LEBIH BAIK KITA BERPISAH 10"Berhenti!"Kedua lelaki itu menoleh serempak. Ada keterkejutan di raut wajah keduanya. Mereka tahu aku masih ada di kantor karena mobilku masih terparkir manis, tapi, sepertinya, tak menyangka bahwa aku akan datang dan memergoki kelakuan mereka yang seperti abege labil."Senja!" Jonas memburu ke arahku, tapi Biru diam saja dengan raut wajah bersalah."Berhenti, Jo! Dan kamu juga Bi. Dengar baik-baik. Mungkin kalian pikir aku bangga diperebutkan oleh dua lelaki. Kalian salah besar. Kalian membuatku seperti perempuan yang tak punya harga diri!""Bukan begitu maksudku, Senja! Aku…""Diam kamu, Jo. Aku serius kali ini. Kalau kamu masih juga menggangguku, aku akan melaporkan kamu ke polisi dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan. Jadi sebaiknya mulai saat ini anggap saja kita nggak pernah saling kenal!"Tanpa menunggu reaksi keduanya, aku berlari masuk, naik ke atas dan segera membereskan pekerjaanku yang belum selesai. Aku akan membereskannya di rumah saja.
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 11PoV JONAS"Mas, ini kopinya."Aku tak menyahut, membiarkan Marsya meletakkan kopi hitam kesukaanku di atas meja. Mata dan tanganku masih fokus pada ponsel. Berkali-kali aku melihat chat WA, mengecek apakah Senja sudah membuka blokiran nomorku. Pesan terakhirku masih bisu, ceklis satu. Tak ada tanda-tanda dia akan membukanya. Sepertinya benar bahwa Senja sudah menghapus nomorku dari ponselnya. Story WA-nya yang dulu masih dapat kulihat, kini menghilang.Kenapa gadis itu bisa demikian menguasaiku? Padahal dulu, dia hampir saja jadi milikku.Marsya menarik kursi di sampingku, berniat hendak ikut sarapan. Tapi baru saja duduk, dia berdiri lagi dan berlari ke kamar mandi. Ujung lengannya menyenggol gelas kopiku hingga jatuh ke lantai.Prang!Gelas itu pecah dengan suara yang memekakkan telinga. Percikan cairan hitam menyiprat kemana-mana, sebagaian membasahi celana kerjaku."Marsya!"Aku tak mampu menahan emosi atas kecerobohannya. Tapi Marsya tak menyahut. Dia
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 12PoV SENJA"Senja, jangan lupa besok jadi ya ke Bukit Sakura!" Evelyn mengingatkan ketika kami keluar kantor di hari sabtu. Sebagai kantor swasta yang bahkan staff marketingnya saja masih suka bekerja di hari libur, kami tetap masuk di hari sabtu. Bedanya pekerjaan tidak sepadat hari lain dan yang jelas Pak Bos tak akan datang sehingga suasana kantor terasa lebih cair."Okey. Nanti aku WA lagi ya."Evelyn melambaikan tangan dan masuk ke mobil lebih dulu karena posisi mobilnya yang lebih dekat ke luar. Aku membalas lambaian tangannya dan akan membuka kunci mobil ketika suara yang sangat kukenal itu terdengar."Hati-hati di jalan, Senja."Aku menoleh dan mendapati Jonas berdiri di dekat pintu mobilnya sambil tersenyum. Aku menganggukkan kepala, lalu masuk ke dalam mobil dengan dada berdebar. Sejak pertengkaran dengan Biru waktu itu, kami tak lagi bertegur sapa. Ini adalah kali pertama dia menegurku lagi.Jonas. Dulu sekali aku pernah merasa amat mengenalnya.
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 13Seandainya aku punya sayap, aku pasti sudah terbang dan bersembunyi di balik awan, nggak bakalan turun-turun lagi selama masih ada tiga pasang mata yang memandangku sambil tersenyum. Oh, bukan tiga, tapi empat. Karena dari pintu belakang, seorang gadis remaja melompat keluar, terbelalak menatapku, dan kemudian tawanya berderai."Wow, keren! Calon istri Abang bisa manjat pohon."Astaga. Aku tersenyum malu padanya, sementara hatiku kacau balau. Aku harus turun, tapi juga tak mungkin membiarkan Biru melihatku."Senja, ayo turun! Loh?"Mama keluar lagi dari dalam rumah, sepertinya karena melihat aku tak juga masuk. Namun sepertiku, kejutan dari Biru ini juga membuat Mama terpana. Empat orang yang berdiri di halaman rumah, memandang seorang gadis di atas pohon. Huhuuu…"Maaf, Ma. Kami datang nggak kasih kabar. Ini Mami nggak sabar ketemu Mama dan Senja katanya."Biru menatap Mama dengan mata memohon. Mama sendiri memandangku, seolah berkata : kamu kok nggak kas
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 14"Apa yang kamu lakukan disini?"Jonas terkejut mendengar suaraku, yang masuk usai memberi salam. Evelyn ikut masuk dan duduk di samping Mama yang tampak bingung.Jonas tersenyum, "Duduk dulu, Ja. Kita bicara baik-baik. Bukankah kamu ingin aku datang dan ketemu Mamamu?"Aku rasa Jonas sudah ada gila-gilanya. Aku menatapnya dengan gemas. Ingin rasanya mendorong dia keluar dan memaki dengan kata-kata pedas. Biar dia sadar diri. Tapi sepertinya, lelaki ini sudah kehilangan rasa malu."Waktumu untuk bicara baik-baik dan ketemu Mamaku sudah habis."Aku masih berdiri di depan pintu."Senja, ada apa ini? Dia ini siapa?" tanya Mama.Aku menelan ludah, menghela napas sejenak, lalu menatap Mama."Dia ini lelaki yang tak pernah mau menemui Mama dan akhirnya memilih menikahi gadis lain."Mama terkejut, "Oh, jadi kamu…" Mama menghembuskan napas, berusaha meredam emosi, "Pulanglah. Kamu sudah menikah dan Senja sebentar lagi akan jadi istri orang."Jonas tampak terkejut. D
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 15PoV JONASTangan Biru masih terulur, hendak meraih dan membantuku berdiri. Seperti dulu saat kami masih remaja, dia selalu ada untuk menjagaku. Setiap kali aku bertengkar, dia maju paling depan untuk membela. Atau saat aku babak belur karena berkelahi, Biru bersiap menjadi tameng. Dia rela berbohong pada Papa agar aku tak semakin dihajar. Tapi di lain waktu, dia sendiri yang menghajarku kalau aku sudah kelewat batas. Semua orang tahu bahwa kami adalah partner in crime. Tapi, memasuki dunia kampus, Biru mulai berubah. Dia mulai sering ikut kajian, sesuatu yang amat ku hindari dari dulu. Menurutku, semua yang hadir itu munafik. Bicara tentang kebaikan nyatanya mereka tak pernah peduli pada orang lain di luar circle mereka.Aku dan Biru hanya berbeda dua bulan saja. Biru lebih tua dariku. Dan entah bagaimana, nama Mama kami mirip sekali, hingga seperti kakak adik. Padahal, yang kakaknya Mama itu Papinya Biru. "Ayo bangun."Aku menatap tangan itu, menghalau se
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 16PoV SENJAAku memperhatikan Jonas membubuhkan tanda tangannya diatas kertas bermaterai. Perjanjian perdamaian ini dilakukan di kantor polisi, dan sekaligus aku mencabut laporan. Evelyn dan dua anggota polisi menjadi saksi. Dan satu orang lagi, yang membuat Jonas sedikit gemetar.Om Heru.Aku terpaksa meminta Om Heru menemaniku ke kantor polisi usai menceritakan semua yang terjadi antara aku dan Jonas. Om Heru marah tentu saja. Beliau bahkan berniat memecat Jonas."Kenapa kamu nggak bilang? Om pikir kalian dulu cuma berteman."Aku nyengir. Di kantor, kami memang lebih pantas disebut teman. Mungkin itu salah satu yang membuat Jonas menduakan aku. Ah, sudahlah. Aku tak mau lagi membahasnya."Ingat, Senja. Kamu itu masih tanggung jawab Om. Jangan hadapi masalah sendirian. Jangan bikin Om merasa berdosa pada Papamu.""Maaf, Om."Om Heru menepuk puncak kepalaku dengan lembut. Dia lalu menoleh pada Jonas. Jonas yang tak tahu bahwa bos-nya di kantor adalah Om-ku, m
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 17Tanpa Jonas di kantor, hari-hari terasa lebih menyenangkan. Tak ada yang diam-diam menatapku, mencuri pandang, atau tahu-tahu menghadang dan membicarakan hal absurd, masa lalu bersamanya, kini terasa telah jauh terlewat."Kantor terasa seperti surga!" Seru Evelyn.Aku tertawa, karena apa yang dia katakan itu memang benar. Biasanya kami bicara berbisik-bisik, dan harus mengintip dulu, dia dimana, agar tak perlu berpapasan dengannya. Apalagi dia suka sekali nongkrong di pantry, minum kopi sambil merokok, padahal kami harus melewati pantry jika ingin ke toilet.Di Lampung Barat, Jonas diminta memimpin proyek pembangunan puskesmas, jadi dia kini berada di pedesaan. Sebagai karyawan, pekerjaannya memang bagus sehingga Om Heru tetap mempertimbangkan agar tidak memecatnya. Kupikir mutasi ini jalan yang paling adil."Senjaaaaa, kurir kamu datang tadi!"Loh?Suara Mbak Arin membuatku berlari menuruni tangga. Entah mengapa sehari tak bertemu dengannya membuatku kelim