Ledakan dua kali terjadi di sekitar Lanting Beruga, tapi jurus jarak jauh itu tidak sempat mengenai kulit pemuda tersebut.
Sebenarnya kecepatan serangan dua Ketua Aliran Hitam sulit untuk diikuti oleh mata telanjang, tapi kecepatan Lanting Beruga dalam menghindari serangan itu jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan kecepatan serangan mereka.
Semua jurus itu hanya dihindari tanpa melakukan gerakan berarti, bahkan kadang kala Lanting Beruga hanya menggeser kepalanya ke samping, membiarkan tebasan lawannya melewati udara yang ada di tepi telinganya.
Melihat tiga ketua itu kesulitan menghadapi Lanting Beruga, belasan prajurit elit datang untuk membantu. Para prajurit ini telah berada di level bumi rendah pada jalur kependekaran, meskipun tidak sekuat para Ketua Aliran Sesat, tapi paling tidak mereka dapat memberikan perlawanan yang cukup berarti.
"Kami akan menciptakan celah, pada saat itu fokuslah untuk membunuh pemuda itu!" salah satu dari prajurit b
Maksud hati Lanting Beruga membiarkan para prajurit elit ini hidup, dan mungkin mereka dapat membenahi sifat mereka yang arogan, jadi dapat bermanfaat bagi Kekaisaran Tang, tapi apalah daya mereka semua menolak menyerah.Semuanya malah berteriak keras, "Bunuh pemuda itu!" Seolah mereka dapat melakukannya.Di sisi lain, Pimpinan Serikat Satria masih berjibaku dengan Wan Hua yang mulai kewalahan menghadapi semua jurus-jurus level tingginya.Meskipun Pimpinan Serikat Satria tidak menggunakan senjata, dan cendrung menggunakan tangan kosong, nyatanya satu pukulan Pimpinan Serikat Satria setara dengan pukulan gadah prajurit elit.Kali ini, Wan Hua terpental entah berapa depa jauhnya, begitu jauh dan menghantam puluhan prajurit yang lain.Pada saat yang sama, Wan Hua hanya berhasil menggores tipis wajah Pimpinan Serikat Satria dengan pedang yang ada pada kukunya."Jurus Pedang, Tulang Pedang!" ucap Wan Hua.Jurus ini memungkinkan Wan Hua men
Sementara itu, di tepi hutan ....Tetua Berwajah Wanita mulai merasa sedikit kewalahan mengahadapi serigala besar berkepala tiga ini. Meski dia telah membuat mahluk itu banyak mengalami luka yang cukup parah, tapi nyatanya membuat dia mati bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan.Alih-alih dapat membunuhnya, sekarang Tetua Berwajah Wanita itu mulai kehabisan staminanya.Tidak banyak aura alam yang tersisa di dalam tubuh pria tersebut, dan ini benar-benar bahaya. Jika energi itu telah habis, maka yang bisa dia andalkan hanyalah tenaga dalam dan kekuatan pisik.Sayang sekali, kekuatan pisik pria itu tidak begitu hebat, terlihat jelas dari bentuk tubuhnya yang gemulai.Lolongan Serigala sekali lagi terdengar keras sebelum mahluk tersebut menyerang Tetua Berwajah Wanita, menyeruduk dirinya dengan moncong hitam hingga terpental entah beberapa depa jauhnya.Belasan pohon tumbang karena moncong hitam itu, Tetua Berwajah Wanita memuntahkan darah
Jun Hui hampir saja muntah darah melihat Serigala Besar kesayangannya kini telah tewas oleh ulah siluman elang berkaki empat.Dia berniat mendatangai mayat siluman tersebut, tapi Tetua Berambut Perak langsung menghajar dirinya dengan banyak tebasan."Aku belum kalah, kenapa kau berpaling wajah?" sindir Tetua Berambut Perak."Kurang aja, orang tua sepertimu tampaknya memang harus mati di tanganku!" Jun Hui mengeraskan rahangnya, mencoba melepaskan beberapa serangan jarak jauh.Namun, Pria berwajah anak kecil itu mampu menghindarinya dengan sangat baik.Melihat hal itu, Elang Berkaki Empat tampaknya tidak berniat untuk menonton saja pertarungan antara mereka berdua, dia sudah cukup besar untuk melawan beberapa lawan.Jadi, setelah dia melompat tinggi ke udara, Elang Berkaki Empat menyerang Jun Hui dengan bulu-bulu perak.Mendapatkan bantuan dari langit, Tetua Berambut Perak sekali lagi berhasil mendaratkan serangan ke tubuh Jun Hui.
Setelah menghabisi lawannya, Lanting Beruga bergerak lagi ke arah 3 ketua aliran sesat yang berniat untuk melarikan diri dari pertarungan ini.Mereka sudah bergerak ke arah huta, mencoba melihat celah, tapi kemudian wajah mereka langsung berubah suram saat Lanting Beruga telah berada di hadapan mereka."Kesempatan kalian sudah habis!" ucap Lanting Beruga, dengan teknik pedang awan berarak, pemuda itu menghabisi tiga orang itu dalam tiga gerakan cepat.Para pendekar aliran sesat benar-benar kehilangan mental saat melihat semua petinggi yang mereka banggakan telah mati di tangan Lanting Beruga, bahkan sebelum mereka sempat merasakan kemenangan pada pertempuran ini.Setelah menghabisi 3 orang itu, Lanting Beruga mulai menyerang puluhan pendekar aliran hitam yang ada di hadapannya.Pedang sisik naga hijau tidak mengincar hal lain kecuali bagian leher lawan, membuat banyak kepala tanggal dari tubuh mereka.Jumlah ini semakin meningkat
Setelah berhasil menghabisi semua orang prajurit elit yang menolak untuk menyerang, Lanting Beruga memimpin pasukan untuk menguasai reruntuhan benteng.Ratusan prajurit dipukul mundur ke belakang, sementara pemuda itu berada pada barisan paling depan dengan pedang yang berlumuran darah.Pendekar Aliran putih berjumlah tidak lebih dari 1500 orang saat ini, tapi mereka memiliki semangat yang luar biasa besar.Di sebelah kiri Lanting Beruga, berjalan Pimpinan Serikat Satria, dan sebelah kanan berdiri pula sosok Putri Sin Tang yang beru saja berhasil menghabisi lawannya berkat bantuan Garuda Kencana.Kini burung berkaki empat itu mungkin sedang kelelahan, dia berdiri pada salah satu menara tinggi yang tersisa di Kekaisaran Tang. Mata burung berkaki empat menatap ke bawah dengan tajam, sedikitpun tidak melepaskan padangan pada ribuan prajurit yang ada di hadapannya.Semua tetua telah berkumpul di sekitar Lanting Beruga, kecuali satu ketua lagi, yaitu Ke
Denga kematian Hongil, artinya berakhir sudah kekuasaan Aliran Hitam di wilayah Aliran Darah Besi dan Kekaisaran Tang. Yang tersisa mungkin hanya Tia Cia, sang buruk rupa yang berkhianat dengan golongan aliran putih, tapi di dalam perang ini, dia tidak muncul, mungkin karena kondisi tubuhnya yang remuk redam setelah terkena pukulan Lanting Beruga.Setelah berhasil memulihkan kondisinya, dan mengobati semua luka fisik dan luka dalam, Ketua Teratai Merah bersama dengan pendekar teratai merah bergerak untuk membantu Lanting Beruga dan pendekar aliran putih yang lain.Jumlah musuh masih sangat banyak, mungkin 7 ribuan orang, atau mungkin lebih banyak dari itu.Itu artinya, masing-masing dari mereka harus membunuh paling tidak 8 orang prajurit kekaisaran Tang, tapi Lanting Beruga telah berjanji untuk menyisakan setengah prajurit atas permintaan Sang Ratu Kekaisaran Tang."Kalian mundurlah sedikit ke belakang!" ucap Lanting Beruga, berkata kepada Pimpinan Serik
Pijar cahaya terang masih terpancar dari moncong naga bayangan yang menghantam dinding energi bentukan prajurit elit Kekaisaran Tang. Dari benturan itu, terlepas tekanan gelombang kejut yang menyapu benda apapun, hingga puncak pada benturan itu, menciptakan ledakan yang luar biasa besar. Semua prajurit yang berada di garis depan terpental puluhan depa jauhnya, muntah darah bahkan beberapa yang lain langsung tewas seketika. Sialnya, naga bayangan masih utuh, dan terus bergerak ke depan, menyapu apapun yang berada pada jalur lintasannya. Lanting Beruga tidak berniat lagi mengampuni para pembangkang ini, simpatinya telah hilang atas kesombongan para prajurit itu sendiri. Booom. Ledakan ke dua terjadi, kali ini menghantam tubuh para panglima perang Kekaisaran Tang. Dua orang terpental entah berapa depa jauhnya, menghantam dinding istana hingga tiga pilar penyangga hancur olehnya. Tiga yang lain, tidak diketahui
Ketika wajah bangsawan Tang sedang diselimuti oleh kesedihan, tiba-tiba mata kiri Lanting Beruga berdenyut kuat. Denyutan itu semakin terasa dengan jelas dari arah hutan belantara yang ada di dihadapan Kekaisaran Tang.Pada saat yang sama pula, para pendekar merasakan tekanan aura alam yang begitu dahsyat, membuat tubuh mereka menggigil karena cemas."Aliran hitam?" tanya Panglima Tua yang berada di belakang Lanting Beruga."Bukan," jawab Lanting Beruga, "Mulai dari sekarang, kalian semua tidak ada urusan dengan hal yang akan terjadi setelah ini."Setelah berkata demikian, Lanting Beruga melompat dari lantai tertinggi Istana Kekaisaran Tang, dan turun tepat dihadapan Pimpinan Serikat Satria.Pria tua itu langsung mendekati Lanting Beruga, menanyakan apa yang dia rasakan saat ini, apakah itu adalah musuh dari aliran hitam yang lain, tapi Lanting Beruga menjawab jika mulai saat ini, urusan yang akan terjadi ke depannya tidak ada sangkut pautnya
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m