Widura masih dikejar oleh segerombolan mayat binatang buas. Bahkan kini dia telah menerima beberapa kali serangan.Sekarang bisa dilihat, sebagian pakaian yang dikenakan oleh Widura telah penuh dengan koyakan, darah juga telah menetes di atas rumput kecil atau di dedaunan semak belukar yang dilewati oleh remaja tersebut.Namun, masih butuh waktu yang lama bagi Widura untuk tiba di wilayah Padepokan Pedang Bayangan.Entah apakah usahanya akan berhasil, atau berakhir, tapi yang jelas Widura akan berjuang sekuat tenaga untuk membawa gulungan ini ke Padepokan Pedang Bayangan.Goar.Tiba-tiba dari depan, muncul seekor singa bertubuh gundul yang sebagian perutnya telah busuk dan berulat.Jangan ditanya bagaimana aroma dari mayat binatang hidup ini, Widura hampir saja muntah karena mencium baunya yang menyengat."Ahk ..." Remaja itu terlempar kuat ke kiri, cakaran singa itu telah melukai lengannya cukup parah.Tubuh remaja itu berguling beberapa kali di udara, sebelum kemudian mendarat di at
Pramudhita memutuskan untuk pergi sendiri ke Negara Utara untuk menjemput mertuanya. Sementara itu, Widura diminta olehnya untuk tinggal di Padepokan tersebut untuk sementara waktu. Beberapa sesepuh tampaknya tertarik dengan ras naga tersebut, lebih lagi ketika melihat tanggung jawab dan kegigihan yang dimiliki oleh Widura.Ah, mungkin dia akan diminta tinggal di sini, berlatih ilmu pedang bayangan, mungkin saja.Dua hal yang membuat Pramudhita meresa cemas, pertama keselamatan Mertuanya, dan kedua keselamatan Putra Angkatnya yaitu Rambai Kaca.Dia telah diberi mandat oleh Seno Geni untuk mendidik Rambai Kaca, tapi sampai sekarangpun tidak ada yang bisa diberikan oleh Pramudhita kepada Putra Lanting Beruga tersebut.Membiarkan Rambai Kaca dalam bahaya akan membuat hubungan antara dirinya dengan keluarga Seno Geni menjadi hancur.Lebih lagi, sumpah darah yang dilakukan oleh Pramudhita kepada Seno Geni seperti sebuah segel. Pramudhita tidak akan mampu melarikan diri dari sumpah darah t
Naga Sudra tidak menduga jika akan ada dua sesepuh yang berhasil menyerang dirinya, dan semua ini karena kemunculan bocah aneh yang bisa membuat dirinya berhenti bergerak.Meski hanya sebentar saja, karena terbatasnya tenaga dalam, tapi Rambai Kaca berhasil membuat celah bagi dua sesepuh untuk menyerang Naga Sudra.“Siapa bocah ini?” gumam Naga Sudra, “Dia memiliki kemampuan yang aneh, darimana dia mendapatkan teknik semacam ini.”Naga Sudra kembali mengingat saat sebelum serangan Yaksa dan Nagamayang mengenai tubuhnya, saat itu dia merasakan sesasi sengatan listrik di sekujur tubuhnya.Dalam keadaan terkejut, Naga Sudra tidak sempat membebaskan diri dari jurus aura naga petir itu, walaupun mungkin dia bisa melakukannya berkat level kependekarannya yang jauh lebih tinggi.“Aku tidak pernah melihat teknik seperti ini sebelumnya, jangan-jangan dia adalah pendekar yang diramalkan itu ...” gumam Naga Sudra, “tidak, tidak mungkin dia adalah pendekar yang diramalkan, kekuatannya jauh lebih
Sementara saat ini, di goa raksasa, ukuran pohon sakral mulai berdahan karena menyerang dua darah raja, tapi hanya dengan dua darah raja, pohon ini tidak akan benar-benar tumbuh.Pimpinan tinggi si Ahli Pembangkit Mayat baru saja datang ke sini, dengan wajah yang agak kesal.Dia menjelaskan kepada empat temannya yang lain, jika Padepokan Pedang Bayangan akan ikut campur dalam masalah ini.Dia telah mencoba membunuh telik sandi yang dikirim oleh Naga Utara, tapi gagal karena bertemu dengan banyak pendekar pedang bayangan.“Jadi, kita harus menyusun rencana ulang?” uccap Naga Sudra.“Hoi, Naga Sudra, apa yang terjadi dengan tubuhmu? Darimana kau mendapatkan luka di leher dan diperutmu?” Bertanya Pendekar Ras Naga Langit kepada pria tua tersebut.“Aku sudah menyembuhkannya, tapi tebasan dua orang ini cukup parah,” jawab Naga Sudra, kemudian dia menceritakan garis besar terjadinya pertempuran di dalam goa Naga Selatan.Semua orang yang mendengar hal itu tidak tertarik dengan dua sesepuh y
Wilayah yang dimaksud adalah sebuah gunung berapi aktif yang ada di tempat ini. Menurut kepercayaan mereka, gunung ini dianggap sebagai tempat yang keramat. Dulu gunung ini dijadikan sebagai tempat Raja Naga Saba melakukan tapa berata selama belasan tahun lamanya.Kepercayaan ras naga mengenai gunung ini masih begitu kental, mereka menganggap gunung ini sebagai salah satu tempat yang paling berbahaya.Konon menurut kabar yang beredar, setiap kali seseorang masuk ke dalam gunung ini, akan kesulitan mengontrol aliran tenaga dalam mereka.Bukan hanya itu, di puncak gunung kabarnya memiliki medan gravitasi yang begitu kuat, sehingga memungkinkan semua pendekar tidak mampu menggunakan jurus meringankan tubuh yang mereka miliki.Telah ada beberapa pendekar yang mencoba menjelajah gunung itu, tapi semuanya tidak pernah kembali lagi.Namun tentu saja, ini masih sekedar mitos yang berkembang di dunia ras naga. Keberannya belum ada yang mengetahui, karena tidak pernah ada pendekar yang kembali
Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, Rambai Kaca memutuskan untuk pergi ke Gunung Keramat. Dia meminta Kidang Alang untuk menyampaikan pesan kepada Yaksa dan Nagamayang, tapi Kidang Alang menolak.“Aku akan ikut bersamamu,” ucap Kidang Alang.“Aku juga,” ucap Cindra Wati.“Tidak, kalian harus tetap di sini, aku tidak ingin kalian mendapatkan masalah!” Rambai Kaca bicara seperti itu, sambil menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk mendaki gunung keramat.“Aku tidak peduli,”ucap Cindra Wati, “jika kau tidak mengajak kami, baiklah aku akan tetap pergi ke sana, mungkin kau lebih senang melihatku tersesat tanpa arah di Gunung tersebut.”“Ahkkk ...” Rambai Kaca mengacak rambutnya beberapa kali, merasa stress menghadapi gadis ini. “Dengarkan aku baik-baik ...”“Ya, kalau begitu aku akan bersiap, apa yang kita butuhkan, pakaian tebal ...?”Tanpa menunggu jawaban Rambai Kaca gadis tersebut langsung pergi dari rumah ini, dan mulai menyiapkan semua keperluan yang akan dibawa
Entah berapa lama mereka mendaki gunung keramat ini, bagi ketiganya waktu di tempat ini berjalan begitu lambat. Satu menit terasa seperti satu hari, mungkin karena banyak masalah yang mereka hadapi.Kidang Alang dan Rambai Kaca acap kali bertengkar masalah suhu udara yang berubah-ubah, dan Cindra Wati dapat dipastikan akan menghajar keduanya jika pertengkaran ini dirasa mulai meruncing.“Semakin mendekati puncak gunung, dadaku semakin sesak ...” ucap Kidang Alang.Ya, mungkin karena debu vulkanik yang keluar dari kawah gunung tersebut, membuat pernafasan mereka menjadi tidak baik.Seetelah beberapa waktu kemudian, ke tiga orang itu berhasil tiba di sebuah pelatan, dataran yang luas di atas gunung itu.Dataran ini dipenuhi oleh banyak tanaman berdaun keras, dan anehnya mirip seperti tanaman di dunia manusia. Ranting dan dahanya keras, serta memiliki cukup banyak duri.“Jangan sentuh,” ucap Rambai Kaca, “sedikit saja kita terkena duri dari tanaman ini, maka riwayat kita akan berakhir di
Dari prasasti tersebut, akhirnya Rambai Kaca mengetahui letak keberadaan pohon cakra pubra sebelum di hancurkan oleh Raja Naga Saba.“Rupanya, ada di sana!” ucap Rambai Kaca. “Sebuah tempat yang tidak terduga.”Setelah berhasil memahami semua informasi yang ditulis di dalam prasasti tersebut, Rambai Kaca tidak lantas langsung kembali kepada teman-temannya.Masih banyak prasasti-prasasti lain di tempat ini yang sebenarnya telah berusia lebih tua dibandingkan dengan prasasti paling besar.Namun kebanyakan hanya bercerita mengenai sejarah ras naga. Hingga setelah beberapa saat Rambai Kaca akhirnya menemukan catatan mengenai kekuatan Raja Naga Saba yang begitu hebat itu.Kekuatan yang mampu menghancurkan ras naga hitam, dan membuat peradaban baru di alam ini.Terutama yang berkaitan dengan elemen petir. Sebuah rahasia yang mungkin sudah familiar di telinga manusia, tapi tidak di telinga ras naga.Aura Alam! Dimana orang yang mampu membangkitkan teknik ini bisa melampaui level pendekar t
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m