Bagaimana mungkin seorang manusia memiliki kekuatan yang begitu mengerikan. Semua asura berpikir yang sama, darimana kekuatan Lanting Beruga itu.Namun pertanyaan itu tidak terjawab, sebab kini yang tersisa hanyalah teriakan keras dari mulut Dewi Kematian.Booom.Ledakan besar di atas langit kini terjadi, semuanya diselimuti oleh cahaya yang terang. Gelombang udara bertekanan tinggi menyibak langit yang dipenuhi oleh awan yang gelap.Semua orang terpana, tercengang dan tentu saja tidak percaya dengan hal tersebut.Setelah beberapa saat berlalu, terlihat sosok tubuh jatuh melayang dan terhempas di tanah. "Apakah sudah berakhir?" tanya salah satu dari asura."Apakah Dewi Kematian telah dikalahkan?"Lanting Beruga menghela nafas panjang, kemudian berjalan mendekati Dewi Kematian yang kini terkapar di permukaan tanah dengan setengah bagian tubuh yang hancur.Sayang sekali, dia tidak mungkin bisa mengobati luka-luka tersebut, karena kekuatan mutlak Roh Logam yang telah digunakan kepada di
Setelah kematian Dewi Kematian, teknik pengendalian yang ada di tubuh Raja Asura juga menghilang secara otomatis.Semua bawahan Dewi Kematian terlihat bersedih hati, apa lagi para naga yang begitu setia terhadap dirinya."Bagaimana ritual kematian bagi seorang asura?" tanya Lanting Beruga."Dengan membakar tubuhnya di kampung halamannya sendiri," jawab Raja Raksasa."Kalau begitu, siapkan ritual pemakaman bagi Dewi Kematian," ucap Lanting Beruga.Semua asura setuju dengan ucapan Lanting Beruga. Jadi pada hari itu pula, seluruh Asura membawa jasad Dewi Kematian menuju negerinya.Dia di bawa ke atas gunung di mana tengkorak raja asura berada. Beberapa asura telah menyiapkan dipan sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi Dewi Kematian.Dipan yang dibuat dari susunan batu hitam. Di sana pula ada mahkota Dewi Kematian, yang akan ikut dibakar bersama dengan jasadnya.Dewi Kematian di letakan dia atas dipan batu itu, kemudian Lanting Beruga diberikan sebuah obor yang menyala. Dia adalah m
Sementara di tempat lain, pada alam manusia, proses penyempurnaan lima roh yang mewakili lima elemen dasar sudah hampir sempurna di tangan Dewa Kehancuran. Dalam beberapa bulan terakhir, meskipun sedikit lambat, tapi para budak kegelapan berhasil mengumpulkan banyak darah manusia.Tentu saja tidak selamanya para pendekar bisa menjaga keamanan para warga yang tersebar luas di dunia utara.'Sesaat lagi aku akan menjadi mahluk terkuat yang menguasai ke tiga alam,' batin Dewa Kehancuran bergumam riang. Jika tidak ada halangan maka kemungkinan besar dia bisa menyempurnakan semua lima roh dalam dua atau satu bulan ke depan. Yang dia butuhkan hanya beberapa darah lagi, dan untuk mencukupi darah yang dia butuhkan, Dewa Kehancuran mulai mengorbankan nyawa budak-budak kegelapan yang berasal dari bangsawan dunia.Namun dia lupa, jika mengorbankan banyak budak itu artinya dia akan memperlemah dinding pelindung yang menjaga Istananya.Para budak inilah yang selalu bahu membahu menciptakan tabir
Hari ini, suasana semakin mencekam, sebab Dewa Kehancuran hampir selesai menguasai ke lima roh sekaligus. Mendung hitam menutupi langit, petir sesekali menyambar pelupuk mata, menyilaukan sekaligus menakutkan.Suasana mencekam itu menyelimuti dinding es abadi yang memisahkan antara Dunia Utara dan Dunia Tengah.Semua orang dapat merasakan, dunia seolah menuju kiamat. Udara mendadak begitu dingin, tumbuhan seolah tidak bergerak sama sekali. Semuanya terasa sangat mencekam.Beberapa manusia lemah yang tinggal di rumah mereka, hanya bisa menyerahkan semua ini kepada para pendekar. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, meskipun mungkin mereka sangat ingin membantu aliansi golongan putih.Anak-anak meringkuk ketakutan di dalam pelukan orang tuanya. Tidak jarang, rumah-rumah warga itu dipenuhi dengan tangisan bayi yang mungkin lebih peka dibandingkan dengan orang tuanya."Apa yang akan terjadi dengan dunia kita?" ratap para warga, "aku melihat langit mendung kelam tanpa cahaya, seolah sesaat
"Dinding pelindung ini masih begitu kuat, kita berdua sejak tadi belum bisa menghancurkan dinding ini ...." Dewa Pemarah merasa begitu frustasi saat ini.Bagaimana tidak, dia dan temanya, Dewa Penidur berusaha keras dari pagi tadi untuk melubangi dinding ini, tapi semua serangan yang mereka lalukan tidak berhasil untuk meretakkan pelindung tersebut. Apa lagi jika harus melubanginya.Sementara di sisi lain, para bawahan mereka sedang bertarung melawan budak kegelapan yang mencoba mengganggu mereka berdua."Waktu yang kita miliki semakin tipis, tekanan dari Dewa Kehancuran semakin kuat setiap waktunya, jika terus dibiarkan maka kita kehilangan kesempatan untuk melawan mahluk tersebut." Dewa Penidur telah memperkirakan kemungkinan buruk yang akan terjadi dengan manusia jika sampai Dewa Kehancuran menyempurnakan kekuatannya. Yang tertinggal hanyalah kematian. Artinya, populasi manusia dalam bahaya."Padahal budak-budak kegelapan yang tersebar telah kembali ke Istana Kegelapan, dinding ini
Beberapa saat kemudian.Mereka tidak bisa membedakan apakah hari sudah malam atau masih siang, yang mereka ketahui adalah matahari enggan menampakan sinarnya untuk menerangi dunia ini.Satrio Langit menghela nafas panjang, berpikir sejenak setelah berada di posisinya.Di dekat pria itu adalah Ares.Mereka tinggal menunggu kedatangan Dewa Pemarah dan Dewa Penidur untuk bergabung dalam tim ini, bekerja sama menghancurkan dinding penghalang.Namun dugaan Dewa Penidur dan Dewa Pemarah ternyata benar, para budak kegelapan telah berkumpul di tempat ini. Mereka juga tampaknya tidak akan membiarkan rencana para pendekar berhasil.Wush wush.Dua pendekar yang ditunggu telah berada di tempat ini, Dewa Pemarah dan Dewa Penidur."Bagaimana situasinya saat ini?" tanya Dewa Pemarah."Guru, budak kegelapan berkumpul di balik lapisan dinding, mereka sepertinya tidak akan tinggal diam.""Kita harus mencobanya," timpal Ares. "Kau benar," jawab Dewa Pemarah, "meski kita tidak tahu apakah rencana ini ak
Pada akhirnya dinding tak kasat mata yang melindungi Istana kegelapan berhasil dihancurkan. Lubang besar telah terbentuk di dinding itu, dan orang pertama yang melewati dinding itu adalah Ares.Pria itu langsung menderu ke arah Istana Olimpus, tidak menghiraukan budak kegelapan yang mencoba menghalangi jalannya.Ya, Ares tahu biang masalah ada di dalam Istana itu. Dewa Kehancuran harus segera dibunuh, dan ini adalah kesempatan bagus.Dalam keadaan seperti ini, -saat sedang melakukan ritual-, kewaspadaan Dewa Kehancuran tidak begitu baik. Biasanya dia akan cendrung berada di alam bawah sadar dibandingkan di alam sadar.Ares ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuh mahluk tersebut, tapi tentu tidak semudah yang dia pikirkan."Bajingan itu ...." Satrio Langit menatap Ares yang kini berada di atas menara Istana, buru-buru pria itu mengikuti Ares.Dewa Pemarah dan Dewa Penidur juga mengiring di belakang Satrio Langit, tapi beberapa saat kemudian, budak-budak kegelapan yang tersisa
Sejarah tua yang tidak diketahui oleh manusia lain kecuali bangsawan dunia, dan mungkin juga merupakan sebuah aib yang sangat memalukan.Sebelum bumi dipenuhi oleh banyak manusia saat ini, ada seorang dewa yang dibuang di bumi ini. Bukan, dia bukan dewa yang kuat di dunia langit. Dia hanyalah dewa lemah yang payah, keberadaanya tidak dianggap bahkan dia bukan sosok yang penting bagi para dewa.Tidak peduli apapun yang akan dilakukan oleh dewa tersebut, semua dewa tidak menganggap dirinya ada.Namun, pada suatu ketika, ketika dewa itu mendapatkan sebuah misi oleh para petinggi dewa. Dia diturunkan dari langit dan datang ke bumi ini.Bukannya mengerjakan misi yang diembannya, dewa lemah itu malah jatuh cinta kepada manusia.Hubungan dari percintaan itu, akhirnya melahirkan 9 putra dan 9 putri. Mengetahui bahwa dewa lemah itu telah melanggar aturan langit, para dewa mengutus untuk banyak pasukan langit untuk menangkap dewa tersebut.Demi untuk menjaga agar keluarganya aman, dewa itu mel
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m