“Mau ke mana, Mas?” tanya Susanti saat melihat Joko bersiap-siap pergi dengan dandanan yang cukup rapi.
Susanti baru saja selesai mempersiapkan dagangan untuk jualan sore ini. Ia sudah menata dengan rapi di meja dapur agar mempermudah mengangkut ke depan. Ia berniat merebahkan tubuh sejenak di atas kasur sebelum mandi saat melihat Joko menyemprot parfum ke baju.
“Keluar,” jawab Joko singkat tanpa memandang Susanti. Ia mematut diri di depan kaca dengan tatapan puas setelah memastikan penampilannya sudah paripurna.
“Sebenarnya kamu ke mana saja akhir-akhir ini, Mas? Kenapa kamu jadi sering sekali pergi keluar dan jadi jarang di rumah?” Susanti akhirnya tidak tahan lagi memendam perasaannya dan meluapkan semua rasa kesal dari hati.
“Bukan urusanmu,” ketus Joko sambil memakai jaket kulit kesayangannya.
“Mas, aku itu istrimu. Jadi aku berhak tahu kamu mau pergi ke mana atau dengan siapa,” keluh
Belum ada seminggu sejak Lastri menerima pesan notifikasi dari rekening yang dipegang Tarno terakhir kali, siang ini ia menerima pesan itu lagi. Sejumlah uang yang jumlahnya cukup banyak telah ditransfer Tarno ke Susanti.Diembuskannya nafas pelan sembari memandang layar ponsel yang masih menyala di tangan. Lastri memutuskan untuk membicarakan perihal ini secepatnya dengan Tarno. Dengan mata terpejam, ia memijit kening pelan sambil memikirkan kata-kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaan suaminya nanti.Rupanya ini hal yang dilakukan Tarno saat mengatakan mau keluar tadi. Lelaki itu sempat menawari Lastri apakah ada sesuatu yang hendak dibeli karena mau keluar.Lastri hanya menggeleng karena memang tidak membutuhkan apa pun dan sedang tidak ingin makan apa-apa. Perutnya masih kenyang karena baru saja makan siang dengan semangkok bakso yang ia beli dari penjual bakso keliling.“Aku harus membicarakan masalah ini dengan Mas Tarno secepatnya,&rd
Susanti membanting ponsel yang dipegang ke atas kasur dengan kasar saat membaca pesan balasan dari Tarno.“Sialan. Kenapa jadi seperti ini,” umpat Susanti kesal.Tadi Susanti mengirim pesan pada mantan suaminya tersebut. Meminta padanya untuk mengirimkan uang dengan alasan untuk membeli sepatu sekolah Dinda yang sudah kekecilan dan tidak muat lagi dipakai. Ia sudah tersenyum membayangkan jumlah uang yang akan dikirimkan Tarno padanya.Saat ponselnya berbunyi, ia mengira bahwa Tarno mengirim foto struk seperti biasanya. Namun ternyata perkiraannya meleset.[Besok Minggu biar kubelikan sendiri sepatunya sekalian jalan-jalan ke mall. Sudah lama aku tidak pergi belanja bersama anak-anak] balas Tarno.Setelah berpikir sejenak, Susanti segera mengambil ponsel yang dibanting di kasur lalu mengetik pesan balasan.[Tapi Dila besok minggu ada acara, Mas. Dan sepatunya butuh cepat karena kaki Dinda jadi terluka karena memakai sepatu kekecil
Awalnya Dila sempat menolak saat mengetahui rencana Susanti. Ia sudah kapok dan berjanji tidak akan pernah melakukan hal itu lagi.“Tidak, aku tidak mau. Ibu tahu sendiri kan? Bahkan untuk menginap di rumah wanita tersebut aku masih takut,” tolak Dila setelah mendengarkan permintaan Susanti.“Dil, ibu terpaksa melakukan ini. Kamu nggak kasihan sama ibu? Mau kita jualan gorengan lagi?” Suara Susanti yang memelas menggetarkan hati Dila yang lembut. Ditambah wajah memohon yang ditampakkan Susanti dengan mata berkaca-kaca. Membuat gadis kecil itu tidak berkutik dan tidak bisa menolak lagi.Dila terdiam sejenak. Menimbang-nimbang lagi rencana yang disebutkan Susanti, baik dan buruknya.Dila sudah cukup dewasa, ia sudah paham mana perbuatan baik dan buruk. Namun, saat terdesak oleh keadaan, gadis kecil itu bisa apa.Apalagi saat melihat orang yang dikasihi dan disayanginya terlihat menderita dan putus asa. Mendengar perkataan berj
“Apakah Kamu butuh sesuatu? Atau sudah lapar?” tanya Lastri sambil berjalan mendekat pada Dila.“Eh ... Aku baru saja dari kamar mandi,” jawab Dila dengan gugup. Ia berbalik untuk melihat Lastri yang tengah tersenyum menatapnya.“Aku mau ke kamar dulu,” imbuh Dila lirih.Tidak ingin berlama-lama berdua saja dengan Lastri, Dila segera berjalan menuju kamar yang ditempatinya karena Lastri tidak mengatakan apa pun setelahnya.Lastri hanya mengangguk sambil tersenyum dan membatin dalam hati, “Apakah Dila masih marah padaku? Kenapa dia tidak mau menatap mataku saat berbicara denganku.”“Sepertinya wanita itu tidak melihatku keluar dari kamarnya. Buktinya dia diam saja, tidak mengatakan apa pun tadi. Atau ada sesuatu yang direncanakannya?” pikir Dila sambil berjalan dengan cepat.Ternyata hal yang ditakutkan Dila tidak terjadi. Lastri tidak membahas atau menanyakan apa pun mengenai ia yan
Lastri bertekad untuk mencari bukti dan menyelidiki masalah uang yang selalu berkurang setiap kali Dila dan Dinda menginap di rumahnya. Saat anak-anak berkunjung, ia memindah letak penyimpanan uang di tempat yang lain. Ia juga mengamati pergerakan Dila dan Dinda, ke mana pun mereka berdua pergi tak luput dari perhatiannya.Tidak ada yang aneh yang bisa ditemukan. Dila dan Dinda bersikap seperti biasanya. Malah Lastri yang terlihat aneh karena selalu memperhatikan mereka berdua. Dan anehnya saat setor uang ke bank keesokan harinya, uang tetap berkurang.“Lihat, Mas. Uangnya berkurang lima ratus ribu setelah anak-anak menginap kemarin. Padahal minggu sebelumnya tidak.” Lastri memberitahukan masalah itu pada Tarno sekali lagi untuk membuktikan kecurigaannya.“Masa sih, Dek. Kamu salah ngitung mungkin.” Tarno melihat kertas setruk dari bank dan membandingkan dengan catatan kecil yang ditulis Lastri. Selisih lima ratus ribu, sesuai ucapan Last
Sesuai perkataannya di mobil tadi, Lastri memanggil Dila dan Dinda untuk berkumpul di ruang tamu untuk membicarakan sesuatu yang membuat Tarno sangat penasaran dari tadi.Setelah semua berkumpul, Lastri tidak segera memulai pembicaraan dan malah diam sembari memperhatikan Dila dengan tatapan tajam. Membuat gadis kecil itu jadi salah tingkah dan menunduk, tidak berani membalas tatapan Lastri.Sepertinya Dila sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan Lastri. Ia terus menunduk sambil memainkan kedua tangan yang ditaruh di atas paha. Kakinya digoyang-goyangkan untuk mengurangi rasa gelisah dan rasa cemas yang menyerangnya.“Dek, apa yang ingin kamu bicarakan? Katanya ada hal penting yang mau kau tunjukkan padaku. Kenapa harus mengajak anak-anak juga?” bisik Tarno ke telinga Lastri.Ia pikir Lastri tidak serius saat mengatakan akan mengajak anak-anak untuk berbicara. Ternyata dugaannya keliru, Lastri benar-benar serius dengan perkataannya. Membu
Sebenarnya banyak hal yang ingin Tarno tanyakan pada Dila mengenai masalah pencurian uang yang telah dilakukannya tersebut. Namun, melihat putri sulungnya masih menangis terus sepanjang perjalanan pulang, hal itu membuat Tarno terpaksa menahan keinginannya tersebut. Ia hanya sempat menanyakan dua hal yang dijawab dengan jawaban kurang jelas dan tidak bisa dipahami karena dijawab sambil menangis.Akhirnya Tarno memutuskan untuk diam dan menunggu Dila menenangkan diri terlebih dulu. Setelah menangis hampir sejam, Dila terlihat mulai tenang dan berhenti menangis. Dari kaca depan, Tarno bisa melihat Dila sibuk melihat pemandangan di luar sambil menyeka sisa air mata yang mengalir di pipi. Sesekali suara isak tangis masih terdengar lirih di telinga Tarno.“Dil,” panggil Tarno pelan tapi masih cukup terdengar.Dila yang sudah berhenti menangis langsung menangis lagi saat mendengar panggilan Tarno. Membuat Tarno urung bertanya lagi. Sampai mereka tiba di de
Kepergian Lastri yang tidak meninggalkan kabar sama sekali membuat Tarno semakin cemas dan khawatir. Ia takut jika terjadi apa-apa dengan wanita yang sangat dicintainya itu. Ia panik dan gelisah, tidak bisa berpikir dengan jernih sehingga bingung harus melakukan apa. Setiap saat ia terus menerus memandang ponsel, berharap ada kabar dari Lastri.Karena takut jika Lastri akan menelepon atau mengabari sewaktu-waktu, Tarno membawa ponsel itu ke mana pun ia pergi. Bahkan saat ke kamar mandi sekalipun. Begitu pula saat tidur, ponsel itu terus digenggam dengan erat di tangan.Sudah dua hari Lastri pergi meninggalkan rumah. Tarno tampak kusut dan awut-awutan. Bahkan ia memakai sandal yang berbeda saat berangkat ke toko hari ini. Puluhan pesan sudah ia kirimkan, tapi tetap tidak ada balasan dari Lastri. Ia juga tidak menyerah dan terus menerus menghubungi nomor Lastri meskipun tetap tidak diangkat sampai sekarang.“Kok kusut banget, Pak? Ada masalah di rumah?&rdquo