“Apa kamu punya pacar?” tanya emak langsung ke pokok masalah.
Wajah Tarno langsung berubah pucat saat mendengar pertanyaan emak. Ketiga orang di depannya memandang dengan wajah penasaran. Membuat Tarno semakin tegang. Dadanya berdegup dengan cepat. Telapak tangannya terasa dingin tanpa bisa dicegah.
“Siapa yang punya pacar? Aku? Pacar dari mana, Mak?” Tarno berusaha menyembunyikan rasa gugupnya dengan mengusap pucuk hidungnya.
“Benar Kamu nggak punya pacar?” Emak melihat Tarno dengan tatapan menyelidik. Seakan mencoba membaca isi kepalanya.
“Sumpah, Mak. Aku baru saja bercerai, aktanya saja masih belum jadi. Mana ada pikiran untuk pacaran-pacaran. Sekarang Aku cuma ingin fokus mencari nafkah untuk anak-anak.”
Emak menghembuskan nafas pelan. Wajahnya terlihat lega saat mendengar penjelasan Tarno.
“Sebenarnya ada apa ini? Kenapa tiba-tiba bahas masalah pacar?” tanya Tarno penasaran.
Tarno sedang duduk di luar toko saat ponsel di saku celananya berdering. Sebuah lagu mengalun dari ponselnya memberitahukan bahwa seseorang sedang menghubunginya. Dirogohnya saku celananya.Ia segera bangkit dari duduknya saat melihat nama yang tertulis di layar telepon. Setelah berjalan menjauh dari pekerja yang lain dan merasa jaraknya cukup aman agar tidak terdengar yang lainnya, ia mengangkat teleponnya.“Ya, Halo, Las,” bisik Tarno.Ia terdiam mendengarkan suara dari ponselnya.“Sekarang?” tanya Tarno memastikan. “Baiklah. Aku kesana sekarang,” balas Tarno setelah terdiam sejenak.Dimasukkan lagi ponselnya ke dalam saku celananya. Lalu dengan langkah ragu ia berjalan dengan pelan memasuki toko.Pikirannya penuh dengan pertanyaan tentang telepon yang baru saja diterimanya. Lastri menghubunginya dan memintanya untuk masuk ke toko sekarang juga.Aneh. Itulah yang Tarno pikirkan saat ini. Jika butu
Tarno segera duduk di halaman toko bergabung bersama pekerja yang lainnya. Saat ia baru saja mendaratkan bokongnya pada kursi kayu tempat mereka biasa duduk, Anto sudah menyambutnya dengan sebuah pertanyaan.“Mas, apa yang dikatakan Mbak Wina di grup itu benar?” tanya Anto sambil memegangi ponselnya.Tarno melirik ponsel yang dipegang Anto. Layarnya masih menyala memperlihatkan ia sedang membaca pesan di grup percakapan yang dibuat khusus untuk pekerja toko. Anggotanya adalah semua orang yang bekerja di toko bahan bangunan Lastri. Lastri sendiri tidak masuk dalam grup karena dia bukan pekerja tapi pemilik, bos mereka semuaTarno menghembuskan nafas kasar. Ia tidak menjawab pertanyaan Anto dan segera memeriksa ponselnya sendiri untuk melihat sendiri apa saja yang sudah dikatakan Wina saat ini.Saat membuka aplikasi percakapan berwarna hijau itu, ia melihat grup yang biasanya sepi kini sangat ramai. Semua terlihat aktif mengetik kecuali Samsul y
Tarno disambut emak sesampainya di rumah. Tadinya ia pikir emak akan menanyainya juga tentang hubungannya dengan Lastri. Ia pikir Ratih yang sudah dikabari oleh Samsul sebelumnya, bergegas memberitahu emak kabar tentang cerita yang sedang beredar di toko. Rupanya ia salah duga.Wanita yang melahirkannya itu tengah duduk di ruang tamu saat ia dan Samsul tiba. Emak sedang menonton televisi bersama Ratih ditemani kerupuk sambal.“No, ada undangan buatmu,” panggil Emak saat melihat Tarno masuk ke rumah.“Undangan apa, Mak?” Tarno mendatangi emak yang mengangsurkan sebuah kertas undangan.Tarno langsung membacanya. Rupanya undangan pernikahan dari Edi, teman kerjanya saat di luar negeri kemarin.“Wah, undangan pernikahan dari siapa, Mas?” timpal Samsul yang ternyata sudah berdiri di dekatnya ikut melihat undangan yang dipegang Tarno.“Teman kerjaku pas di luar negeri dulu,” jawab Tarno.&ldqu
Tarno merasa penasaran siapakah orang yang disapa Lastri dengan panggilan ibu dan bapak. Siapakah kedua orang tersebut. Seingat Tarno kedua orang tua Lastri sudah meninggal.Ia mempercepat langkah kakinya dengan membawa empat kantong belanjaan dari mobil setelah sebelumnya Lastri mengambil dua kantong belanjaan untuk dibawa masuk terlebih dulu.Lastri tampak menyalami kedua orang tua tersebut dengan sukacita. Tak lupa diciumnya punggung tangan keduanya dengan takzim. Senyum lebar terkembang di bibirnya.“Sudah lama sampainya, Pak, Bu? Kenapa tidak menghubungiku?” tanya Lastri setelah duduk di depan kedua orang tersebut.“Kami juga belum lama sampai, Las,” ucap wanita yang memakai gamis coklat tua.“Syukurlah. Bagaimana kabarnya Bapak dan Ibu? Sehat kan? Maaf akhir-akhir ini Aku sibuk, jadi belum bisa berkunjung,” kata Lastri.“Tidak papa. Kami tahu Kamu pasti sedang sibuk mempersiapkan toko meb
Lastri dan Tarno saling melirik. Memberi isyarat lewat tatapan mata seakan mendiskusikan tentang jawaban yang akan diberikan pada Pak Sudrajat.“Tarno, benarkah itu? Menurut Anto, Kamu dan Lastri sedang menjalin sebuah hubungan sekarang dan sedang merencanakan untuk menikah?” Kali ini Bu Sundari yang bertanya.Sementara Pak Sudrajat menatap keduanya tanpa berkedip. Ia mengangkat ujung bibirnya perlahan. Sangat pelan dan singkat agar tidak terlihat oleh kedua orang yang duduk di depannya.Tangan Tarno tiba-tiba berkeringat dan teraba dingin. Jantungnya berdebar cukup kencang.“I-iya, Bu. Kami memang sedang menjalin hubungan saat ini. Namun mengenai masalah pernikahan itu tidak benar. Sebenarnya semua itu adalah gertakan Lastri agar Pak Bambang tidak mendekatinya lagi. Ini hanya kesalahpahaman saja,” jelas Tarno dengan suara bergetar. “Iya, kan, Las?”“Jadi rencana menikah itu tidak benar?” tanya Pak Su
Tarno pulang dengan perasaan yang campur aduk. Senang, bingung, terkejut dan cemas semua berkumpul menjadi satu. Menari-nari dalam kepalanya. Namun semua hal itu tidak mempengaruhi rasa bahagianya. Rasa yang paling dominan di antara semua rasa yang ia rasakan.Ada gelenyar aneh yang muncul di dadanya. Senyum lebar terus menerus menghiasi wajahnya. Membayangkan hidup berdua dengan Lastri sungguh membuat hatinya menjadi senang. Sampai tanpa disadarinya ia sudah sampai di depan rumahnya.“Mas, sudah sampai,” ucap tukang ojek pada Tarno yang masih belum turun juga saat motor sudah berhenti di depan rumah emak.Tarno yang masih melamun membayangkan kehidupannya dengan Lastri langsung kaget.“Eh, i-iya, Mas.” Tarno segera turun dari motor dan melepas helmnya.Setelah memberikan uang pembayaran, motor segera melaju pergi meninggalkan Tarno yang masih memandangi jalan. Pandangannya memang ke jalan, tapi pikirannya ada di tempat lain
Tarno mendapat pesan dari pengadilan agama yang menyatakan bahwa akta cerainya sudah jadi dan bisa diambil di kantor pengadilan agama besok. Ia sangat senang sehingga tanpa sadar mengucap alhamdulillah cukup keras.Senyum lebar tampak menghiasi wajahnya saat ia berjalan menuju mobil. Hatinya sangat senang sehingga dengan penuh semangat dibukakannya pintu mobil untuk Lastri yang sudah menunggunya di samping mobil.Dibisikannya dengan pelan ke telinga Lastri, “Akta ceraiku sudah bisa diambil besok.”Bisikan Tarno di telinga Lastri membuat wajahnya memanas. Pipinya memerah tanpa disadarinya. Ia merasa senang hari ini karena acara yang dipersiapkannya dengan sungguh-sungguh berjalan dengan baik dan lancar. Ditambah kabar barusan dari Tarno membuat kebahagiaannya bertambah lebih.Setelah keduanya masuk mobil, Tarno segera menjalankan mobil menuju toko yang disebutkan Lastri tadi. Toko oleh-oleh yang besar dan lengkap isinya dipilih Lastri untuk mem
Tarno duduk di samping emak menunggu salah satu dari mereka berbicara. Namun tidak ada yang mengeluarkan suara sama sekali. Emak, Ratih dan Samsul malah saling berpandangan seakan berbicara lewat tatapan matanya.“Katanya tadi ada yang mau ditanyakan. Tanya apa?” ucap Tarno. Ia ingin segera mandi karena badannya sudah lengket semua. Setelah mandi ia ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur seperti biasa. Lalu mengabari Lastri kalau ia sudah di rumah.“Mas, Kamu aja yang tanya,” bisik Ratih pada Samsul.Meskipun suaranya lirih, tapi Tarno masih mampu mendengar apa yang dikatakan Ratih yang duduk di depannya.“Ini ada kue brownies dari Lastri, Mak.” Tarno menyerahkan bungkusan keresek yang diberikan Lastri sebelum ia pulang tadi pada emak.Saat dalam perjalanan pulang, ia tadi mengintip isinya. Ternyata kue brownies kesukaan emak. Emak mengintip isinya sebentar lalu menaruhnya di meja.“Kamu beneran mau