Ares menatap pergerakan awan hitam, untuk menebak kemana para pasukan kegelapan ini bergerak.Namun Lanting Beruga malah langsung mengaktifkan mata asura tepat ketika kura-kura raksasa meninggalkan mereka.Pow pow.Lanting Beruga dapat melihat ada ratusan budak kegelapan sedang menyerang warga yang berada di sebuah desa di tengah pulau kecil ini.Ketika Ares baru hendak bergerak, mendadak cahaya merah baru saja berkelebat di samping kirinya, meninggalkan Ares dan Satrio Langit lebih dahulu."Sial, Lanting tunggu!" Satrio Langit menggunakan ilmu meringankan tubuh mencoba menyusul Lanting Beruga, tanpa peduli apa yang akan dilakukan oleh Ares.Ares bergerak secepat kilat, menyusul Lanting Beruga, membuat Satrio Langit sedikit kesal karena di sini tampaknya dia memang tidak terlalu cepat jika harus dibandingkan dengan Ares atau bahkan Lanting Beruga.Namun untuk tiba di tengah pulau kecil ini, bagi mereka bertiga tidak akan memakan waktu yang lama.Di sisi lain, Lanting Beruga telah meli
Lanting Beruga menyarankan untuk tinggal di pulau ini beberapa hari lamanya, terutama ketika malam hari, musuh mungkin akan datang secara tak terduga.Tentu saja Lanting Beruga menyetujui hal itu, dia bahkan berniat untuk membantu para penduduk untuk menciptakan tempat persembunyian, meskipun sebenarnya akan datang pasukan yang diutus oleh Arya Mandala untuk mengamankan pulau ini.Namun entah berapa lama pasukan itu akan datang, dan kemungkinan memakan beberapa hari, karenanya Lanting Beruga merasa berkewajiban menjaga para warga ini sebelum regu pengaman datang ke sini."Apa kalian punya rempah-rempahan?" tanya Ares, mendekati salah satu pak tua yang tampak seperti pemimpin di desa kecil ini."Kami memiliki beberapa rempah, tapi untuk apa?""Mereka tidak menyukai wewangian, ini akan menyamarkan keberadaan kalian!""Wawwww ...kau benar-benar cerdas ..." Lanting Beruga menepuk pundak Ares tanpa rasa bersalah, tidak tahu jika dia malah membuat Ares menjadi kesal.Ya, dalam beberapa hari
Denyutan di mata asura milik Lanting Beruga bertambah lebih kuat lagi seiring langit yang mulai gelap karena tertutup oleh awan hitam.Petir berwarna merah keunguan sesekali muncul, seolah dapat membelah awan itu menjadi banyak bagian.Ares kini mencengkram gagang tombak lebih erat dari sebelumnya, sementara Satrio Langit kini menyatukan dua tinjunya yang menciptakan cahaya emas di sekitar tinju tersebut.Lanting Beruga sendiri telah mengeluarkan pedang sisik naga hijau dari dalam tanda apinya, sudah bersiap menghadapi apapun yang akan muncul dari balik kegelapan.Saat ini tiba-tiba muncul satu budak kegelapan yang memiliki pedang begitu besar. Panjang gagang pedang itu mungkin mencapai setengah depa, dia menyeret pedang dengan mata pedang yang menyentuh permukaan tanah.Percikan energi dari mata pedang itu membuat tanah menjadi kering, dan sebenarnya dia telah menghentikan aliran air yang ada di dalam permukaan tanah. Hal ini akan membuat pulau ini menjadi benar-benar gersang, karena
Ada dua puluh budak kegelapan yang menyerang Satrio Langit saat ini. Mereka adalah pasukan yang keseluruhannya menggunakan senjata berupa tulang binatang besar dengan balutan kawat yang mengeluarkan warna hitam seperti asap. Senjata seperti ini mirip seperti gadah, hanya saja terbuat dari tulang.Setiap ayunan dari mahluk itu bisa membuat kerusakan yang sangat parah jika terkena pada bangunan, dan membuat banyak retakan di permukaan tanah yang gersang.Debu lebih banyak bertebaran di sekitar Satrio Langit, dibandingkan di daeran Ares yang cendrung selalu berpindah tempat.Bukan Satrio Langit namanya jika bertarung dengan banyak gaya, dan menghindar. Daripada melakukan hal seperti itu, Satrio Langit lebih senang beradu serangan dengan lawannya.Pukulan yang dihasilkan oleh Satrio Langit selalu memancarkan kilatan cahaya emas pada setiap kali berbenturan dengan senjata lawannya.Ini terlihat sangat indah di pandang mata, tapi nyatanya sangat berbahaya.Bom.Satu serangan lawan berhasil
Menghadapi Lanting Beruga, para budak kegelapan dibuat tidak berdaya. Pedang yang digunakan oleh pemuda itu nyatanya berhasil merenggut nyawa lawan dengan lebih cepat tanpa menggunakan kekuatan yang jauh lebih besar di bandingkan dengan Ares atau pula Satrio Langit.Melihat hal itu, Ares sebenarnya sedikit kesal, bagaimana tidak dia yang dahulunya adalah mantan Ksatria Perang sedikit kesulitan melawan musuhnya yang berasal dari kegelapan ini, sementara Lanting Beruga terlihat begitu santainya.Kekesalan Ares ditunjukan dari gerakan jurus yang dia gunakan saat melawan musuh.Kilatan petir yang dihasilkan dari serangnya sekarang jauh lebih silau dari sebelumnya. Beberapa musuh yang berada di hadapan Ares langsung menjadi abu karena sengatan kekuatan tersebut.Tidak peduli seberapa banyak musuh yang akan datang menyerang dirinya, Ares dengan sigap menyambut semua serangan.Tombak di tangannya kadang kala berputar seperti gasing di atas kepalanya, dan seketika pula seluruh petir menyambar
Bom bom bom.Ares benar-benar telah menunjukan level kekuatannya dengan mengalahkan banyak musuh.Namun, Satrio Langit tidak bisa menerima hal itu. Jadi dia bergerak lebih nekat lagi. Dia melompat tepat di tengah perkumpulan lawan yang jumlahnya lebih dari 20 orang.Kepalan tinjunya di arahkan kepada budak-budak kegelapan itu, kemudian dia mengayunkan kepalan tinju ke arah dirinya sendiri, menandakan tantangan kepada mereka."Kegelapan seperti kalian lebih baik kembali ke tanah!"Satrio Langit melompat beberapa depa ke awang-awang, kemudian mendaratkan kepalan tinjunya ke tanah yang gersang.Beberapa detik kemudian, tiba-tiba cahaya emas muncul dari dalam tanah, lalu sedetik kemudian tiba-tiba tanah itu terbelah. Muncul jurang dalam di permukaan tanah yang berukuran cukup besar, cukup untuk membunuh lawan-lawan yang ada dihadapannya.Para Budak Kegelapan berteriak keras ketika tubuh mereka mulai jatuh ke dalam jurang tersebut. Hanya ada tersisa beberapa orang saja yang berhasil mengh
Menghadapi pasukan ke dua, Lanting Beruga harus bertindak lebih bertenaga dibandingkan dengan sebelumnya. Pasukan ke dua ini sangat kuat, wajar saja karena mereka adalah pasukan pendamping para komandan kegelapan.Namun di saat ini, Lanting Beruga tetap belum mengandalkan kekuatan dari roh api. Dia masih menggunakan kekuatan fisik, hanya tingkat energi batin yang digunakan oleh pemuda itu relatif lebih pekat lagi.Mata asura milikinya juga bersinar sedikit lebih terang, meskipun tidak seterang lampu pelita.Telaga di dalam alam bawah sadarnya mulai sedikit berguncang, gelembung energi batin yang bergerak melewati matanya mulai tak terhitung lagi jumlahnya.Dua orang yang baru saja berhadapan dengan Lanting Beruga tampaknya juga berhasil melepaskan diri dari intimidasi yang dilakukan oleh Lanting Beruga.Mereka hanya terhenti pada satu detik saja ketika berpadu pandang dengan mata tersebut, tapi kemudian bergerak lagi untuk menyerang."Kecupan Dewi Kematian!" Lanting Beruga melewati du
Satu serangan yang dilakukan oleh Ares rupanya berakibat fatal. Serangan itu malah membuat persembunyian manusia yang berada di dalam tanah sedikit terlihat, karena tanah yang terkikis."Ahkkkkk, dasar otak udang!" Lanting Beruga berteriak dengan wajah konyol seraya menatap lubang besar yang ditimbulkan oleh Ares.Melihat hal itu, bukan hanya Lanting Beruga tapi juga Ares memasang wajah tegang sekaligus dengan mata melotot dan mulut yang terbuka.Dia terlalu bersemangat saat bersaing dengan Satrio Langit sampai-sampai lupa jika di lokasi tadi adalah tempat dimana markas persembunyian warga desa ini.Sialnya pula, bagian sudut dari markas itu juga sompel, sehingga jelas terlihat beberapa pria sedang berada di dalam bangunan tersebut."Bodoh, kenapa bersusah payah membuatnya jika pada akhirnya kau sendiri yang merusak!" Satrio Langit menghentak-hentakan kaki ke tanah seraya menunjuk wajah Ares yang berada di awang-awang. "Bodoh, dasar bodoh!"Ares tidak bisa berkata apapun saat dua oran
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m