Di depan gua terdapat dua angin puyuh yang saling mengejar. Menerbangkan daun-daun baik yang masih basah atau sudah kering ke angkasa.
Pusaran anginnya tampak berbeda warna. Yang satu merah dan satunya biru.Dewata Kala sudah berdiri di mulut goa. Dia tidak berani sampai keluar sana. Ini pertarungan dua makhluk alam lelembut.Sosoknya tidak kelihatan, tapi dia bisa merasakan energinya yang sangat kuat."Ini pasti Blotong, siapa yang satunya. Apa mungkin peliharaannya Kameswara?"Seandainya dia sudah sepenuhnya menjadi siluman, mungkin dia akan turun membantu Blotong. Namun, kalaupun benar rasanya dia tidak sudi membantu.Bukanlah justru Blotong adalah budaknya. Dia hanya memanfaatkan mahkluk itu untuk kepentingan diri sendiri. Blotong diperlakukan seperti orang suruhannya.Bahkan dia punya rencana kalau cita-citanya sudah tercapai maka tidak akan membutuhkan makhluk itu lagi. Begitulah kalau orang tamak dan ambisius.Seorang gadis bertubuh mungil berkulit putih. Mukanya agak lonjong dengan dagu lancip, hidung kecil juga lancip. Sepasang mata yang lentik.Wajah, jangan ditanya lagi. Cantik bersih bagai tiada cacat. Tubuh mungilnya ini yang membuat Kameswara tak berkedip memandangnya dari kejauhan.Tubuh Puspa Arum juga mungil, tapi yang ini lebih indah karena memiliki kulit putih.Pakaian atasnya berupa kemben yang dilapis kebaya berbentuk indah warna biru muda dan serasi dengan tubuhnya.Sementara di bagian bawah mengenakan celana pangsi yang tidak terlalu lebar, menyesuaikan bentuk kaki, tapi tidak ngetat.Di bagian pinggang melilit kain sinjang yang dilipat pendek bercorak batiik.Kameswara sepertinya pernah melihat wajah gadis ini, tapi lupa di mana. Yang membuatnya melongo, gadis mungil ini tengah berjalan sambil menggendong kayu bakar di pinggangnya.Si gadis sampai berhenti beberapa langkah di depan Kameswara. Keningnya mengker
"Muridnya Kala Cengkar yang bernama Dewata Kala kini muncul dengan membuat kekacauan sama seperti yang dilakukan gurunya,"Reaksi Asmarini hanya tampak seperti orang berpikir mengumpulkan ingatan.Sementara Kameswara tahu kalau gadis ini bukan orang sembarangan. Tidak mungkin dia hanya sendirian di tempat ini."Aku kurang paham dengan dunia persilatan," ujar Asmarini kemudian. "Kenapa kau menceritakannya padaku tanpa merasa curiga?""Aku merasa percaya saja!""Terus untuk apa mencari Dewi Payung Terbang, siapa dia?""Kala Cengkar yang sudah setengah siluman tak berkutik saat disegel oleh Dewi Payung Terbang. Maka cara untuk melumpuhkan Dewata Kala juga harus disegel yang hanya bisa dilakukan oleh wanita itu,""Tidak ada cara lain?""Belum menemukannya,""Apa kau pernah berhadapan dengan Dewata Kala?""Pernah sekali, kekuatannya tak dapat diukur. Untung aku bisa selamat. Sepertinya Maharesi dari
Inilah keanehan dunia persilatan. Mau mengundang minum tuak saja pakai cara menyerang.Ini juga berarti lelaki setengah baya itu tahu kalau Kameswara bukan orang sembarangan. Setidaknya bisa membaca bahwa Kameswara memilki kesaktian."Aku tidak pernah minum tuak. Katanya minuman yang dapat menyebabkan mabuk dilarang untuk diminum!"Tuak yang tadi saja bisa jadi senjata berbahaya, apalagi kalau diminum.Orang di atas pohon tertawa. "Aku percaya ucapanmu, kalau begitu kau naik saja ke sini, aku ingin bicara denganmu!""Apa kau mengenalku?""Naik saja dulu!"Akhirnya Kameswara melesat ke atas dengan sekali genjot. Gerakannya cepat bagai elang yang hendak menangkap mangsa, tahu-tahu sudah duduk di samping orang yang membawa bumbung bambu berisi tuak itu."Tidak salah aku menilaimu!" ujar lelaki setengah baya setelah memperhatikan Kameswara beberapa saat. Pemuda ini hanya kerutkan dahi."Apa yang kau ingin b
Kameswara ragu untuk mengetuk pintu. Dia memang belum ahli dalam meredakan amarah seorang wanita. Dulu saja waktu 'didiamkan' oleh Tantri Wulan, dia menyerah.Kalau si gadis tiba-tiba marah, itu bukan hal aneh karena kebanyakan sifat perempuan memang begitu. Tidak dikatakan, tapi laki-laki harus tahu, paham dan peka.Padahal kalau tidak diungkapkan apa kesalahannya, mana bisa tahu. Akhirnya hanya salah paham yang keterusan.Akhirnya Kameswara duduk di teras menyandar pada salah satu tiang. Sesekali kedua matanya melirik ke pintu. Siapa tahu gadis itu keluar.Sementara di dalam, Asmarini tampak kebingungan. Dia duduk di sudut ruang depan yang bersebelahan dengan dapur. Dia juga sering menatap ke pintu.Ini semua gara-gara Ki Santang yang mengetahui isi hatinya bahwa dia menyukai pemuda yang bernama Kameswara itu.Kenapa dia harus pura-pura menjadi kakeknya dan mencegat Kameswara dalam perjalanan.Akan tetapi kalau tidak b
"Kemana, Eyang?""Desa Pagerwesi, ada sahabatku di sana namanya Ki Ranujaya. Aku akan memintanya untuk menurunkan salah satu ilmu andalannya Tapak Angin!""Tapak Angin, bukankah itu nama julukan seseorang?"Benar, dia muridnya Ki Ranujaya. Walaupun tidak setenar Tapan Galunggung, tapi bisa jadi ilmu simpanan buatmu!"Kira-kira setengah hari kemudian mereka sampai di tempat tujuan.Tidak seperti pendekar lain yang biasanya hidup memencilkan diri dari keramaian, rumah Ki Ranujaya berbaur di antara rumah penduduk yang lain.Rumahnya cukup besar. Dia memang hanya mempunyai seorang murid saja yaitu Si Tapak Angin yang nama aslinya adalah Sutakeling.Sutakeling sendiri sudah mempunyai empat murid yang seumuran dengan anaknya, Ruminda."Sampurasun!" ucap Aki Balangantrang."Rampes!"Salah seorang murid Si Tapak Angin kebetulan berada di depan sedang membersihkan halaman."Oh, Aki Balangantran
Sisi jahatnya Kameswara ingin mencuri kehormatan Xiang 'er atau sekalian diculik ke tanah Sunda, tapi hati baiknya dia ingin gadis ini bahagia.Belum tentu dia bisa membahagiakannya untuk saat ini. Dia belum bisa seperti Sutajaya sahabatnya yang memiliki dua istri. Terus belum tentu juga Asmarini mau dimadu.Gadis mungil itu tidak akan terima dengan penjelasan bahwa Xiang 'er adalah jelmaan Ayu Citra dari masa depan. Mana mungkin percaya.Akhirnya Kameswara hanya memeluk gadis yang sedang mengenakan pakaian pengantin ini penuh kasih sayang. Ayu Citra juga memanfaatkan kesempatan yang ada.Bahkan dia rela dan pasrah bila Kameswara meminta lebih. Namun, pemuda ini membatasi diri."Aku ingin kau bahagia, aku tidak boleh egois!" ujar Kameswara sambil memegang kedua pipi lembut Ayu Citra.Bulir bening tampak mengalir melintasi kulit halus di bawahnya. Kameswara tidak tahu apa yang dirasakan gadis ini. Di kehidupan sebelumnya mereka ad
Telah tiba hari di mana pesta sabung ayam digelar. Pesta yang diadakan setahun sekali yang sudah menjadi tradisi di kerajaan Galuh sejak lama.Acara ini diselenggarakan di alun-alun kota raja. Di tengah lapangan sudah dibuatkan arena adu ayam jago. Di setiap sisi sudah di siapkan tempat duduk masing-masing peserta.Sementara rakyat tampak menonton agak lebih sisi lagi, tapi masih bisa kelihatan arena adu ayam yang bentuknya sebuah panggung pendek dengan jaring pembatas pada setiap sisi.Yang hadir di sana tentu saja para pembesar istana yang menggemari sabung ayam. Namun, sang raja belum nampak hadir. Yang sudah hadir dari keluarga istana ada dua putra raja.Hariang Banga dan Manarah.Walaupun banyak peserta lainnya, tapi yang dinanti-nantikan adalah adu antara ayam milik Banga melawan ayam jago milik Manarah.Sambil menunggu pertarungan bergengsi itu dimulai, maka terlebih dahulu menampilkan adu jago antar peserta lainnya. Semua
Manarah mengurut-urut badan ayam. Jago andalannya ini tidak perlu dialiri tenaga dalam seperti yang dilakukan saudaranya. Karena ayam jantan miliknya sejak masih telur sudah terlihat ajaib."Kalau ayamku kalah, aku akan menjadi budakmu seumur hidup!" jawab Manarah tegas dan mantap tanpa menoleh ke arah Banga.Hariang Banga tersenyum dengan keramahan yang palsu. Bagus juga kalau adiknya ini menjadi budaknya.Dengan begitu status sebagai rakean akan hilang dan tidak akan bisa menjadi pejabat apapun di istana."Boleh, juga. Lalu apa yang kau inginkan seandainya aku yang kalah?" tantang Hariang Banga."Bagi dua kerajaan, Raka bagian Sunda atau yang berada di sebelah barat Citarum dan aku bagian Galuh, sebelah timur Citarum!"Sang putra mahkota sedikit terhenyak mendengarnya. Ayahnya berharap dia terus melanjutkan kekuasaan di dua kerajaan yang sudah menjadi satu ini.Ingin mengulang kembali masa kejayaan Salakanagara atau Ta
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay