"Serangan seperti ini tidak akan menghentikan diriku!" Wakil Serikat Satria mencabut tiga jarum di pundaknya, meludah ke tanah setelah membuang jarum itu ke depan.
Nyaris saja lemparan jarum itu mengenai wajah Rubah Perunggu.
"Semua yang kau lakukan tidak ada gunanya, perbuatanmu harus dibayar oleh darah, malah sekarang berpikir untuk merebut warisan kuno dari tanganku?" sambung Wakil Pimpinan Serikat Satria.
Rubah Perunggu melepaskan sekali lagi senjata rahasia, tapi kali ini gagal mengenai tubuh Wakil Pimpinan Serikat.
Alih-alih melemahkan pria tersebut, Rubah Perunggu malah mendapatkan serangan lebih keras.
Sebuah serangan itu berasal dari jari telunjuk Wakil Pimpinan Serikat Satria. Entah apa yang terjadi, serangan itu memang sangat cepat sehingga Rubah Perunggu tidak bisa menghindarinya dengan baik.
"Ahkkk!" Rubah Perunggu meraung keras, jari telunjuk Wakil Pimpinan Serikat Satria masuk ke dalam pundaknya, lebih dalam dan semakin dalam.
Klik KlikGaruda Kencana berteriak keras, burung elang berkaki empat itu seolah mengatakan, "jangan khawatir, aku akan membawamu ke sana!"Ukuran siluman elang itu mungkin tidak sebesar burung-burung siluman lain, tapi tenaga dan kepakan sayapnya tidak bisa dianggap remeh.Jika hanya untuk menarik tubuh Lanting Beruga ke atas, dengan ukurannya yang mungkin baru sebesar bebek jantan, bukan hal mustahil untuk dilakukannya."Garuda Kencana ..." Lanting Beruga tidak bisa melanjutkan ucapannya karena terharu melihat ketangkasan burung itu menarik tubuhnya hingga mendekati celah Warisan Kuno."Klik Klik Klik ..." jawab Garuda Kencana."Aku mengerti!" ucap Lanting Beruga.Di sisi lain, beberapa Ketua Devisi atau juga pihak musuh melihat ke atas dengan pandangan yang diselimuti oleh ekspresi amarah.Mereka tidak suka jika Lanting Beruga mendapatkan warisan kuno itu.Namun sayang sekali, tidak ada yang bisa mereka lakukan ketika
10 hari telah berlalu. Di alam nyata, 5 raja baru saja pergi meninggalkan Istana Serikat Satria. 5 Ketua Devisi ditugaskan untuk mengantar mereka sampai ke negri masing-masing. Istana Serikat Satria tidak dalam kondisi baik-baik saja, ada banyak bangunan yang harus diperbaiki dan lebih banyak orang yang harus diobati. Pemakaman besar masih basah oleh air mata, dalam beberapa tahun terakhir, bulan ini adalah bulan paling berduka semenjak Serikat Satria di bentuk. Ada lebih dari 200 murid junior mati, lebih dari 100 orang murid senior dan beberapa banyak pula tetua yang ikut tewas. Jumlah itu tidak termasuk murid dan tetua sesat yang melakukan pemberontakan. Di dalam Istana Serikat Satria, Pimpinan Serikat masih terbujur lemah dengan banyak lilitan perban memenuhi tubuhnya. Ya, dia adalah orang yang paling berjasa mengusir utusan aliran darah besi. Pimpinan Serikat Satria berhasil membunuh beberapa orang anggota darah bes
Di tempat lain.Yanca melaporkan kejadian memalukan kepada pimpinan tertinggi aliran darah besi, tapi buka simpati yang dia dapatkan melainkan pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pimpinan itu berselimut baja di sekujur tubuhnya, dengan perawakan tubuh yang tinggi besar dan mengenakan topeng baja sehingga hanya biji mata dan mulut saja yang tampak dari wajah tersebut.Pakaian baja yang dia gunakan menunjukan betapa kuat dan tangguh dirinya, seorang yang telah mencapai level langit dasar di jalur kependekaran."Memalukan!" ucap pria tersebut, suaranya bergemah memenuhi seluruh ruangan gelap di markas besar mereka. "Kalian kembali dengan kegagalan.""Maafkan kami, Ketua-"Plak.Sebuah pukulan kembali mendarat di wajah Yanca, membuat pria itu muntah darah. Salah satu giginya bahkan tanggal karena kepalan tinju berselimut baja itu.Yanca tidak berani lagi berkata.Ketua Aliran Darah Besi memang terkenal buas dan ganas
Berita penyerangan yang dilakukan oleh Aliran Darah Besi akhirnya tersebar luas di lima negara di pulau Sundaland. Bukan hanya itu, beberapa benua tetangga juga mulai mendengar desa desu penyerangan tersebut. "Syukurlah Serikat Satria bisa menahan serangan dari dunia tengah ..." seorang wanita tua memeluk cucunya yang masih kecil, sambil menahan tangis haru. Tidak bisa dia bayangkan jika akhirnya Serikat Satria gagal menahan Aliran Darah Besi, bisa saja cucu kecil ini akan menjadi sengsara sebelum tumbuh menjadi dewasa. Sementara Kerajaan Sembilan, sang Raja disambut oleh tangisan haru sang istri dan anak-anaknya. "Aku baik-baik saja ..." ucap Raja Sembilan. "Maaf karena perjalanan pulangku sedikit terhambat, tapi beruntung Ketua Devisi Pengobatan yang menjaga perjalanan kami." Para pendekar aliran putih dan sesat yang berada di lima negara juga mendengar informasi tersebut, dan hampir tidak percaya jika ternyata ada organisasi set
Garuda Kencana mengalami hal yang aneh, bulu-bulunya tiba-tiba berdiri seolah bulu kuduk yang berdiri.Mahluk itu kemudian bertingkah seperti orang mabuk, berjalan terhuyung lalu jatuh tersandar di permukaan akar pohon yang besar.Matanya mungkin sedang berkunang-kunang saat ini."Garuda, apa kau baik-baik saja?" Lanting Beruga bergegas memeriksa kondisi burung tersebut, menggoyangkan tubuhnya, menarik dua sayap bahkan membuka paruhnya. "Hoi, apa kau baik-baik saja?""KLIK!" Garuda Kencana tersadar pula sebelum Lanting Beruga berniat menjejalkan jarinya kedalam kerongkongan burung tersebut."Klik Klik Klik!" Suara Garuda Kencana terdengar nyaring, tampaknya sedang memaki Lanting Beruga. 'Apa kau mau membunuhku, dasar manusia bodoh?'Lanting Beruga tertawa kecil, menggaruk kepalanya lalu membuang muka ke sisi lain. Masih bersiul kecil seolah tidak melakukan sesuatu.Namun akhirnya Lanting Beruga menyadari sesuatu, "tubuhmu bertambah be
Lanting Beruga terpaksa mengeluarkan mode ke empat, Dewa Api, hanya untuk mematahkan satu sayap burung aneh ini.Bersama burung itu, Lanting Beruga jatuh ke sisi hutan lain di pulau aneh ini. Dia jatuh dibagian hutan tanpa rumput, hutan gersang dengan pohon berduri seperti pohon dadap.Burung aneh yang menangkap dirinya jatuh tidak jauh dari tempatnya berada, matanya masih mendelik mungkin berniat memakan Lanting Beruga bulat-bulat.Tapi pemuda itu dengan sekuat tenaga, berhasil menghabisi burung itu sebelum dia sempat mematuk dirinya.Kepala burung itu terpisah.Klik Klik. Garuda Kencana akhirnya berhasil menyusul Lanting Beruga."Sepertinya kita berada di hutan gersang," ucap Lanting Beruga. "Aku telah memeriksa tempat ini, tapi tidak ada pohon penolong," Lanting Beruga menamai pohon yang dibenci siluman, sebagai pohon penolong, tapi sayangnya di hutan ini dia tidak menemukan pohon sejenis itu. "Sepertinya kita tidak akan tidur nyeny
Setelah menghabiskan makanannya, Garuda Kencana terbang ke langit dan mencari sebuah tempat yang diselimuti oleh es.Cukup lama burung itu berkeliling, sesekali dia bahkan diserang oleh burung-burung raksasa yang lain.Setelah menghabiskan setengah hari lamanya, Garuda Kencana akhirnya menemukan tempat yang diselimuti oleh es abadi.Tepat di puncak gunung tinggi yang menjulang melewati awan putih. Ada dua puncak gunung tersebut, satu puncak terdapat kawah aktif yang menggelegak, satu puncak diselimuti oleh es abadi.Lanting Beruga tidak melihat satu puncak yang diselimuti oleh es tersebut, karena terhalang oleh puncak merapinya.Kembali Garuda Kencana menemui Lanting Beruga, melawan bahaya dari burung raksasa yang mengincar dirinya."Klik Klik Klik ..." Garuda Kencana berkicau dengan parau, sedikit mengupat tindakan burung besar yang mengejar dirinya. 'Jika aku cukup besar, akan kukejar mereka semua!' ucap Garuda Kencana.Lanting Beru
Butuh berhari-hari bagi Lanting Beruga untuk memanjat cadas tinggi itu. Di hari ke tiga dia telah melewati awan putih yang dingin. Lanting Beruga berhenti sejenak.Tiga hari tidak makan membuat dia mulai lelah, air pun tidak ada untuk diminum. Ketika malam hari, udara benar-benar terasa dingin menusuk kulit.Beruntung dia menggunakan pakaian dari bulu-bulu kelinci, jika tidak entahlah apa yang akan terjadi dengan pemuda tersebut, mengingat dia lebih terbiasa dengan sesuatu yang panas dibandingkan dengan dingin.Setelah berhenti satu malam, Lanting Beruga kembali memanjat cadas pegunungan ini. Di hari ke 7 akhirnya pemuda itu berhasil mencapai puncak tertinggi gunung yang diselimuti oleh es abadi."Aku sangat lapar ..." ucap Pemuda itu, terkapar di permukaan es yang dingin. "Sial, aku juga kedinginan ...."Garuda Kencana memeluk Lanting Beruga dari belakang, dengan sayap yang tebal. Tapi tetap saja, pemuda itu tidak bisa bertahan terlalu lama dengan
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m