Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, Rambai Kaca memutuskan untuk pergi ke Gunung Keramat. Dia meminta Kidang Alang untuk menyampaikan pesan kepada Yaksa dan Nagamayang, tapi Kidang Alang menolak.“Aku akan ikut bersamamu,” ucap Kidang Alang.“Aku juga,” ucap Cindra Wati.“Tidak, kalian harus tetap di sini, aku tidak ingin kalian mendapatkan masalah!” Rambai Kaca bicara seperti itu, sambil menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk mendaki gunung keramat.“Aku tidak peduli,”ucap Cindra Wati, “jika kau tidak mengajak kami, baiklah aku akan tetap pergi ke sana, mungkin kau lebih senang melihatku tersesat tanpa arah di Gunung tersebut.”“Ahkkk ...” Rambai Kaca mengacak rambutnya beberapa kali, merasa stress menghadapi gadis ini. “Dengarkan aku baik-baik ...”“Ya, kalau begitu aku akan bersiap, apa yang kita butuhkan, pakaian tebal ...?”Tanpa menunggu jawaban Rambai Kaca gadis tersebut langsung pergi dari rumah ini, dan mulai menyiapkan semua keperluan yang akan dibawa
Entah berapa lama mereka mendaki gunung keramat ini, bagi ketiganya waktu di tempat ini berjalan begitu lambat. Satu menit terasa seperti satu hari, mungkin karena banyak masalah yang mereka hadapi.Kidang Alang dan Rambai Kaca acap kali bertengkar masalah suhu udara yang berubah-ubah, dan Cindra Wati dapat dipastikan akan menghajar keduanya jika pertengkaran ini dirasa mulai meruncing.“Semakin mendekati puncak gunung, dadaku semakin sesak ...” ucap Kidang Alang.Ya, mungkin karena debu vulkanik yang keluar dari kawah gunung tersebut, membuat pernafasan mereka menjadi tidak baik.Seetelah beberapa waktu kemudian, ke tiga orang itu berhasil tiba di sebuah pelatan, dataran yang luas di atas gunung itu.Dataran ini dipenuhi oleh banyak tanaman berdaun keras, dan anehnya mirip seperti tanaman di dunia manusia. Ranting dan dahanya keras, serta memiliki cukup banyak duri.“Jangan sentuh,” ucap Rambai Kaca, “sedikit saja kita terkena duri dari tanaman ini, maka riwayat kita akan berakhir di
Dari prasasti tersebut, akhirnya Rambai Kaca mengetahui letak keberadaan pohon cakra pubra sebelum di hancurkan oleh Raja Naga Saba.“Rupanya, ada di sana!” ucap Rambai Kaca. “Sebuah tempat yang tidak terduga.”Setelah berhasil memahami semua informasi yang ditulis di dalam prasasti tersebut, Rambai Kaca tidak lantas langsung kembali kepada teman-temannya.Masih banyak prasasti-prasasti lain di tempat ini yang sebenarnya telah berusia lebih tua dibandingkan dengan prasasti paling besar.Namun kebanyakan hanya bercerita mengenai sejarah ras naga. Hingga setelah beberapa saat Rambai Kaca akhirnya menemukan catatan mengenai kekuatan Raja Naga Saba yang begitu hebat itu.Kekuatan yang mampu menghancurkan ras naga hitam, dan membuat peradaban baru di alam ini.Terutama yang berkaitan dengan elemen petir. Sebuah rahasia yang mungkin sudah familiar di telinga manusia, tapi tidak di telinga ras naga.Aura Alam! Dimana orang yang mampu membangkitkan teknik ini bisa melampaui level pendekar t
Orang yang datang itu adalah salah satu dari pendekar yang menculik raja Selatan. Dia adalah pendekar yang memiliki teknik rawa beracun. Karena kekuatan racunnya, dia juga bisa bertahan dari racun yang keluar dari kawah di gunung keramat.Di kabut asap gas itu, dia berjalan seolah tiada halangan sama sekali.“Tempat dimana Naga Saba dulu pernah bertapa,” ucap pria tersebut, “rupanya tidak terlalu menakutkan seperti yang aku duga.”Pria ini memiliki misi untuk menghancurkan semua catatan yang ada di dalam goa keramat. Tugas ini bertujuan agar aliran putih tidak mengetahui dimana lokasi pohon sakral saat ini.Namun, mereka tidak tahu jika Rambai Kaca telah datang ke tempat ini dan mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan oleh aliansi.Setelah tiba di goa, pria itu langsung menghancurkan semuanya tanpa tersisa. Tidak ada satupun prasasti yang selamat oleh dirinya, bahkan meskipun prasasti itu tampak penting bagi dirinya sendiri, dia pada akhirnya menghancurkan semuany.Namun, tiba-tib
Dalam sekejap mata, semua serangan kuat mengarah ke tubuh Pendekar Tua pemilik teknik rawa tersebut.Namun tidak ada satupun dari serangan tiga pendekar muda itu yang bisa mengalahknnya. Sialnya, gas beracun ini sangat berbahaya, membuat ketiganya kesulitan untuk mendekati pendekar tersebut.“Meski kekuatanku belum kembali sepenuhnya,” ucap pendekar itu, “menghadapi puluhan pendekar seperti kalian tidak sulit bagi diriku. Teknik ini tidak akan mudah untuk dikalahkan!”Ya, jika dia masih memiliki kekuatan sepenuhnya, seperti ratusan tahun lalu ketika dia hidup, dia tentu saja akan mampu mengalahkan semua pendekar yang melawannya.Ki Rawa Hangus demikian orang memanggil dirinya saat dulu masih berjaya di dunia persilatan. Ketika para pendekar mendengarnya, mereka akan bergidik ngeri dan ketakutan.Menghindari pertempuran melawa Ki Rawa Hangus merupakan salah satu aturan bagi para pendekar di dunia naga ini.Jika tidak bisa melarikan diri dari tangannya, maka berikan apapun yang kau mili
Rambai Kaca memperhatikan Rawa Hangus dengan seksama, rupanya benar yang dikatakan Cindra Wati, bagian tanah yang terkena lumpur beracun sama sekali tidak berdampak.Beberapa kerikil juga tampaknya tidak mempan oleh kekuatan lumpur beracun tersebut.Namun pertanyaannya, bagaimana mengalahkan Rawa Hangus dengan menggunakan tanah, mengingat ke tiga pendekar tersebut tidak memiliki elemen tanah dalam aliran tenaga dalam mereka.Rambai Kaca mulai memutar otaknya, tapi Rawa Hangus tampaknya tidak akan memberikan kesempatan bagi tiga bocah itu untuk mengalahkannya.Serangan sekali lagi menyerang Rambai Kaca, tapi remaja itu berhasil menghindarinya dengan cukup baik.Setelah beberapa kali melakukan lompatan, Rambai Kaca akhirnya menemukan ide yang cukup baik.Dia berbisik di telinga Kidang Alang, sambil tersenyum penuh arti.“Apa kau yakin?” tanya Kidang Alang.Rambai Kaca menghela nafas panjang, kemudian menjawab, “kita harus mencobanya.”Setelah berkata seperti itu, Rambai Kaca menghilang
“A-apa yang kau lakukan?” tanya Kidang Alang, “ge ...gentong itu?”Gentongnya terbuat dari tanah, Rambai Kaca berkeliling desa untuk mendapatkan tiga gentong. Tujuannya sudah pasti untuk memasukan sebagian tubuh Rawa Hangus yang berubah menjadi lumpur beracun.“Aku tidak tahu apakan ini akan berhasil,”ucap Rambai Kaca, langsung menutup satu gentong di depannya, kemudian menyambar gentong lain dan kini berhasil mendapatkan sebagian lumpur yang melekat di salah satu tiang rumah warga.Baru dua tong yang bisa dipakai, sementara satu gentong lagi tidak sempat digunakan karena Rawa Hangus kini telah kembali lagi seperti sebelumnya.Namun ...“Wkwkwkwk ...” gelak tawa Kidang Alang pecah, dia tertawa terpingkal-pingkal karena melihat tubuh Rawa Hangus yang dianggapnya sangat lucu.Bagaimana tidak, satu tangan kanan Rawa Hangus tidak ada di tubuh tersebut, sementara bagian perut sebelah kiri juga hilang.Dua gentong yang digunakan oleh Rambai Kaca untuk membelenggu potongan tubuh Rawa Hangus
Sekarang serangan yang dilakukan oleh Rawa Hanguss memiliki dampak yang lebih mengerikan, tapi dianggap tidak terlalu berbahaya bagi Rambai Kaca dan kawan-kawannya.Hal ini karena serangan tersebut tidak memiliki arah yang pasti, hanya menyebar secara acak, tentu saja akan lebih mudah dihindari oleh tiga pendekar muda tersebut.Namun demikian, seluruh pemukiman warga yang ada di sana akhirnya tenggelam ke dalam rawa beracun yang diciptakan oleh Rawa Hangus.Tidak jarang pula muncul banyak tangan lendir dari dalam rawa yang merenggut benda apapun, secara acak.Melihat hal ini, Kidang Alang tidak bisa menahan diri untuk tidak menyiksa Rawa Hangus. Dia amat kesal dengan kelakuan pria tersebut.Jadi, diguncanglah gentong tanah dengan lebih kuat dan sangat cepat, membuat kepala Rawa Hangus yang dikurun di dalam gentong tersebut terbentur puluhan kali. Mata berputar, dan mendadak menjadi sangat pusing.“Tidak ada gunannya, melakukan hal itu!” ucap Rambai Kaca, “aku rasa lebih baik kita memb
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m