Untuk menuju goa Lalay, Kameswara harus melewati jalan setapak yang agak curam dan di apit oleh jurang. Pemandangan hijau menghiasi sekeliling mata memandang.
Suara angin bergemuruh berhembus ke dalam jurang. Saat itu hari sudah beranjak sore. Cukup jauh juga menyusuri jalan setapak yang bikin dada berdebar karena sedikit saja tergelincir, maka akan jatuh ke jurang.Akhirnya sampai juga di goa Lalay yang mulut goanya cukup besar. Di bawahnya mengalir air sungai yang jernih mengalir cukup deras di celah antara dua tebing.Ada energi besar terasa bagaikan dinding tak kasat mata seolah menahannya agar tidak masuk. Kameswara mematung di depan mulut goa itu. Memperhatikan setiap sisinya. Terdengar suara gemuruh di dalam sana."Biasanya sudah ada anggota Laskar Nyali Kutu yang mengincar benda-benda pusaka," gumam Kameswara. Dia sengaja berdiri berlama-lama di sana menunggu, siapa tahu memang ada orang yang di maksud.Bukan tidak mungkin keberad"Pendekar Madya tingkat sembilan," batin Kameswara setelah bisa mengukur kekuatan mereka.Dia pernah mengalahkan pendekar utama tingkat sembilan waktu di Talaga Sangiang, jadi menghadapi dua orang ini saja tidak perlu mengeluarkan kekuatan yang besar."Kau pikir aku akan percaya dengan bualanmu!"Mereka tidak percaya ucapan Kameswara mereka masih menganggap enteng pemuda itu."Dasar dungu, Bukankah kalian tidak bisa melihatku masuk kedalam air terjun ini? Kalian malah menganggap aku berada di luar sana,"Dua anggota Laskar Siluman Merah itu saling pandang kali ini mereka membenarkan ucapan Kameswara tapi mereka tetap tidak percaya anak semuda itu bisa melakukannya.Baru setelah Kameswara memancarkan auranya mereka begitu terkejut melihat anak semuda itu sudah mencapai tahap pendekar Utama tingkat awal. Tanpa terasa kedua kaki mereka tersurut mundur.Energi yang muncul bersama aura terasa sangat menekan. Tubuh mereka semp
Suasana puncak gunung yang gelap gulita kedatangan sebuah cahaya kuning keemasan yang muncul di depan Sutajaya dari mulai sebesar kerikil hingga membesar sampai membentuk satu sosok.Sosok harimau belang berwarna keemasan.Harimau ini memendarkan energi panas yang secara perlahan melindas udara dingin di puncak gunung. Tubuh Sutajaya yang telah membeku selama tiga hari merasakan aliran hawa panas menjalar ke setiap urat dan sendinya.Sutajaya yang sudah mati rasa seperti terbangun dari tidur panjang. Bahkan mulutnya yang meracau menyebut nama Harimau Dewa seperti tak terkendali seolah tidak memiliki hubungan dengan bagian tubuh lainnya."Bukalah matamu, Cucuku!"Suara lembut seorang kakek merasuk ke telinga menjalar sampai mengetuk jantung yang hampir tak berdetak selama bersemedi.Pendekar Cakar Sakti terhenti ucapan di mulutnya, mulai menghembuskan napas lega, tapi masih menutup mata.Dia mengatur hawa panas yang menga
Sepanjang jalan Sriwuni melihat bagian dalam perguruan yang terbesar di tanah Sunda-Galuh ini. Dia tampak kagum dengan bangunan-bangunan yang megah dengan halaman luas.Letaknya yang berada di lereng membuat matanya bisa melihat ke arah kejauhan yang menampakkan pemandangan di bawah gunung yang indah dan kadang-kadang tertutup kabut.Sriwuni sampai di tempatnya Ranu Baya. Kakek ini sedang membaca sebuah kitab. Sang kakek langsung menghentikan kegiatannya begitu kedatangan tamu. Si penjaga sudah kembali lagi bertugas."Sampurasun, Kek!""Rampes, dengan siapa gerangan, wahai gadis cantik?"Sriwuni tersipu malu disapa dengan sopan dan pujian, dia segera duduk di depan si kakek yang masih bersila di lantai. Si kakek sudah melihat garis tubuh si gadis, menampakkan badan pendekar."Saya Sriwuni murid Nyai Pancaksuji," si gadis memperkenalkan diri."Ah, aku pernah mendengar nama gurumu itu, tapi aku belum pernah berjumpa dengan
Wajah Wirasoma merah pertanda sudah banyak tuak yang masuk ke perutnya. Sekarang pernikahannya hanyalah ikatan dua perguruan saja.Terutama perguruan Linggajaya, karena dengan berbesanan dengan perguruan Sangga Buana maka nama Linggajaya akan semakin melambung.Setelah berada di depan Wirasoma, Sriwuni langsung mengambil bumbung di tangan pemuda itu. Si pemuda kaget."Eh, kenapa kau ambil tuakku?" hardiknya dengan suara bagai terhempas angin. Lalu kedua matanya memicing menatap siapa yang datang."Kau sudah mabuk, jangan minum lagi!" Sriwuni membuang bumbung bambu jauh-jauh."Siapa kau, Citrawati istriku? Tapi kau pendek, Citrawati itu tinggi, tapi kau juga cantik seperti dia. Tapi sayang, dia sudah tidak suci sebelum aku nikahi!"Sriwuni tidak bereaksi apapun, pemuda itu tengah mabuk, semua ucapannya hanya asal keluar saja. Namun, sepertinya dia memang memendam kekecewaan kepada istrinya."Kau pulanglah, mungkin istrimu
Belum habis keterkejutan Wirasoma, tiba-tiba Sriwuni menubruk dan menindihnya. Menjelang pagi itu sepasang manusia yang dilanda galau ini disibukkan dengan rintihan dan desahan.Mereka mengulangi keindahan semalam. Kali ini melakukannya secara sadar. Hingga cahaya putih terbersit di langit timur keduanya kembali terkulai lemas dengan wajah penuh kepuasan.Begitu 'carangcang tihang' mereka sudah rapi kembali. Sriwuni kembali ke perguruan lebih dahulu. Setelah agak lama baru Wirasoma menyusul.Di dalam perguruan mereka pura-pura tidak saling kenal. Sampai di sana ternyata Sriwuni sedang dicari-cari Citrawati.Murid Nyai Padmasari ini ingin mengetahui lebih jauh mengenai tujuan Sriwuni yang mencari Kameswara.***Di pagi hari yang cerah dengan udara pegunungan yang segar, Kameswara menatap puncak gunung Indrakilla yang menjulang di sebelah timur.Pemuda yang kekuatannya semakin meningkat ini berdiri di dekat jalan
Tiba-tiba Kameswara merasakan hawa kehadiran orang, tapi masih jauh di belakangnya. Bukan cuma satu, tapi ada dua dari arah yang berbeda. Dia Segera menghilangkan diri dengan mengusap bahu kirinya.Kemudian Kameswara melesat naik ke salah satu pohon agar bisa melihat ke bawah. Terpaut jarak yang cukup jauh, di sebelah kiri dan kanan terlihat dua sosok yang sedang melesat naik ke puncak.Mereka menggunakan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi. Berlari di udara, kakinya berpijak dari pucuk ke pucuk pohon. Jika diperkirakan maka keduanya akan bertemu di satu titik, mungkin di puncak.Yang di sebelah kanan Kameswara sudah bisa menebak dari mana asal orang itu. Pakaian yang dikenakan berwarna merah darah. Siapa lagi kalau bukan orang Laskar Siluman Merah."Sudah kuduga, setiap benda berharga pasti sudah tercium oleh laskar kutu itu!"Kameswara alirkan tenaga dalam ke tangan kanan, lalu meninju udara. Mengirim pukulan jarak jauh ke arah sosok
Si pendek kekar sudah bersiap lagi. Merasa ajian Banteng Wulung sudah bisa diatasi lawan, maka dia ganti serangan menggunakan ajian Karang Samudra.Golok khas Laskar Siluman Merah dikeluarkan lalu dialirkan hawa sakti ke dalamnya. Ajian yang seharusnya dipakai secara berkelompok digunakan sendiri dengan perantara golok.Wung!Golok dikibaskan, bola api melesat memburu mangsa. Kameswara sudah hapal dengan serangan ini.Dia keluarkan Kujang Bayangan untuk menangkap bola api hingga menyerap ke dalam. Si pendek kekar terkejut.Kameswara tertawa lantang. "Mainan ini aku sudah bosan menggunakannya!"Dedengkot Laskar Siluman Merah mengganti lagi dengan ajian Gunung Bitu. Sinar jingga berkelebat keluar dari ujung golok. Gerakannya lebih cepat daripada bola api.Kameswara hanya sempat menahan dengan bilah kujang yang dilebarkan. Kalau dulu dia sempat lolos dari ajian ini, sekarang tidak. Sinar jingga menghantam kujang.T
Pertarungan terhenti. Wajah pendekar berpedang panjang tampak penuh penyesalan. Seperti seorang yang gagal menjalankan tugas. Memang seperti itu adanya.Dia disebut Samurai, dan pedang panjangnya itu disebut Katana. Jauh-jauh datang dari negeri yang disebut Matahari Terbit untuk mendapatkan kitab yang berisi taktik tempur.Ternyata kemampuannya belum sepadan dengan sang penjaga kitab tersebut. Kehebatan si kakek itu ternyata jauh dari perkiraan.Padahal dia telah mengalahkan beberapa pendekar tangguh di negeri ini sebelumnya dengan mudah.Akhirnya daripada pulang menanggung malu karena kegagalannya, maka dia melakukan 'harakiri'. Kameswara sempat kaget melihat orang ini menusukkan pedangnya ke perut sendiri secara sadis.Sosok samurai terkulai melepaskan nyawanya. Kameswara menatap penuh tanya kepada si kakek yang hanya diam saja membiarkan hal itu terjadi.Si kakek malah tersenyum dan memberi isyarat agar Kameswara menghampiriny
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis
Tiga murid ini langsung tertahan dan tersurut mundur ketika melihat siapa yang datang."Guru!" sahut ketiganya serempak.Ternyata Ki Jagatapa yang datang. Kameswara tetap bersikap datar, sementara tiga murid tampak ketakutan dengan wajah menunduk. Bukankah sang guru sudah mewanti-wanti agar jangan membuat masalah dengan Kameswara?"Pergilah, kalian tidak tahu yang sebenarnya!"Sedikit lega akhirnya tiga murid ini melangkah pergi ke asrama. Beruntung mereka tidak diberikan hukuman."Terima kasih, Kek!" ucap Kameswara."Lanjutkan latihanmu!""Baik, Kek!"Ki Jagatapa sudah pergi lagi. Kameswara melanjutkan olah napas yang sempat terhenti. Dia belum bisa semedi jadi hanya olah napas saja.Kameswara seperti kembali ke masa awal ketika berlatih di hutan Balida di bawah bimbingan Ki Kuncung Putih. Untungnya dia masih hapal isi kitab Jaya Buana.Sampai larut malam Kameswara belum berhenti dengan kegiat
Ada sekitar lima orang berseragam jubah hitam yang ada penutup kepalanya. Kuda tunggangan mereka tampak gagah. Sepertinya kuda pilihan.Karena jarak yang begitu jauh, Kameswara tidak bisa melihat wajah mereka. Ditambah penutup kepala yang begitu lebar sampai menyembunyikan wajah mereka.Untungnya pasukan berkuda itu tidak menuju ke padepokan Mega Sutra. Jalan kecil menuju kaki bukit di mana terdapat padepokan putri dilewati begitu saja."Siapa mereka?" Kameswara menghentikan gerakannya.Dia belum banyak tahu segala hal tentang jaman yang ditinggalinya sekarang. Dia harus banyak bertanya kepada Arya Soka atau Ki Jagatapa langsung.Setelah gerombolan berjubah hitam dan berkuda tadi menghilang di kejauhan, Kameswara melanjutkan kembali latihannya.Sudah puluhan kali Kameswara mengulang gerakannya. Memang tidak merasakan lelah karena ada sabuk sakti, tapi tetap merasakan ada perubahan.Apa yang berubah?Pernapasanny
Ketika Arya Soka menanyakan perihal Kameswara yang menjadi buronan, si pemuda dari masa depan ini menjelaskan dengan gamblang seperti yang dia alami."Kalau aku buronan, memang benar. Karena aku kabur dari penjara istana, tapi kalau tidak kabur aku dituduh sesuatu yang tidak aku lakukan!"Kameswara bisa menebak pihak kerajaan tidak akan percaya dengan keterangannya. Mereka akan terus menyiksanya sampai mengaku.Kalau begitu terus dia tidak punya waktu untuk membuka kembali ketujuh cakranya.Arya Soka mengerti keadaan Kameswara yang bingung di tempat atau lebih tepatnya di jaman yang asing baginya.Lebih dari itu Kameswara juga harus memikirkan bagaimana caranya kembali ke masanya dan juga menemukan istrinya."Sebenarnya aku masih kurang percaya tentang asal usulmu, aku ingin mengujimu. Jika kau benar-benar datang dari masa depan, pasti mengetahui apa yang akan terjadi di negeri ini khususnya!"Sebelum menjawab Kameswara
Setelah lewat 'sareupna' ada tujuh murid yang mendapat giliran pelatihan khusus malam. Mereka dilatih oleh Arya Soka.Anak laki-laki Ki Jagatapa ini memang ilmunya paling tinggi sehingga dipercaya melatih murid yang lain.Kemudian ada empat orang yang mendapat giliran ronda. Mereka tidak hanya meronta di padepokan putra, tapi juga menjaga padepokan putri di bawah.Sementara Kameswara mulai membuka kitab yang dipinjamkan Ki Jagatapa di kamarnya. Untungnya jenis tulisannya tidak beda dengan kitab Jaya Buana.Pada saat membaca Kameswara menemukan ada inti sari kalimat yang sama dengan kitab Jaya Buana. Muncullah ide untuk menggabungkan keduanya.Yang jadi masalah ternyata Kameswara tidak bisa melakukan semedi. Karena cakranya tertutup, aliran napasnya tidak bisa bercampur dengan aliran darah.Jadi dia merasa percuma saja semedi yang tidak ubahnya hanya untuk menenangkan pikiran. Sementara napasnya tidak bisa diolah untuk mengendalik
Kameswara membuka kedua matanya. Dia mendapati dirinya terbaring di atas bale bambu. Sesaat matanya memicing menyesuaikan dengan cahaya.Cahaya sang penerang jagat ini masuk melalui celah-celah atap bangunan di mana Kameswara berada."Di mana aku?"Kameswara bangun duduk, mengitarkan pandangan. Rupanya dia berada salam sebuah ruangan semacam rumah kecil.Ada banyak perabotan di sudut belakang dekat pintu belakang yang terbuka. Ada satu lagi bale bambu yang sama besar, letaknya bersebelahan dengan bale yang ditempati Kameswara.Pemuda ini mengingat kejadian sebelumnya. Dia menyaksikan dua orang kuat bertarung dan dia terkena dampak pukulan sakti keduanya sampai pingsan.Lalu begitu bangun sudah berada di tempat ini. Berarti ada orang yang membawanya ketika pingsan. Siapa orang ini?"Luar biasa!" Seseorang berujar. Suaranya agak serak dan sedikit gemetar.Dari pintu depan masuk seorang kakek berpakaian serba putih