Ratu Simbar Kancana tampak berpikir. Barangkali ada ingatannya mengenai pedang yang disebutkan Kameswara. Lalu dia geleng-geleng kepala sambil menghempas napas.
"Ya, sudah. Pergilah, aku percaya padamu!" ujar si nenek."Baik, Nek!"Kameswara memandang ke tengah telaga, dia menarik napas pelan dan dalam. Air telaga yang tenang, tidak tahu berapa kedalamannya. Kameswara membayangkan dulunya telaga ini adalah sebuah istana.Karena suatu kejadian berubah menjadi telaga dan penguasanya menghilang atau disebut 'ngahiyang' atau moksa. Ada hal aneh yang sulit dijangkau oleh nalar.Jangankan sebuah keraton yang berubah menjadi telaga, di dalam tubuh sendiri saja masih terdapat keanehan.Sabuk yang selalu membuat dirinya tak pernah lelah. Rompi yang bisa menghilangkan wujudnya.Setelah meyakinkan perasaannya, Kameswara melangkah memasuki telaga. Setapak demi setapak dari yang dangkal semakin dalam. Pakaian hingga seluruh tubuhnya"Jodoh?" Kameswara tercekat menelan ludahnya sendiri. Mendengar kata jodoh, dia terpikirkan tiga wanita yang dekat dengannya.Citrawati, Sriwuni dan Kirana. Siapa di antara mereka yang menjadi jodohnya? Atau masih ada yang lain lagi yang belum bertemu dengannya?"Carilah dia yang mengerti ilmu pedang dan juga berwatak harum seperti pedang itu yang memancarkan aroma wangi,"Kemudian Ratu Simbar Kancana mengeluarkan seutas tali yang terbuat dari anyaman beberapa kain. "Pakailah tali ini untuk mengingat warangkanya, biar kau mudah membawanya. Disampirkan di punggung!"Kameswara menerima tali itu lalu membuat simpul ikatan pada dua ujung warangka pedang. Setelah selesai disampirkan pedang terbuat dari emas itu di punggungnya."Tali itu sangat kuat, hanya tongkatku ini yang mampu memutuskannya,""Terima kasih Nenek Ratu, aku mohon diri!" Kameswara menjura dalam-dalam. "Sampurasun!""Rampes!"Kameswara meninggalkan Ra
Kameswara memasuki sebuah kedai yang agak besar. Letaknya yang di dekat jalan membuat kedai ini tampak ramai.Di antara pengunjung kedai ada tiga orang yang membuat mata Kameswara selalu melirik mereka.Seorang lelaki setengah baya yang pakaiannya agak mirip dengan Ahmad Jailani. Bagian dalamnya berupa setelan pangsi biasa dilapis dengan jubah agak lebar. Di kepalanya memakai sorban.Lelaki ini bersama dua orang gadis yang mengenakan setelan kebaya longgar dan di kepalanya tersampir kerudung hingga menutupi bahu.Melihat mereka membuat Kameswara ingat Ahmad Jailani dan ajarannya tentang agama baru yang hampir saja dia lupa, bahwa dia kini sudah menganut keyakinan baru itu. Masih banyak yang belum dia pelajari tentang Islam."Jalur mana yang lebih dekat ke pesantren Quro, Ki?" tanya salah satu gadis berkerudung."Kalau ke Citarum sangat jauh, lebih dekat ke sungai Cimanuk walaupun harus di tempuh beberapa hari," jawab lelaki berso
Dua sosok gadis sama-sama bergerak cepat ke depan dengan pedang terhunus mengincar sasaran masing-masing.Ayu Citra sempat terkejut saat mencium aroma wangi ketika pedang tercabut dari warangkanya.Ayu Citra sama sekali tidak melepas kerudungnya. Bagian yang tidak menutup kepala dibelitkan di leher. Dia tidak terganggu sedikitpun gerakannya. Sepertinya dia sudah terbiasa memakai kerudung.Dua gadis meluncur hendak bertabrakan. Mereka sama-sama menggunakan jurus 'Pedang Memburu Mangsa'. Pada saat hampir bertabrakan, keduanya memutar badan.Sama-sama menghindari ujung pedang lawan kemudian mencari celah masing-masing dengan menyabetkan senjatanya ke titik sasaran.Trang!Yang Kameswara lihat, dua gadis meluncur di udara saling menodongkan pedang, kemudian terdengar suara benturan dua senjata. Sementara sosok mereka terus meluncur ke depan sampai mendarat dengan selamat.Ayu Citra dan Sukesih bertukar tempat. Mereka sudah s
Kemudian Kameswara menjelaskan bahwa dia diberi tugas oleh Ranu Baya untuk mengambil pedang Bunga Emas di dasar Telaga Sangiang kemudian mencari pendekar wanita yang cocok untuk memiliki pedang tersebut."Bagaimana kau bisa langsung percaya padaku?" tanya Ayu Citra masih tidak habis pikir.Mereka berempat sudah berjalan meninggalkan tempat tadi. Ayu Citra masih memegang pedang yang sering diperhatikan sepanjang jalan."Aku melihat kau nyaman menggunakannya. Pedang itu seperti sudah menyatu dengan dirimu. Itu termasuk pedang pusaka, namanya pedang Bunga Emas. Senjata pusaka biasanya akan mencari pemiliknya sendiri, dan kalau tidak berjodoh maka tidak akan merasa nyaman bagi yang memegangnya,""Kalau begitu terima kasih atas kepercayaannya, aku akan menjaga dan menggunakan pedang ini di jalan kebenaran!""Ngomong-ngomong, kemana tujuanmu?" tanya Ki Badar."Tugasku berikutnya mencari goa Lalay!""Oh, tempat itu tidak jauh.
Untuk menuju goa Lalay, Kameswara harus melewati jalan setapak yang agak curam dan di apit oleh jurang. Pemandangan hijau menghiasi sekeliling mata memandang.Suara angin bergemuruh berhembus ke dalam jurang. Saat itu hari sudah beranjak sore. Cukup jauh juga menyusuri jalan setapak yang bikin dada berdebar karena sedikit saja tergelincir, maka akan jatuh ke jurang.Akhirnya sampai juga di goa Lalay yang mulut goanya cukup besar. Di bawahnya mengalir air sungai yang jernih mengalir cukup deras di celah antara dua tebing.Ada energi besar terasa bagaikan dinding tak kasat mata seolah menahannya agar tidak masuk. Kameswara mematung di depan mulut goa itu. Memperhatikan setiap sisinya. Terdengar suara gemuruh di dalam sana."Biasanya sudah ada anggota Laskar Nyali Kutu yang mengincar benda-benda pusaka," gumam Kameswara. Dia sengaja berdiri berlama-lama di sana menunggu, siapa tahu memang ada orang yang di maksud.Bukan tidak mungkin keberad
"Pendekar Madya tingkat sembilan," batin Kameswara setelah bisa mengukur kekuatan mereka.Dia pernah mengalahkan pendekar utama tingkat sembilan waktu di Talaga Sangiang, jadi menghadapi dua orang ini saja tidak perlu mengeluarkan kekuatan yang besar."Kau pikir aku akan percaya dengan bualanmu!"Mereka tidak percaya ucapan Kameswara mereka masih menganggap enteng pemuda itu."Dasar dungu, Bukankah kalian tidak bisa melihatku masuk kedalam air terjun ini? Kalian malah menganggap aku berada di luar sana,"Dua anggota Laskar Siluman Merah itu saling pandang kali ini mereka membenarkan ucapan Kameswara tapi mereka tetap tidak percaya anak semuda itu bisa melakukannya.Baru setelah Kameswara memancarkan auranya mereka begitu terkejut melihat anak semuda itu sudah mencapai tahap pendekar Utama tingkat awal. Tanpa terasa kedua kaki mereka tersurut mundur.Energi yang muncul bersama aura terasa sangat menekan. Tubuh mereka semp
Suasana puncak gunung yang gelap gulita kedatangan sebuah cahaya kuning keemasan yang muncul di depan Sutajaya dari mulai sebesar kerikil hingga membesar sampai membentuk satu sosok.Sosok harimau belang berwarna keemasan.Harimau ini memendarkan energi panas yang secara perlahan melindas udara dingin di puncak gunung. Tubuh Sutajaya yang telah membeku selama tiga hari merasakan aliran hawa panas menjalar ke setiap urat dan sendinya.Sutajaya yang sudah mati rasa seperti terbangun dari tidur panjang. Bahkan mulutnya yang meracau menyebut nama Harimau Dewa seperti tak terkendali seolah tidak memiliki hubungan dengan bagian tubuh lainnya."Bukalah matamu, Cucuku!"Suara lembut seorang kakek merasuk ke telinga menjalar sampai mengetuk jantung yang hampir tak berdetak selama bersemedi.Pendekar Cakar Sakti terhenti ucapan di mulutnya, mulai menghembuskan napas lega, tapi masih menutup mata.Dia mengatur hawa panas yang menga
Sepanjang jalan Sriwuni melihat bagian dalam perguruan yang terbesar di tanah Sunda-Galuh ini. Dia tampak kagum dengan bangunan-bangunan yang megah dengan halaman luas.Letaknya yang berada di lereng membuat matanya bisa melihat ke arah kejauhan yang menampakkan pemandangan di bawah gunung yang indah dan kadang-kadang tertutup kabut.Sriwuni sampai di tempatnya Ranu Baya. Kakek ini sedang membaca sebuah kitab. Sang kakek langsung menghentikan kegiatannya begitu kedatangan tamu. Si penjaga sudah kembali lagi bertugas."Sampurasun, Kek!""Rampes, dengan siapa gerangan, wahai gadis cantik?"Sriwuni tersipu malu disapa dengan sopan dan pujian, dia segera duduk di depan si kakek yang masih bersila di lantai. Si kakek sudah melihat garis tubuh si gadis, menampakkan badan pendekar."Saya Sriwuni murid Nyai Pancaksuji," si gadis memperkenalkan diri."Ah, aku pernah mendengar nama gurumu itu, tapi aku belum pernah berjumpa dengan
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay