"Apa yang kau lakukan?" Bony An benar-benar menyesalkan semua tindakan ceroboh yang dilakukan oleh Intan Ayu.Masalah besar akan terjadi, dan pasti akan terjadi karena tindakan bodoh tersebut.Sekarang, di tangan Dewa Kehancuran ada bola cahaya putih terang. Itu bukan cahaya biasa, itu adalah serpihan dari pedang Bramasta, tepatnya pada bagian ujung bilah mata pedang tersebut.Apa yang terjadi sebenarnya hanya bisa dilihat oleh Bony An. Dimana ketika Intan Ayu menggunakan pedang tersebut, Dewa Kehancuran menahannya dengan tiga kekutan roh sekaligus.Hal buruk yang terjadi kemudian adalah pedang Bramasta patah pada bagian ujungnya. Namun itu tidak sesederhana yang dipikirkan oleh orang biasa.Itu artinya, dia mendapatkan pecahan dari roh logam. Intan Ayu baru menyadari kesalahannya setelah melihat kondisi pedang Bramasta yang patah pada bagian ujungnya."Kenapa aku melakukan ini?" Intan Ayu mendadak merinding, dia menatap ke arah Bony An yang tertunduk lesu, kemudian menatap ke arah D
Kabar mengenai kematian Madam dan Arya Mandala, tentu saja menjadi pukulan yang begitu berat bagi aliansi para pendekar. Tiada yang menyangka, jika Dewa Kehancuran turun tangan secara langsung ke Pulau Sayap Putih, dan berhasil mendapatkan setengah kekuatan roh air dan juga potongan roh logam.Ares yang mendengar hal itu hampir tidak bisa mengendalikan amarahnya. Penyesalan terbesarnya adalah tidak berada di pulau itu dan membantu Arya Mandala untuk menghadapi Dewa Kehancuran alias Asura.Intan Ayu menceritakan hal itu dengan sangat jelas dan rinci, dan didengarkan oleh banyak manusia yang ada di sebuah wilayah dimana Lanting Beruga dan teman-temannya sedang beristirahat.Satrio Langit juga tidak bisa berkata apapun lagi, dia malah membiarkan Ares menghancurkan beberapa batu besar sebagai pelampiasan kemarahannya.Mendengar hal tersebut, Lanting Beruga hanya terpaku di tempatnya. Mata kanannya berkaca-kaca tapi tidak meneteskan air mata.Mungkin saat ini orang yang paling terpukul ada
Dewa Kehancuran kembali ke Istananya, berjalan dengan tubuh yang sedikit sempoyongan. Kedatangan mahluk tersebut tentu pula mengejutkan semua Komandan yang ada di dalam Istana.Kala itu, mereka tampak sedang bersantai, ada yang tertidur dan ada pula yang sedang mencicipi banyak makanan, tapi melihat Pimpinan Mereka datang dengan tanpa kepala, membuat para Komandan bertanya-tanya.Apakah gerangan yang membuat Dewa Kehancuran kehilangan kepala itu, dan kenapa dia berjalan layaknya orang linglung.Nyaris saja Dewa Kehancuran tidak berhasil mencapai Singgasana agungnya. Dia menghempaskan punggung dengan kasar di atas kursi tersebut, dan karena luka di lehernya yang tidak sembuh, Singgasana itu kini dipenuhi oleh darahnya sendiri."Tuan Apa yang terjadi dengan dirimu, dimana kepalamu?""Manusia itu telah memenggal kepalaku," jawab Dewa Kehancuran. Sebenarnya dia tidak berbicara seperti manusia pada umumnya, karena jelas dia tidak memiliki kepala apa lagi mulut. Dia hanya berbicara dengan
Murka Naga Bayangan yang digunakan oleh Seno Geni nyatanya tidak kalah dari milik Lanting Beruga yang menggunakan roh api sebagai dasar kekuatannya.Sementara, Seno Geni menggunakan kekuatan Pramudhita, yaitu bangsa lelembut yang telah menjadi sahabat dan terikat kontrak dengan dirinya. Lalu sekarang mahluk tersebut berada di dalam tubuh Seno Geni, sebagai pensuplai kekuatan bagi pria tua tersebut.Perlu diingat Pramudhita adalah Guru bagi Lanting Beruga yang mengajari pemuda tersebut teknik pedang bayangan.Namun Seno Geni menguasai semua jurus Pedang Bayangan tidak seperti cucunya yang hanya menguasai jurus-jurus level tinggi saja."Masih sedikit kasar," ucap Seno Geni setelah menggunakan jurus Murka Naga Bayangan."Tentu saja, kau tidak pernah lagi menggunakan jurus tersebut lebih dari 70 tahun lamanya. Mungkin butuh beberapa kali percobaan agar kau terbiasa," gumam Pramudhita yang berada di dalam tubuh Seno Geni."Benar juga, setelah pertarungan besar melawan kegelapan 70 tahun ya
Tabib Nurmanik sangat cerdas, dia adalah Tabib terbaik yang hidup di era lampau hingga era saat ini. Dia sudah menyadari siapa musuh yang akan dihadapi oleh manusia, tidak lain dan tidak bukan adalah kegelapan itu sendiri.Jadi dia meminta semua pasukan yang dipimpin oleh Pramudhita untuk menemukan sebuah tangan yang kuat, kemudian dia dengan pikirannya akan menjadikan tangan itu sebagai tameng sekaligus senjata untuk mengalahkan energi kegelapan.Padepokan Pedang Bayangan sepertinya sudah memikirkan hal ini matang-matang, untuk membangkitkan potensi yang dimiliki oleh Seno Geni untuk kedua kalinya."Aku akan membunuhmu!" berteriak Keras Komandan Kegelapan setelah berhasil menyembuhkan luka-luka yang dia derita. "Semuanya! hancurkan manusia itu tanpa tersisa!"Seno Geni menggaruk kepalanya beberapa kali, tawa kecil masih terdengar dari dalam mulutnya. Seketika pula, ada ribuan budak kegelapan muncul dari balik gunung tinggi yang ada di pulau tersebut.Nampaknya Komandan Kegelapan memb
Menghadapi Seno Geni rupanya merupakan tindakan yang buruk. Manusia itu boleh tua dan keriput, tapi kekuatannya tidak bisa dianggap remeh.Salah satu kelebihan Seno Geni adalah, dia menguasai banyak sekali teknik dan jurus pedang sehingga menyulitkan Budak Kegelapan untuk melumpuhkannya.Setiap kali Komandan Kegelapan berpikir mereka telah berhasil membunuh Seno Geni, pada saat itu meraka menerima kekecewaan.Seno Geni tidak hanya hebat tapi dia begitu tenang. Ini mungkin karena dia sudah terbiasa menghadap para kegelapan seperti mereka. Pertarungan itu berlangsung cukup lama, memakan setengah hari, dan berkat kekuatan Pramudhita, Seno Geni berhasil melumpuhkan semua musuh-musuhnya tanpa tersisa.Sekarang dia melihat ada banyak sekali mayat manusia setelah ditinggalkan oleh Kegelapan.Pemandangan ini mengingatkan Seno Geni pada perang Sursena pertama, dimana hampir 80% peradaban di Benua java telah mati oleh musuh-musuhnya.Dua wakil komandan kegelapan akhirnya bergerak untuk melumpu
Komandan Kegelapan pada akhirnya harus secara langsung turun tangan untuk menghadapi pria tua mengerikan, setelah dia kehilangan semua pasukan yang dia miliki.Komandan yang harus dihadapi oleh Seno Geni memiliki ukuran jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Seno Geni.Kakinya sedikit pincang, dan pada setiap lututnya ada masing-masing tanduk yang panjang dan berwarna hitam. Entah apa fungsi dari tanduk itu, Seno Geni tidak tahu, atau mungkin digunakan untuk menendang lawannya.Giginya tidak berbeda dengan para komandan lain, bertaring, dan runcing!Dia memiliki sebuah senjata yang mirip seperti sebuah celurit dengan ukuran yang besar dan juga tebal.Menyadari jika pukulan energi kegelapan tidak berpengaruh bagi Seno Geni, Komandan itu memutuskan untuk bertarung menggunakan senjata.Satu tebasan yang dilakukan oleh Komandan tersebut dapat menghancurkan puluhan rumah dengan cukup mudah, tapi Seno Geni menahan tebasan itu dengan pedang energi."Di tempatku, senjatamu bisa digunaka
Setelah berhasil membunuh semua lawannya, Seno Geni tidak berniat untuk pergi menemui para aliansi para pendekar. Dia hanya bertahan beberapa malam di kota dimana dia telah menyelamatkan kota tersebut dari kepungan Budak Kegelapan.Pimpinan Kota memberikan beberapa pakaian kepada pria tersebut, karena iklim di daerah ini yang cendrung lebih dingin dibandingkan dengan Dunia Selatan.Walikota itu juga membawakan banyak makanan, minuman tapi Seno Geni hanya mengambil sekedarnya saja.Dia tidak ingin larut dalam kemenangannya, karena ini bukan saat yang bagus untuk merayakan kemenangan. Musuh masih terlalu banyak, dia hanya baru bertemu satu Kota saja, lalu bagaimana nasib kota-kota lain yang telah dikuasai oleh Kegelapan."Aku tidak minum arak ...." ucap Seno Geni menolak alkohol yang dibawa oleh Pimpinan Kota tersebut.Meskipun berbeda bahasa, tampaknya pimpinan Kota mengerti bahwa Seno Geni bukanlah seorang pemabuk."Cukup pakaian dan makanan saja," ucap Seno Geni.Pimpinan Kota hanya
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m