demak bertambah setelah Sunan Kalijaga sengaja mengirimkan tambahan pasukan untuk menjaga Raja mereka. kini kuda yang tadinya diletakkan di tengah lapangan di depan kawasan hutan dibawa masuk oleh pasukan yang menyusul.Walaupun sedikit kesal namun Raden patah terpaksa menaiki kuda itu. Sebab iya tahu sunan Kalijaga sangat mengerti apa yang terbaik untuk dirinya. Raden tahu jika Sunan pun menyimpan rasa terhadap Zahra, namun ia tidak dapat merestui hubungan itu. Zahra adalah wanita di masa lalu ayahnya, lalu jiwanya bersemayam di sana. Entahlah, namun hati Raden mentoleransi persepsi itu.Belum sampai masalah selesai, Raden dikejutkan dengan kehadiran Sunan Kalijaga. Lelaki itu dengan gagah berani menunggangi kudanya. Raden terpana, juga prajurit yang lain. Bah
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Gimana uts kalian, guys? Semoga dapat hasil yang maksimal ya, aamiin.Happy reading ❤️❤️❤️....Ratusan anak panah beterbangan di langit. Bak pasukan burung yang siap bermigrasi. Kali ini panah itu mengincar seorang perempuan saja. Sayangnya, ratusan panah itu seakan tak mampu untuk menjangkau target mereka. Perempuan itu berlari tanpa peduli lelah, ia mengangkat gaunnya, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan jika jaraknya sudah sangat jauh dari para pengejar."Hei, mau kemana kau?!" Salah seorang lelaki tiba-tiba menghadang. Ia tersenyum licik ketika melihat wajah perempu
Manusia seringkali lupa jika apa yang terjadi saat ini akan menjadi masa lalu di esok hari. Bahkan ketika ia sadar jika waktu tidak pernah diam ia masih memilih untuk mengabaikan hal-hal yang begitu penting untuk saat-saat di penghujung hari nanti. Lantas ia mengeluhkan waktu yang begitu sempit ketika ingin menuntaskan pekerjaan yang padat. Tugas menumpuk, sedangkan waktu hanya melambai saja menantinya. Ada penyesalan di saat seperti itu, namun entah mengapa kita sering mengulangi hal yang sama. Apakah kesalahan itu sengaja dilakukan karena bujuk rayu setan yang begitu kuat? Ataukah, diri kita sendiri yang dengan sengaja melalaikan waktu?Pertanyaan semacam ini seharusnya dipikirkan Zahra sejak dulu. Mungkin alasan ia tersesat di lorong waktu karena sikapnya yang acuh pada kehidupan. Mengabaikan semua hal demi kepentingan pribadi yang sudah cukup membuatnya senang. Katakan saja ia egois,