Tarno merasa penasaran siapakah orang yang disapa Lastri dengan panggilan ibu dan bapak. Siapakah kedua orang tersebut. Seingat Tarno kedua orang tua Lastri sudah meninggal.
Ia mempercepat langkah kakinya dengan membawa empat kantong belanjaan dari mobil setelah sebelumnya Lastri mengambil dua kantong belanjaan untuk dibawa masuk terlebih dulu.
Lastri tampak menyalami kedua orang tua tersebut dengan sukacita. Tak lupa diciumnya punggung tangan keduanya dengan takzim. Senyum lebar terkembang di bibirnya.
“Sudah lama sampainya, Pak, Bu? Kenapa tidak menghubungiku?” tanya Lastri setelah duduk di depan kedua orang tersebut.
“Kami juga belum lama sampai, Las,” ucap wanita yang memakai gamis coklat tua.
“Syukurlah. Bagaimana kabarnya Bapak dan Ibu? Sehat kan? Maaf akhir-akhir ini Aku sibuk, jadi belum bisa berkunjung,” kata Lastri.
“Tidak papa. Kami tahu Kamu pasti sedang sibuk mempersiapkan toko meb
Lastri dan Tarno saling melirik. Memberi isyarat lewat tatapan mata seakan mendiskusikan tentang jawaban yang akan diberikan pada Pak Sudrajat.“Tarno, benarkah itu? Menurut Anto, Kamu dan Lastri sedang menjalin sebuah hubungan sekarang dan sedang merencanakan untuk menikah?” Kali ini Bu Sundari yang bertanya.Sementara Pak Sudrajat menatap keduanya tanpa berkedip. Ia mengangkat ujung bibirnya perlahan. Sangat pelan dan singkat agar tidak terlihat oleh kedua orang yang duduk di depannya.Tangan Tarno tiba-tiba berkeringat dan teraba dingin. Jantungnya berdebar cukup kencang.“I-iya, Bu. Kami memang sedang menjalin hubungan saat ini. Namun mengenai masalah pernikahan itu tidak benar. Sebenarnya semua itu adalah gertakan Lastri agar Pak Bambang tidak mendekatinya lagi. Ini hanya kesalahpahaman saja,” jelas Tarno dengan suara bergetar. “Iya, kan, Las?”“Jadi rencana menikah itu tidak benar?” tanya Pak Su
Tarno pulang dengan perasaan yang campur aduk. Senang, bingung, terkejut dan cemas semua berkumpul menjadi satu. Menari-nari dalam kepalanya. Namun semua hal itu tidak mempengaruhi rasa bahagianya. Rasa yang paling dominan di antara semua rasa yang ia rasakan.Ada gelenyar aneh yang muncul di dadanya. Senyum lebar terus menerus menghiasi wajahnya. Membayangkan hidup berdua dengan Lastri sungguh membuat hatinya menjadi senang. Sampai tanpa disadarinya ia sudah sampai di depan rumahnya.“Mas, sudah sampai,” ucap tukang ojek pada Tarno yang masih belum turun juga saat motor sudah berhenti di depan rumah emak.Tarno yang masih melamun membayangkan kehidupannya dengan Lastri langsung kaget.“Eh, i-iya, Mas.” Tarno segera turun dari motor dan melepas helmnya.Setelah memberikan uang pembayaran, motor segera melaju pergi meninggalkan Tarno yang masih memandangi jalan. Pandangannya memang ke jalan, tapi pikirannya ada di tempat lain
Tarno mendapat pesan dari pengadilan agama yang menyatakan bahwa akta cerainya sudah jadi dan bisa diambil di kantor pengadilan agama besok. Ia sangat senang sehingga tanpa sadar mengucap alhamdulillah cukup keras.Senyum lebar tampak menghiasi wajahnya saat ia berjalan menuju mobil. Hatinya sangat senang sehingga dengan penuh semangat dibukakannya pintu mobil untuk Lastri yang sudah menunggunya di samping mobil.Dibisikannya dengan pelan ke telinga Lastri, “Akta ceraiku sudah bisa diambil besok.”Bisikan Tarno di telinga Lastri membuat wajahnya memanas. Pipinya memerah tanpa disadarinya. Ia merasa senang hari ini karena acara yang dipersiapkannya dengan sungguh-sungguh berjalan dengan baik dan lancar. Ditambah kabar barusan dari Tarno membuat kebahagiaannya bertambah lebih.Setelah keduanya masuk mobil, Tarno segera menjalankan mobil menuju toko yang disebutkan Lastri tadi. Toko oleh-oleh yang besar dan lengkap isinya dipilih Lastri untuk mem
Tarno duduk di samping emak menunggu salah satu dari mereka berbicara. Namun tidak ada yang mengeluarkan suara sama sekali. Emak, Ratih dan Samsul malah saling berpandangan seakan berbicara lewat tatapan matanya.“Katanya tadi ada yang mau ditanyakan. Tanya apa?” ucap Tarno. Ia ingin segera mandi karena badannya sudah lengket semua. Setelah mandi ia ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur seperti biasa. Lalu mengabari Lastri kalau ia sudah di rumah.“Mas, Kamu aja yang tanya,” bisik Ratih pada Samsul.Meskipun suaranya lirih, tapi Tarno masih mampu mendengar apa yang dikatakan Ratih yang duduk di depannya.“Ini ada kue brownies dari Lastri, Mak.” Tarno menyerahkan bungkusan keresek yang diberikan Lastri sebelum ia pulang tadi pada emak.Saat dalam perjalanan pulang, ia tadi mengintip isinya. Ternyata kue brownies kesukaan emak. Emak mengintip isinya sebentar lalu menaruhnya di meja.“Kamu beneran mau
Hari yang ditunggu Lastri akhirnya tiba juga. Setelah mempersiapkan hatinya semalaman akhirnya hari ini ia akan berkunjung ke rumah Tarno untuk bertemu dengan emak. Memperkenalkan diri dan meminta doa restu untuk rencana pernikahannya dengan Tarno.Meskipun Tarno sudah berpesan kepadanya untuk tidak membawa apa-apa kemarin, ia tetap membeli kue brownis dan beberapa buah segar yang dibentuk parsel untuk dibawa ke rumah emak. Tidak enak rasanya bila harus berkunjung dengan tangan kosong. Apalagi ke rumah calon mertuanya.Pagi ini Lastri merasa kebingungan saat memilih baju yang akan dipakainya agar terlihat anggun dan elegan. Dibukanya lemari dan dibolak-baliknya beberapa pakaian yang digantung di lemari. Merasa belum ketemu yang cocok ia berpindah ke baju yang ditumpuk di sebelahnya.Meskipun sudah memilih hampir setengah jam, ia masih belum menemukan baju yang dirasa pantas. Dikiriminya pesan pada Tarno untuk meminta pendapatnya.[Mas, lebih pantas yang m
Setelah makan dan bercakap-cakap sebentar, Tarno dan Lastri berpamitan pada emak untuk pergi menjemput Dila dan Dinda. Sebelum pergi, emak memberikan sesuatu pada Lastri.Saat di mobil, Lastri membuka bungkusan yang diberikan emak karena penasaran. Ternyata emak memberikan kue nastar buatannya. Emak memang pandai membuat kue kering seperti nastar, kastangel, dan kue kering lainnya. Biasanya saat mendekati hari lebaran emak akan menerima pesanan dari orang-orang yang sudah menjadi langganannya sejak lama. Biasanya orang yang ada hajatan juga memesan pada emak untuk dibuatkan beberapa kue kering sebagai suguhan atau hantaran.Dari penghasilan membuat kue kering inilah emak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagian ia sisihkan untuk ditabung. Berjaga-jaga jika ada kebutuhan mendadak. Seperti rencana pernikahan Tarno yang akan dilaksanakan secepatnya.Emak berniat menggunakan uang tabungannya untuk membantu Tarno mewujudkan rencananya. Dulu saat menikah dengan S
Dila yang masih belum pulih dari rasa kagetnya setelah mendengar perkataan ibunya akan menikah dengan Pak Joko, bertambah kaget saat melihat ayahnya datang dengan wanita yang tampak cantik dan elegan. Senyumnya tidak pernah muncul sejak mendengar pemberitahuan ibunya kemarin. Matanya terlihat bengkak saat bangun tidur tadi akibat menangis semalaman. Setelah ia kompresDengan langkah berat ia mengikuti Dila yang menggandeng tangannya, mengajaknya untuk segera berangkat. Wajahnya terlihat masam dan datar.“Selamat bersenang-senang ya. Hati-hati di jalan. Ingat pulangnya jangan malam-malam, besok masih harus sekolah,” pesan Susanti saat Dinda dan Dila berpamitan padanya.“Anak-anak kuajak dulu,” ucap Tarno pada Susanti.Susanti mengangguk. Tatapan matanya tidak lepas dari wanita yang berada di belakang Tarno. Mengekori lelaki itu berjalan melewatinya.“Siapa dia, No? Pacar barumu, ya?” celetuk Joko saat Tarno melewa
“Tolong jaga Dinda dulu ya,” pinta Tarno pada Lastri.Lastri mengangguk dengan cepat. Wajahnya terlihat cemas memandang Dila yang sudah berlari keluar.Tarno bergegas menyusul Dila yang berlari keluar toko dengan tergesa-gesa. Sejujurnya ia merasa menyesal karena telah membentak Dila tadi. Baru kali ini ia bersikap kasar padanya sampai memarahinya.Dila adalah putri yang manis dan penurut. Ia tidak pernah bersikap nakal atau berkata kasar sebelumnya. Hanya sesekali membantah saat disuruh. Kenakalan yang wajar untuk anak seusianya. Karena itu Tarno tidak pernah memarahinya selama ini dan hanya menasihatinya dengan tutur kata yang lembut.Dikejarnya Dila yang sudah berada jauh di depannya sambil memanggilnya, “Dila ....”Dila tidak memedulikan panggilan ayahnya dan terus berjalan dengan cepat sambil menunduk. Air mata mengalir deras di pipinya. Dilangkahkannya kakinya dengan cepat sambil mengusap air mata di pipinya tanpa mema