5 orang terlihat hanya bayangannya saja, sangat tidak jelas di lihat oleh mata biasa seperti yang dimiliki oleh Pangeran Jianhen Tang.
Sementara di belakang lima orang, itu ada sebuah kristal menyala terang dan mengambang, yang memancarkan sinar hijau tua yang redup.
Pangeran Jianhen tidak tahu kristal apa itu, tapi dia juga tidak ingin mencari tahu mengenai hal tersebut. Berada di tempat ini membuat dadanya mulai terasa sesak, dia ingin menyelesaikan kesepakatan ini secepatnya.
Dari pandangan mata Jianhen, dua di antara mereka berlima memiliki tubuh yang besar dan tinggi, dua yang lain berukuran sama dengan manusia pada umumnya, sementara satu lagi terlihat sangat pendek, atau mungkin karena bungkuk.
Namun, orang yang dianggap pendek itu melepaskan tekanan energi yang jauh lebih kuat dibanding dengan 4 orang yang lain.
Ah, tentu saja semua tekanan mereka berlima sangat kuat, Jianhen bahkan kesulitan bernapas berada di sini.
"Kau orang asing
"Jika pemuda itu adalah musuh, kau harus membunuhnya!" salah satu Tetua berkata kepada Tian Cia.Dalam situasi seperti ini, mereka tidak bisa mempercayai orang asing, lebih-lebih orang yang berasal dari luar wilayah bumi tengah.Tetua Kong, sejak tadi memperhatikan gelagat Lanting Beruga yang sibuk dengan makanan-makanan di atas meja. Pemuda itu bukan hanya tidak peduli dengan keadaan sekitar, dia juga tidak peduli jika beberapa orang sedang menyingung dirinya.Yang terpenting menurut pemuda itu saat ini, isi perut hingga kenyang. Setelah itu dia bisa bersantai, dan menanyakan mengenai orang-orang di belakang dirinya.Selagi dirinya makan, dunia akan belahpun tampaknya tidak akan dipedulikannya.Sementara itu, Tetua Kong yang berasal dari Sekte Mentari Senja tidak nyaman dengan keberadaan Lanting Beruga di tempat ini.Beberapa kali dia mengusulkan kepada Tian Cia untuk membunuh pemuda itu, atau paling tidak membuat dia membuka identitas diri
"Ah, akhirnya sudah selesai!" ucap Lanting Beruga, setelah menegak satu cawan air dan menepuk dadanya beberapa kali.Pemuda itu menggeliat ke kiri dan ke kanan, baru menyadari jika tempat ini sudah mulai kacau, dan tampaknya ada lebih banyak orang yang ada di dalam penginapan ini.Apa mereka semua adalah pelanggan? pikir Lanting Beruga, tapi tidak mungkin! Kenapa Tetua di sudut ruangan kini terseok pada reruntuhan dinding, dan satu lagi tetua terjerumus di lantai penginapan.Lanting Beruga kemudian tertawa kecil, dia melambaikan tangannya ke arah Tian Cia, lalu berkata. "Apa kalian sedang bertaruh minum? ah, kalian begitu kasar, sayang sekali aku tidak kuat minum, jadi tidak bisa ikut bertaruh!"Semua orang menatap ke arah Lanting Beruga dengan ekspresi yang penuh tanda tanya, Tetua Kong menganggap Lanting Beruga merupakan salah satu bagian dari Kekaisaran Tang dan tentu saja wajar jika Tian Cia membawanya ke tempat ini."Sial, kita berdua te
100 pendekar aliran putih berniat membantu Tetua Kong, tapi ancaman dari seribu pendekar aliran hitam membuat mereka tidak berkutik. Siapa yang berani melawan, mereka akan dihancurkan, dibunuh dan barang kali akan dicincang. Jadi sekarang, satu-satunya yang mungkin dapat orang-orang ini lakukan adalah, menyerahkan diri dan dipenjara bersama. 3 prajurit terbaik, -di kerajaan Sursena, mereka dijuluki sebagai Senopati Anom-, melihat ke arah lubang besar yang tercipta karena hempasan tubuh Tetua Kong. Mereka kemudian tersenyum sinis. Sementara itu Tetua Jingmi mulai mengutuk tindakan yang dilakukan oleh Tien Cia. "Begitu rendah dirimu," ucap Tetua Jingmi, "Tetua Kong telah menyelamatkanmu pada pertempuran dahulu, dan hari ini kau menghianati dirinya!" Senyum penghinaan tersungging dari bibir rusak Tien Cia. Dia merasa tidak bersalah karena telah melukai Tetua Kong, dan menganggap hal itu sebagai kecerdasan. Jika Tetua Kong memilih untuk be
Lanting Beruga kembali tersenyum ramah, tapi senyum itu mendadak lenyap dari bibirnya ketika dia memandang 2 pendekar elit yang ada di lantai ke dua.Mata kiri pemuda itu tampak bersinar redup, bahkan sebelum energi batin disalurkan melewati mata itu, tubuh dua prajurit elit sudah lebih dahulu merasa merinding."Pria buruk rupa tadi, aku tidak membunuhnya, karena dia memberiku makan gratis!" ucap Lanting Beruga, "Tapi aku tidak akan menahan diriku untuk kalian semua!""A' Apa yang kalian lakukan?!" teriak salah satu prajurit elit. "Bunuh pemuda itu sekarang!"Lanting Beruga tersenyum seraya berbalik badan menatap ratusan musuh yang telah mengelilingi penginapan ini. Dengan langkah mantap dia keluar dari dala bangunan itu, dengan pedang yang diseret ke lantai.Percikan api menyala karena benturan antara mata pedang dan beberapa logam yang ada di lantai bangunan."Serang dia bodoh!" teriak prajurit elit.Namun, pada saat yang sama tubuh
Tepiskan dahulu pertempuran yang melibatkan Lanting Beruga melawan ribuan prajurit Kekaisaran Tang, sekarang di tempat lain, pasukan aliansi aliran hitam mulai bergerak meninggalkan markas besar mereka.Ada 5 ribu lebih pasukan tersebut, berjalan berbondong-bondong menuju Kekaisaran Tang.Namun 5 pemimpin mereka belum menampakan diri di antara ribuan pendekar aliran hitam itu. Entah apa yang mereka rencanakan, tapi yang jelas gerakan aliran hitam ini akan membawa mala petaka besar di Kekaisaran Tang."Semua pendekar yang kita miliki telah bergerak bersama pangeran Jianhen Tang," ucap salah satu dari lima ketua aliran sesat itu. "Mengerahkan begitu banyak pasukan, aku pikir Pangeran Jianhen sudah benar-benar gila.""Semakin gila dirinya, semakin kita mendapatkan keuntungan," timpal pria bertubuh besar, dan kini sedang menunggangi serigala berkepala tiga.Mata serigala itu memancarkan sinar hijau tua yang dapat membuat semua musuh mati karena ketakut
"Apakah sudah ada kabar dari Putri Sin Tang?" tanya salah satu pendekar level bumi rendah yang memiliki rambut putih perak dengan pedang berwarna emas yang tanpa memiliki sarungnya.Pria itu sudah tua, tapi wajahnya terlihat seperti anak muda yang baru berusia belasan tahun. Dengan ukuran tubuhnya yang pendek, orang lain akan mengira dia benar-benar anak kecil.Namun, kemampuan pendekar itu tidak dapat dianggap remeh. Teknik Seribu Tebasan Udara yang dikuasainya, memungkinkan dia mampu membunuh pasukan dalam jumlah yang begitu banyak."Kita belum mendapatkan informasi apapun dari Putri Sin Tang," timpal pria berparas wanita yang sekarang sedang duduk sambil mengasah bilah pedangnya. "Lagipula, belum ada informasi mengenai jadwal penyerangan Kekaisaran Tang, untuk saat ini kita lebih baik bersantai terlebih dahulu.""Kau selalu seperti ini" timpal Pendekar Berambut perak lagi. "Apa kau tidak memikirkan jika situasi kita saat ini tidak baik-baik saja,
Di sisi lain lagi, Lanting Beruga dan pasukan para pendekar aliran putih tampaknya mulai menguasai medan pertempuran ini. Jumlah lawan mungkin masih sangat banyak, tapi mereka mulai kehilangan mental, hingga dengan mudah dapat dilumpuhkan oleh pendekar aliran putih. Dengan Lanting Beruga sebagai pemimpin dari pasukan tersebut, hampir tidak ada kematian yang begitu banyak dari pihak aliran putih itu. Setiap pendekar aliran putih yang hampir saja mati, Lanting Beruga sudah datang tepat waktu, dan menghabisi prajurit tersebut. "Mata Asura!" ucap Lanting Beruga, suaranya terdengar datar dan pelan, tapi efek dari mata itu membuat lima pendekar yang berada di level puncak tanpa tanding mendadak terhenti. 6 pendekar yang lain melihat temannya dalam bahaya, langsung melepaskan pukulan energi ke arah Lanting Beruga. Kilauan cahaya terang menerjang udara kering yang membawa aroma anyir, tapi serangan mereka tidak berhasil membuat Lanting Beruga terpukul
Lima buah rumah baru saja menjadi puing-puing reruntuhan akibat pertarungan antara Tetua Kong melawan salah satu dari prajurit elit.Meskipun dirinya sudah cukup tua, dan mungkin paling tua jika dibandingkan dengan semua orang yang bertarung di desa ini, nyatanya Tetua Kong masih dapat mengimbangi serangan-serangan yang dilakukan oleh lawannya.Sebuah jurus level tinggi baru saja digunakan oleh prajurit elit, menciptakan dua larik cahaya menyilaukan yang bergerak di permukaan tanah."Dinding Pertahanan!" teriak Tetua Kong, dia memasang kuda-kuda, sebelum kemudian energi perak yang bersinar redup membentuk kubah dan mengelilingi tubuh tuanya.Booom.Benturan dari dua jurus terjadi begitu dahsyat, menciptakan gelombang kejut yang membuat kepingan bangunan di sekitar tubu Tetua Kong berhamburan.Beberapa serpihan puing-puing itu tanpa sengaja menghantam para prajurit yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian.Beberapa dari mereka
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m