Saka tidak menghiraukan teriakan siluman itu. Dia terus mengeluarkan sinar berbentuk gelang-gelang. Malah ukurannya semakin besar.
Gelang-gelang itu melilit ke bagian leher hingga seluruh tubuh si kera besar. Siluman ini semakin tidak bisa bergerak.Bahkan, walaupun sudah dikerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki. Sampai tubuhnya mengeluarkan kobaran api, tetapi lilitan gelang-gelang itu tidak rusak sedikit pun.Pendekar Mabuk menghentikan ilmu Cakra Dewa. Lalu meneguk tuak. Bumbung bambunya sudah mengecil lagi."Ternyata berlaku juga untuk siluman yang sejak lahir," ujar Saka pelan. Dia menyaksikan keadaan si kera besar yang tersiksa oleh gelang-gelang ilmu Cakra Dewa.Blesss!Bagaikan ada yang menghantam dari atas, tubuh si kera besar amblas ke tanah sebatas lutut. Persis seperti yang dialami Ki Jangkung Wulung dulu."Nah, tetaplah di situ sampai kiamat tiba!" seru Saka.Kemudian Pendekar Mabuk melangkah masukHari jamuan makan bersama raja telah tiba. Para pejabat istana sudah berkumpul di sebuah bangunan tanpa dinding yang khusus untuk acara makan bersama raja.Sang raja dan keluarganya masih belum datang ke tempat tersebut. Sedangkan para pejabat sudah banyak yang menunggu di sana.Di bagian depan yang merupakan pintu masuk terdapat petugas jaga yang menerima kehadiran pejabat yang diundang oleh raja.Di belakang petugas ini, di atas teras, tampak Angkasena bersama ayahnya dan beberapa pejabat lain berdiri. Mereka sedang menunggu keluarga Menteri Teja Sarwa.Yang ditunggu pun muncul. Teja Sarwa bersama istri, Nari Ratih dan juga Saka. Kini Pendekar Mabuk berpenampilan lebih bersih, tidak lusuh lagi.Angkasena langsung maju ke sebelah petugas penerima tamu. Raut wajahnya penuh kesombongan. Begitu merendahkan Teja Sarwa dan keluarganya, terlebih kepada Saka."Acara jamuan ini hanya untuk keluarga dari kalangan istana dan tentunya dari kasta para ksatria. Yang tidak jelas asal-usulnya tidak
Malam hari sebelum hilangnya burung hantu peliharaan sang Patih. Saka yang sudah tahu rencana Angkasena tidak tinggal diam.Di saat penghuni di lingkungan istana sudah terlelap dalam istirahat. Pendekar Mabuk tampak berdiri di atas wuwungan kediaman Menteri Teja Sarwa.Penglihatan Saka di arahkan pada kediaman Patih Mandrasuta yang letaknya cukup jauh dari tempatnya. Atap bangunan rumah Patih yang lebih tinggi dari yang lain, itulah yang hanya terlihat dari kejauhan.Merasa masih terlalu jauh untuk mengawasi keadaan kediaman Patih Mandrasuta, akhirnya Saka berkelebat dan hinggap di atap bangunan yang lebih dekat.Saka sedang menunggu dua pendekar suruhan Angkasena beraksi di malam ini. Pandangannya yang sangat awas menangkap pergerakan di belakang rumah sang Patih.Di belakang rumah tersebut terdapat bangunan lain yang ukurannya lebih kecil, tapi Saka bisa melihat di atas atapnya ada dua orang yang tengah berdiri mengawasi.Langit dan suasana yang gelap membuat kedua orang itu tidak t
Prajurit itu memberitahukan bahwa burung hantu peliharaan Patih sudah ditemukan. Semua orang menghela napas lega.Kecuali Angkasena yang terkejut. Sebab dia yang mengatur dua teman pendekarnya agar seolah-olah Menteri Teja Sarwa mencuri burung tersebut.Menteri Teja Sarwa tampak tenang karena sudah mendapat keterangan dari Saka perihal kejadian semalam berikut rencana si Pendekar Mabuk selanjutnya.Situasinya begitu tepat. Informasi datang sebelum rumah Menteri Teja Sarwa diperiksa. Sang Menteri memperhatikan Angkasena yang tampak dongkol.Akhirnya sang Patih memerintahkan semuanya bubar. Sementara Angkasena dan ayahnya tampak memandang penuh kebencian kepada Menteri Teja Sarwa sambil melangkah pergi.Selepas kejadian tadi, Teja Sarwa mengajak Saka ke suatu tempat untuk berbicara hanya empat mata."Aku jadi penasaran dan curiga!""Mengapa curiga, Gusti Menteri?" tanya Saka dengan raut wajah datar seolah tidak tahu apa-apa. Padahal dia bisa menduga isi hati sang Menteri."Aku curiga se
Saka bisa membaca setiap satu orang prajurit memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bisa mengimbangi lima prajurit dengan kemampuan biasa.Kalau digunakan untuk perang melawan sesama kerajaan bawahan sudah pasti dapat digilas dengan mudah. Ini bisa menjadi ancaman buat kerajaan Galuh sebagai penguasa pusat.Begitu Patih Mandrasuta muncul semua prajurit ini segera menjura. Seseorang yang menjadi pemimpin mereka langsung maju menghadap sang Patih.Orang ini melaporkan perkembangan tentang pasukan yang dia pimpin ini."Semuanya sudah sempurna menguasai semua taktik tempur yang telah diberikan petunjuknya dari Gusti Patih, "ujar si pemimpin.Sang Patih tampak pengangguk-angguk puas. Lalu menoleh kepada enam orang yang dia bawa. Memberi isyarat dengan menganggukkan kepala.Saka yang belum mengerti isyarat tersebut tampak menunggu kelima orang lainnya bergerak. Ternyata mereka bergerak ke setiap sisi lapangan menempati lima titik yang sudah disediakan untuk masing-masing.Pendekar Mabuk lang
Saka meneguk tuak lebih banyak dari biasanya. Ratusan prajurit ini dibagi menjadi beberapa baris. Semuanya mengepung Pendekar Mabuk.Sementara sang Patih hanya mengawasi. Bukan hal berlebihan dia mengerahkan seluruh pasukannya. Dia sudah mendengar kehebatan Saka Sinting. Dunia persilatan sudah menempatkan di jajaran pendekar kelas wahid.Karena hal ini pula, sang Patih sekarang sadar kalau penguasa pusat telah mencium rencana yang telah disusun. Istana Galuh mengirim Saka Sinting untuk meredam pergerakan.Maka dengan melenyapkan Pendekar Mabuk, pastinya istana Galuh akan berpikir keras lagi untuk menyerang Tanjung Camara.Pertempuran satu lawan banyak sudah dimulai di bawah langit malam yang tertutup rimbunnya daun. Diselimuti udara dingin sampai menusuk tulang.Ada lima lingkaran yang mengelilingi Saka. Saat ini dua lapisan terdepan yang berhadapan langsung, silih berganti menyerang Pendekar Mabuk.Sedangkan tiga lingkaran lain hanya bergerak seperti roda berputar saling berlawanan a
Sang Raja yang baru saja terbangun dari tidurnya terkejut mendapat laporan dari prajurit jaga. Wajahnya langsung pucat pasi."Kau bilang pasukan Galuh yang dipimpin Rahyang Amara?" tanya Raja memastikan."Betul, Gusti!" jawab prajurit jaga yang menjura di luar pintu kamar. Setelah melihat isyarat tangan sang Raja, dia segera berbalik meninggalkan tempat persemayaman raja.Sang Raja menoleh pada permaisuri yang juga tampak keheranan bahkan sampai terlihat cemas. Untuk apa Putra Mahkota Galuh itu sampai datang dengan membawa pasukan?"Aku akan lihat ke depan, Dinda kerjakan saja kegiatan seperti biasa," kata sang Raja.Tanpa membersihkan badan terlebih dahulu, hanya berganti pakaian saja dengan yang lebih resmi. Sang Raja bergegas ke halaman depan istana.Di sana sudah ramai para pejabat lain yang menunggu kehadirannya. Hampir semua wajah menunjukkan raut keheranan.Sang Raja menyeruak maju hingga berada paling depan. Sejenak dia memperhatikan Rahyang Amara yang juga berdiri di depan pa
Selama dekat dengan Saka, ternyata Nari Ratih bukan cuma menyukai calon suaminya itu. Dia juga tertarik ingin memiliki kepandaian silat.Saka tidak keberatan mengangkat gadis itu jadi muridnya. Mengajari jurus-jurus dan ilmu baik itu berasal dari gurunya -Ki Aswani- atau dari kitab Sapta Wujud.Yang lebih mencengangkan buat Saka, ternyata si gadis memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Sehingga bisa menguasai jurus-jurus atau ilmu dalam waktu singkat.Saka juga membuatkan senjata untuk Nari Ratih. Yaitu berupa pedang yang bilahnya lentur sehingga bisa melengkung bagaikan sabuk.Kini Nari Ratih sudah layak disebut pendekar.Singkat cerita kini Saka Sinting dengan Nari Ratih sudah menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka dilangsungkan secara sederhana saja di kediaman Menteri Teja Sarwa.Semua pejabat hadir, kecuali keluarga Jarantaka. Mereka merasa malu karena sudah sering menghina Menteri Teja Sarwa.Selanjutnya karena jiwa Saka adalah petualang, maka sang istri juga ingin ikut
Si gadis bernama Parwati acungkan pedang. Siap bertarung seandainya mereka memaksa. Hatinya sudah bulat dengan keputusannya apapun yang akan terjadi."Aku tidak akan pulang sebelum membatalkan perjodohan!""Tapi ayah sudah berjanji, dan tidak mungkin mengingkari. Ini akan merusak nama baiknya!" Lelaki yang bicara ini sepertinya saudara Parwati. Tepatnya kakaknya."Demi nama baik, kenapa harus mengorbankan aku?" teriak Parwati wajahnya mengkelam. Dia merasa beban di pundaknya sangat berat. Apakah memang begini nasib anak perempuan, selalu dijadikan tumbal untuk sebuah nama baik."Itu karena Raksana yang memilihmu!""Seenaknya saja memilih, memangnya siapa dia?""Parwati, ingat ayah berutang banyak pada Juragan Somara!""Kalau begitu aku yang akan melunasi, tapi tidak dengan cara menikahi laki-laki itu!""Keras kepala!"Tiga orang ini bergerak hendak meringkus Parwati. Namun, si gadis putar pedang untuk m
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah