Di waktu yang hampir sama, seluruh pasukan aliansi pendekar aliran putih, sempat terbelalak matanya, ketika melihat Ireng menyerap batu permata. Namun mereka lebih berfokus kepada Rambai Kaca yang sudah lebih dulu, memberikan serangan terhadap Ireng. Sebagian pasukan aliansi, terus melancarkan tugas mereka dengan memotong akar pohon sakral, guna memperlambat tubuhnya pohon tersebut. "Kalian jangan terpengaruh dengannya!" ujar salah petinggi aliran putih. Sementara itu, Ki Ageng Nagaraman juga melancarkan serangan terhadap Ireng, dengan teknik boneka yang melesat kearah Ireng berada. Namun, seperti biasa, Ireng dapat mengatasi serangan itu, dengan menyapukan tangannya lalu menyemburkan api hitam untuk menghancurkan serangan Ki Ageng Nagaraman. Melihat hal tersebut, pria tua itu hanya bisa menelan ludah, sembari mempersiapkan serangan lanjutan. "Tunggu! kita serang secara bersama," ujar Nagamayan. Pria tua itu hanya mengangguk pelan, seolah mengerti akan isyarat Nagamayan. Bah
Setelah kematian pimpinan cakar hitam, pasukan aliansi aliran putih, sempat menghenghela nafas lega. Namun hal itu, bukanlah sesuatu yang dapat dikatakan kemenangan yang manis, karena tidak sedikit dari mereka yang terluka parah dan tidak sedikit pula dari mereka yang harus meregang nyawa. Para petinggi aliansi, tentu saja harus menjadi sosok yang menenangkan mereka, dikala mereka sedang berduka. "Mereka semua yang gugur dalam pertarungan ini, akan menjadi cerita sekaligus sejarah, kita harus mengenang jasa mereka!" ujar salah satu petinggi aliansi. "Seharusnya, kami yang tua ini, lebih pantas menggantikan mereka, tetapi tampaknya masih harus ada yang berkorban, itu sangat disayangkan," sahut petinggi yang lain.Mereka sempat tertunduk lesu hampir bersamaan, sementara yang lain, mulai bahu membahu memberi pertolongan kepada orang yang terluka. Pendekar medis adalah orang pertama yang sangat sibuk, mereka dengan segera mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Namun saat ini, tamp
Meski dalam suasana berkabung, Mahasepuh Naga Utara tampak terlihat begitu tenang, terlebih ketika petinggi aliansi meninggalkan tempat itu beberapa saat yang lalu. Pria tua itu sedikit berjalan gontai kearah salah satu meja yang terbuat dari kayu, lalu memandang jauh kearah salah satu sudut, dimana perhatiannya teralihkan. Tampak olehnya, seorang bocah yang tidak lain Rambai Kaca, sedang bersama Pramudita, dari sana pula ia mulai menebak akan sesuatu. "Apa yang sedang mereka bicarakan?" gumam nya bertanya. "Apa mungkin Pramudita ingin membawa bocah itu..?" Dalam batinnya Maha Sepuh Naga Utara sempat bertanya-tanya, akan tetapi disaat yang sama pula mereka berdua ternyata bergerak kearah pria tua itu. Melihat Pramudita dan Rambai Kaca, pria tua itu tampak tersenyum lalu bergegas berdiri dan menyusul keberadaan kedua orang yang sedang menujunya. Langkah pria tua itu tampak begitu lambat, akan tetapi dibalik perawakannya, pria tua itu masih begitu banyak memiliki tenaga untuk ber
Setelah semuanya telah selesai di padepokan Naga Utara, Pramudita dan Rambai Kaca telah meninggalkan alam ras naga dan kembali kepadepokan pedang bayangan. Dari kejauhan mereka sudah melihat pedepokan pedang bayangan berada, tetapi, tidak gerak cepat dari keduanya untuk segera tiba disana. Namun setelah jarak mereka tinggal beberapa depa dari gerbang padepokan, secara tiba-tiba gerbang itu terbuka dengan cepat, lalu di sambut dengan meriah. "Berikan hormat kepada Maha Sepuh Pramudita!" ucap salah satu penjaga. Dengan satu perintah, semua orang yang berada disana, langsung menundukkan kepala, lalu memberikan jalan kepada Pramudita serta Rambai Kaca yang berada disisinya. Kembalinya Pramudita dan Rambai Kaca tentu menjadi kabar baik bagi padepokan pedang bayangan, terutama keluarganya. Bahkan belum sampai satu menit, kabar kembalinya Pramudita dan Rambai Kaca sudah sampai kepada sang istri serta anak-anaknya yang tidak lain, saudara dan saudari angkat Rambai Kaca. "Ayah, aku sena
Dalam pengobatan Rambai Kaca, tabib Nurmanik mengetahui, jika pemuda itu masih membutuhkan banyak tenaga dalam. Pasalnya, tenaga dalam pemuda itu, sudah sangat banyak berkurang, dari jumlah aslinya, hal itu pula yang menyebabkan ia berkeinginan membantu Rambai Kaca dalam meningkatkan tenaga dalam. Namun, tentu saja ia tidak bisa secara langsung mengatakan kepada pemuda itu, sebab, jika ia secara terang-terangan mengatakan hal tersebut, bisa jadi Rambai Kaca akan menolak. "Minumlah ramuan obat ini!" ujar tabib Nurmanik. Pria tua itu lantas memberikan kembali, secangkir obat berwarna hijau kehitaman kepada Rambai Kaca. Namun belum sempat pemuda itu meraihnya, secara spontan, Rambai Kaca menutup kedua lubang hidungnya menggunakan jari tangan. Melihat reaksi Rambai Kaca, saat ini, tabib Nurmanik hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Tidak apa-apa." Pria tua lantas kembali mendorong tangannya kepada Rambai Kaca, sehingga membuat pemuda yang berada didepannya itu, terpaksa mengambilny
Setelah berpamitan kepada tabib Nurmanik, Rambai Kaca kembali kerumahnya dan berniat berpamitan kepada Pramudita guna untuk mencari tanaman obat itu. Dirinya menggunakan jurus kilat putih, sehingga terlihat melompat lompat diudara lalu dalam sekali tarikan nafas, Rambai Kaca tiba dikediamannya. Dengan sedikit merasa gugup, dirinya melangkah pelan, tetapi tidak ia sangka-sangka kehadiran dirinya berhasil dipergoki oleh saudara angkat, Eruh Limpa. "Adikku yang bodoh! kenapa kau berjalan begitu lemah? apa kekuatanmu belum stabil?" tanya Eruh Limpa. "kakak! maaf, tetapi aku harus segera menemui ayah," jawab Rambai Kaca singkat. "Oh! untuk apa kau begitu tergesa-gesa? bukankah hal itu bisa ditunda dan menemani ku berlatih, pasti akan jauh lebih menyenangkan," sambung kakaknya. "kakak! Sekali lagi, aku harus meminta maaf, tetapi aku saat ini benar-benar harus bertemu dengan ayah," timpal pemuda itu. Eruh Limpa sempat memandangi adiknya untuk beberapa saat, lalu mengangkat kedua bahu
Disaat yang hampir sama, Eruh Limpa dan Nagin Arum mendadak menjadi panik, hal itu tidak lain karena mereka baru menyadari jika Rambai Kaca tidak berada disana. Menyadari hal itu, mereka berniat berpencar untuk mencari keberadaan Rambai Kaca yang entah ada dimana. Eruh Limpa menyarankan jika ia kearah Selatan, sedangkan Nagim Arum sendiri mencari kearah Timur. "Jika kau menemukan sesuatu, cepat kembali ketempat ini!" ujar Eruh Limpa memastikan. "Baik kakak! tetapi, bagaimana jika kita tidak menemukannya, bagaimana dengan Ibu dan ayah, apa yang harus kita katakan nantinya?!" timpal Nagin Arum panik. "Maka dari itu! kita harus segera menemukannya," sambung Eruh Limpa. Nagin Arum hanya bisa mengangguk pelan, tanpa membantah sepatah katapun, pada akhirnya mereka mulai bergerak menjauh. Eruh Limpa bergerak dengan kecepatan tinggi lalu menerobos masuk kedalam hutan yang rindang. Tidak pernah ia duga, jika saat ini, mereka akan kehilangan Rambai Kaca, bahkan ia sempat menduga, jika
Disisi lain setelah berhasil membunuh sosok hasrat yang telah mengganggunya, Rambai Kaca lantas berniat melanjutkan perjalanan, tanpa memikirkan keberadaan Eruh Limpa dan Nagin Arum. Sempat ia berfikir untuk kembali, tetapi saat ini, ia telah memutuskan untuk mencari tanaman langka itu, karena menurutnya, jika kembali sekalipun akan terlalu banyak membuang waktu. Sehingga disaat itu pula ia mulai melangkah, sembari membuat tanda dibatang pohon yang telah ia lalui. "Jika mereka melihatnya, maka mereka pasti akan bisa menyusulku," gumam nya. Pemuda itu lantas melesat kedalam hutan menggunakan jurus kilat putih, tiba saatnya ia melihat satu sosok hasrat kembali dari kejauhan. Namun tampaknya kali ini, ia tidak berniat bertarung dengan sosok hasrat itu, jika belum begitu diperlukan. "Aku bisa mengurusnya kapanpun, tetapi tanaman obat adalah prioritas utama," gumam nya kembali. Pemuda itu sedikit menggelengkan kepala, lalu memutar tubuh kearah kiri dan memutuskan untuk menghindari s
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m