“A-apa yang kau lakukan?” tanya Kidang Alang, “ge ...gentong itu?”Gentongnya terbuat dari tanah, Rambai Kaca berkeliling desa untuk mendapatkan tiga gentong. Tujuannya sudah pasti untuk memasukan sebagian tubuh Rawa Hangus yang berubah menjadi lumpur beracun.“Aku tidak tahu apakan ini akan berhasil,”ucap Rambai Kaca, langsung menutup satu gentong di depannya, kemudian menyambar gentong lain dan kini berhasil mendapatkan sebagian lumpur yang melekat di salah satu tiang rumah warga.Baru dua tong yang bisa dipakai, sementara satu gentong lagi tidak sempat digunakan karena Rawa Hangus kini telah kembali lagi seperti sebelumnya.Namun ...“Wkwkwkwk ...” gelak tawa Kidang Alang pecah, dia tertawa terpingkal-pingkal karena melihat tubuh Rawa Hangus yang dianggapnya sangat lucu.Bagaimana tidak, satu tangan kanan Rawa Hangus tidak ada di tubuh tersebut, sementara bagian perut sebelah kiri juga hilang.Dua gentong yang digunakan oleh Rambai Kaca untuk membelenggu potongan tubuh Rawa Hangus
Sekarang serangan yang dilakukan oleh Rawa Hanguss memiliki dampak yang lebih mengerikan, tapi dianggap tidak terlalu berbahaya bagi Rambai Kaca dan kawan-kawannya.Hal ini karena serangan tersebut tidak memiliki arah yang pasti, hanya menyebar secara acak, tentu saja akan lebih mudah dihindari oleh tiga pendekar muda tersebut.Namun demikian, seluruh pemukiman warga yang ada di sana akhirnya tenggelam ke dalam rawa beracun yang diciptakan oleh Rawa Hangus.Tidak jarang pula muncul banyak tangan lendir dari dalam rawa yang merenggut benda apapun, secara acak.Melihat hal ini, Kidang Alang tidak bisa menahan diri untuk tidak menyiksa Rawa Hangus. Dia amat kesal dengan kelakuan pria tersebut.Jadi, diguncanglah gentong tanah dengan lebih kuat dan sangat cepat, membuat kepala Rawa Hangus yang dikurun di dalam gentong tersebut terbentur puluhan kali. Mata berputar, dan mendadak menjadi sangat pusing.“Tidak ada gunannya, melakukan hal itu!” ucap Rambai Kaca, “aku rasa lebih baik kita memb
“Benar Putraku, elemen petir tidak akan berkembang di alam ini, elemen itu bahkan mungkin tidak akan berkembang di alam lelembuat, kau harus keluar dari alam ini, hanya dengan begitulah kau bisa menyempurnakan kekuatanmu yang sesungguhnya. Kau harus pergi ke alam asalmu, alam manusia.” Pramudhita telah lama hidup, tapi bahkan dirinya tidak pernah melihat ada pendekar di padepokan pedang bayangan yang memiliki elemen petir di dalam aliran tenaga dalamnya.“Namun Ayah, bukankah kau bilang, aku harus menjadi lebih kuat agar bisa melewati celah dimensi manusia dan dimensi lelembut, lalu bagaimana aku melakukannya jikalah aku tidak berhasil menyempurnakan kekuatanku?” “Kelak, ketika kau telah mencapai level pendekar pilih tanding atau jika beruntung telah mencapai pendekar tanpa tanding, maka kau memiliki lebih dari cukup kekuatan untuk melintasi celah dimensi itu, Putraku.”Pramudhita menjelaskan, bahwa Ayah kandung Rambai Kaca, Lanting Beruga, memiliki lebih dari satu guru dalam hidupn
Dengan begini, Cakar Hitam sudah siap untuk melakukan serangan paling besar untuk menculik dua raja naga.Mereka telah mempersiapkan diri untuk mati dalam pertempuran kali ini, dengan satu syarat mereka harus dibangkitkan kembali setelah pohon sakral ini berhasil tumbuh.Pimpinan menyetujui syarat itu, membangkitkan mereka bertiga bukanlah perkara sulit bagi dirinya jika misi pohon sakral ini berhasil.Pendekar Ras Naga Hitam akhirnya pergi ke makam leluhurnya yang berada tidak jauh dari tempat tersebut. Dia menggali satu makam, yang merupakan makam dirinya sendiri, lalu mengeluarkan peti besar dari kuburan tersebut.Di dalam peti, ada pakaian perang yang usang, tapi masih memancarkan energi sangat kuat. Pakaian hitam legam, serta topeng yang hanya menampakan dua biji matanya saja.Di sisi lain, dua pendekar yang lain juga telah menyiapkan diri untuk melakukan penyerangan terakhir ini.Naga Sudra mengasah pedangnya beberapa kali, memastikan jika mata pedangnya sudah cukup tajam untuk
Pertempuran terbesar antara aliansi aliran putih dan hitam akhirnya terjadi di tepi lubang raksasa. Mayat hidup yang dikendalikan oleh Pimpinan Cakar Hitam mulai menggila, laksana semut yang menemukan gula.Seolah tiada habisnya, dihancurkan satu maka akan muncul yang lainnya.Sekarang terlihat Ki Ageng Nagaraman melayang cepat ke udara, lalu memainkan jari jemarinya seperti sebuah tarian, dan pada saat yang sama boneka yang dia kendalikan berputar seperti gasing, menyerang seluruh mayat hidup pada jalur lintasannya.Sangat cepat dan tajam pisau yang terpasang di tangan boneka tersebut, sampai-sampai tiada satupun mayat hidup yang lolos. Namun, ini belum berakhir dengan mudah, meskipun mayat-mayat hidup itu telah ditumbangkan, beberapa bagian tubuh mereka masih bisa bergerak dan melakukan perlawanan.“Kurang ajar, mereka tiada habisnya,” ucap Ki Ageng Nagaraman.Dia melompat ke atas batu besar, tapi ratusan mayat langsung menyerbu dirinya dari segala sisi.Wush.Boneka miliknya mengel
Rambai kaca bergerak ke segala arah, selain para petinggi aliran putih, Rambai kaca adalah orang yang menghabisi para mayat lebih banyak dari yang lain.Kilatan putih tersebar di segala sisi, yang berakhir pada kehancuran para mayat-mayat hidup ini.Namun, ini tidak berjalan baik bagi para pendekar yang lain, terutama para pendekar yang memiliki level sama dengan Rambai Kaca.Mereka mulai kesulitan menghadapi musuh, bahkan satu persatu pendekar aliansi aliran putih mulai tumbang satu persatu.“Kalian tidak akan menjangkau tempat ini,” ucap Pimpinan Cakar Hitam, “Aku masih menyimpan banyak mayat pendekar yang memiliki kekuatan jauh lebih besar dibandingkan itu semua.”Sepertinya, hanya menunggu waktu bagi aliansi untuk dihapuskan dari muka bumi. Ya, kecuali mungkin para pendekar yang berada di atas level emas.Di sisi lain, Cindra Wati berkemelut melawan belasan mayat hidup yang datang dari segala arah, tapi sekarang dia malah menyarungkan mata pedangnya.Mata pedang membuat tebasan men
Dalam beberapa waktu yang singkat, Naga Sudra telah menghabisi lebih dari 100 pendekar yang berada di menara dan sisianya di tempat-tempat strategis.Umumnya dia menghancurkan pasukan pengintai yang biasanya memiliki mata tajam, mampu melihat dikeremangan malam.Setelah beberapa saaat kemudian, akhirnya tindakan yang dilakukan oleh Naga Sudra tercium pula oleh beberapa senopati kerajaan Naga Utara.“Penyusup,” ucap salah satu senopati tersebut. Dia datang ke atas menara tapi yang dia temui hanyalah mayat para pendekar dan prajurit yang sebagian besar tubuh mereka telah membeku.“Apakah ini ulah Padepokan Naga Selatan?” gumam senopati tersebut, “tidak mungkin, apa alasannya Naga Selatan bersekutu dengan Cakar Hitam?”Dugaan ini bukan tanpa alasan, karena teknik yang digunakan oleh Naga Sudra memanglah teknik Padepokan Naga Selatan, karena dia sendirilah yang membuat teknik tersebut.Baru pula senopati itu hendak melaporkan masalah ini kepada teman-temannya, tiba-tiba Ireng telah berada
Serangan yang sangat kuat, semua prajurit hanya terbelalak, tak bisa bergerak. Rasa takut menyelimuti, dan kematian hanya berjarak beberapa detik saja dari mereka.Namun tiba-tiba."Murka Naga Bayangan."Pramudhita telah berdiri tepat dihadapan serangan Ireng, seraya melepaskan jurus terkuat yang dimiliki oleh padepokan pedang bayangan.Naga hitam bermata merah menabrak bola energi hitam.Lalu beberapa saat kemudian, terjadilah sebuah ledakan besar, gelombang kejut menghancurkan banyak bangunan di sekitar istana.Menara pengintai luluh lanta, tembok pelindung mengalami kerusakan.Setelah beberapa saat kemudian, ledakan itu akhirnya hanya menyisakan debu yang berhamburan.Namun."Akhirnya kau keluar, Pramudhita," ucap Ireng, dengan nafas terengah engah, "kau pikir aku ingin melawanmu?"Pramudhita terbelalak, menyadari jika dirinya sebenarnya sudah terjebak dalam rencana Ireng.Ketika dia menoleh ke belakang, ruang rahasia telah dihancurkan oleh Naga Sudra."Kau terlambat!" Gelak tawa N
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m