Malam harinya, Lanting Beruga tidak dapat memejamkan matanya meski hanya sesaat. Ucapan pria pemilik kedai masih terngiang di kepalanya, dan hal ini membuat Lanting yang bodoh semakin bertambah bodoh.
Ketika melihat bintang malam, Lanting Beruga menyadari jika jalan menuju dewa pedang masih begitu jauh. Seolah sejauh bintang yang ada di langit.
"Lupakan masalah itu Lanting ..." terdengar suara gumaman di kepalannya, Suara Roh Api. "Fokuslah dengan satu tujuan yaitu untuk menjadi kuat, sekarang tubuhmu bisa menggunakan 20% dari total kekuatanku."
"Aku mengerti," jawab Lanting Beruga.
"Tetaplah bergerak dalam kegelapan, jangan sampai mereka mengetahui rahasia dirimu, atau akan banyak orang memburu kita."
Sebenarnya Roh Api mulai merasakan banyak tekanan energi yang jauh lebih kuat dari pendekar tanpa tanding di pulau ini. Beberapa tekanan itu bahkan berasal dari orang yang tak terduga, seperti pak tua pemilik kedai sederhana.
Saran Roh Api ada
Hari-hari telah berlalu, kini Lanting Beruga mulai memahami sedikit mengenai mata kirinya dan energi batin di dalam tubuhnya.Namun tapa beratanya harus terhenti, karena hari ini adalah jadwal seleksi untuk masuk ke dalam Serikat Satria.Ada sekita 30 murid dibawa menuju salah satu pulau kecil yang lain, tapi pulau itu sudah masuk dalam wilayah markas Serikat Satria."Pulau ini dinamakan pulau Penyambutan, Devisi penerimaan yang bertugas menjaga pulau ini," ucap pria bertato, menjelaskan sekilas mengenai pulau tersebut.Mereka turun dari kapal, sementara pria bertato menjelaskan mengenai Devisi penerimaan,Lanting Beruga sibuk memegangi perutnya yang terasa mual. Padahal, pulau Land dengan Pulau Penyambutan hanya berjarak beberapa ratus depa, tapi Lanting Beruga bahkan tidak bisa menahan mabuknya."Aku hanya ...""Ow ..." ucapan pria bertato dipotong oleh tragedi memalukan Lanting Beruga, yang jatuh dari tangga kapala. Dia tercebur ke d
Lanting Beruga berhenti tepat di depan Istana Devisi Penerimaan. Bangunannya benar-benar megah dan luas, mungkin tidak sebesar Istana Sursena tapi jika dibandingkan dengan Istana tersebut, Istana Devisi Penerimaan terkesan lebih artistik.30 pemuda digiring ke halaman Istana Penerimaan, dan sebagian dari mereka menampilkan ekspresi yang sama dengan Lanting Beruga. Terpukau."Perkenalkan saya adalah Ketua Devisi Penerimaan, kalian bisa memanggil saya Ketua Devisi Lingga." Seorang pria usia 40 tahunan menyambut kedatangan 30 peserta tersebut, dilihat dari tampangnya orang yang mengaku sebagai Ketua Penerimaan tersebut cukuplah ramah.Matanya yang kecil terkesan sejuk ketika berpadu pandangan dengan orang lain."Lebih sedikit dari bulan yang lalu ..." ucap Ketua Lingga, setelah memperhatikan daftar penerimaan calon peserta Serikat Satria bulan ini.Kemudian pria itu menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan oleh para peserta agar dapat lolos menj
"Sudah kuduga," ucap Lanting Beruga, ketika dia berhasil melewati gerbang tersebut, dia menjadi terpana dengan bentang alam yang ada di balik gerbang. "Tempat yang benar-benar menakjubkan, aku tidak menduga ada tempat seperti ini dibalik gerbang tadi."Jangan berpikir ketika mereka melewati gerbang tadi, para peserta itu akan memasuki sebuah ruangan dan ruangan-ruangan yang lainnya.Karena yang sebenarnya terjadi adalah, ada sebuah dimensi atau alam lain dibalik gerbang itu. Lanting Beruga tidak tahu apakah dimensi ini murni sebuah alam lelembut yang terhubung dengan alam manusia, atau sebuah alam yang diciptakan oleh seorang Ketua Devisi yang memiliki ilmu ilusi tingkat tinggi.Lanting Beruga telah membaca catatan, yang menjelaskan jika salah satu dari 10 Ketua Devisi adalah seorang pendekar ilusi. Dia yang paling kuat dari semua Ketua Devisi ini.Lanting Beruga berjalan-jalan di tempat itu, meskipun mata kirnya masih mengalami reaksi yang tidak bi
Cacing besar tersebut sekali lagi menyerang Lanting Beruga, tapi sekali lagi pula dia bisa menghindari semua serangan tersebut.Dan saat-saat terakhir, pemuda itu menarik pedang dari tanda api, dengan jurus tarian dewa angin dia memotong cacing itu menjadi dua bagian.Tidak terlalu kuat, pikir Lanting Beruga.Di sisi lain pintu gerbang ini, hampir 20 peserta telah kembali dengan tangan kosong. Mereka gagal memasuki pintu pusaran energi tersebut.Sebagain dari mereka telah berusaha menembus pusaran energi dengan berniat menghancurkannya bersama-sama, tapi mereka malah mendapatkan luka dalam yang sangat parah.Setelah beberapa lamanya, hampir semua orang menyerah kecuali Pemuda Gendut."Aku harus masuk," ucap pemuda itu. "Aku tidak bisa mengecewakan keluargaku."Suaranya dipenuhi dengan nada putus asa, tapi dia masih menolak untuk menyerah begitu saja. Jika Lanting Beruga bisa melewati gerbang itu tanpa hambatan, tentu saja ada ce
Pemuda Gendut akhirnya bisa menekan tenaga dalamnya setelah melakukan meditasi setengah hari lamanya, tapi di dalam Gerbang Enrgi waktu berlalu terlalu cepat. Lanting Beruga telah berdiam diri di tempatnya, selama satu minggu lebih, dan hal ini membuat para Ketua Devisi menjadi bosan.Pemuda Gendut berjalan mendekati Gerbang Energi dengan perasaan bercampur aduk, antara takut dan juga berani.Meski dia sudah berhasil menekan tenaga dalamnya, tapi Pemuda Gendut tidak cukup yakin jika saat ini tenaga dalamnya benar-benar tidak memiliki tekanan."Namun aku harus mencobanya, ini adalah kesempatan terakhirku."Pemuda Gendut mengambil ancang-ancang dan mulai menghitung mundur dari angka 5.Ketika mencapai angka 0, dia melompat sekuat tenaga tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi dengan dirinya setelah lompatan tersebut."Ahkkk ..." dia berteriak keras, tapi hal mengejutkan dan mungkin bisa dibilang keberuntungan, tubuh pemuda itu tidak dilempa
Melanjutkan seleksi ini? tentu saja Lanting Beruga akan melanjutkannya, tapi bukan berarti saat ini dan sekarang. Ada yang lebih penting dari hanya sekedar melanjutkan seleksi? yaitu mengambil benda yang ada di balik air terjun itu.Rasa penasaran Lanting Beruga benar-benar besar bersamaan mata kirinya yang selalu berdenyut saat memandang benda itu.Dan sungguh dia percaya jika benda di balik air terjun itu menyimpan banyak.Ketika Pemuda Gendut itu akan pergi, mendadak dia berhenti dan kembali melihat Lanting Beruga dan berkata. "Jika nanti aku berhasil masuk Serikat, kau adalah orang pertama yang akan menerima penghormatanku."Lanting Beruga tertawa kecil, sambil menggaruk kepalanya."Balawa," ucap Pemuda Gendut itu, "Namaku Balawa.""Ya Balawa," Lanting Beruga kembali melirik ke sisi lain, "Aku telah membersihkan semua cacing di jalan lintasan itu, harusnya kau tidak akan mendapatkan kendala lagi." Lanting Beruga kemudian mendekati Balawa
Waktu begitu cepat berlalu, tapi Lanting Beruga malah tidak melakukan apapun di dimensi pusaran energi, kecuali hanya jalan-jalan dan sesekali membunuh beberapa cacing yang datang menyerang.Apakah Ketua Devisi mulai bosan? tentu saja, siapa yang tidak bosan melihat pemuda bodoh itu melakukan segala hal yang dia suka.Ketika waktu telah lebih dari 7 hari di alam nyata, semua Ketua Devisi benar-benar pergi meninggalkan tempat mereka."Aku berharap pemuda itu mati saja," ucap Ketua Devisi yang selalu mengunyah sirih. "Buang-buang waktuku."Ketua Devisi paling kuat, juga beranggapan yang sama, mereka meninggalkan tempat ini dan bahkan Ketua Devisi Penerimaan, Lingga, telah menganggap Lanting Beruga mati di alam itu dan tersesat ke alam baka.Pow Pow.Mata Lanting Beruga berdenyut saat ini, dia melihat ke atas dan mengetahui jika semua Ketua Devisi telah meninggalkan dirinya."Rencanaku berjalan mulus," Lanting Beruga tertawa kecil, "huh
Serangan tadi cukup kuat, Lanting Beruga merasa perutnya seperti dililit oleh tali tambang.Namun ketika serangan kedua kalinya, Lanting Beruga bisa menghindari tepat waktu.Sebuah lubang mirip sumur dangkal terbentuk di permukaan tanah karena ujung ekor mahluk itu. Sial, itu tadi benar-benar bahaya."Ini tidak bisa dibiarkan," ucap Lanting Beruga, seraya menyerang mahluk itu dengan jurus tarian dewa angin, tapi serangan dengan jurus terkuat yang dimilikinya hanya bisa menembus sisik keras ular bermahkota putih itu.Lanting Beruga berusaha mencari kelemahan lawannya, mata kirinya kembali bergerak liar tapi sayang sekali, raja ular ini tidak seperti sekawanan ular-ular yang telah dia kalahkan, raja ular ini tidak mempunyai kelemahan.Wush.Ludah ular itu menyembur ke udara, membentuk semacam hujan kecil yang mengarah tepat ke tubuh Lanting Beruga.Pemuda itu sempat menghindar, tapi pakaiannya terkena dua tetes racun tersebut, dan terli
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m