Di sisi lain, Satrio Langit masih berhadapan dengan musuhnya. Meski dirinya telah meningkatkan kekuatan menjadi dua kali lipat, tapi membunuh Petinggi bangsawan dunia ini tidak semudah yang dia bayangkan.Dalam beberapa menit awal, Satrio Langit terlihat lebih unggul dibandingkan lawan, tapi semakin lama musuhnya mulai bisa beradaptasi dengan gaya dan pola serangan Satrio Langit.Serangan yang dilakukan oleh Satrio Langit kali ini gagal mengenai sasaran, sebab musuhnya berhasil menghindarinya tepat sebelum kuku tajam Satrio Langit menyentuh tubuhnya."Jika lawanmu memiliki stamina yang lemah, kau bisa membunuhnya dengan beberapa serangan cepat," ucap Petinggi bangsawan dunia tersebut, "tapi berkat energi kegelapan, aku bisa bertahan dari banyak luka yang kau berikan kepada diriku."Kecepatan regenerasi tubuh petinggi bangsawan dunia ini memang sangat merepotkan bagi Satrio Langit, yang cendrung menyerang musuh dengan cara perlahan atau melukainya sedikit demi sedikit.Setiap kali luka
Pertarungan yang terjadi di pihak aliansi para pendekar juga tidak semudah yang dibayangkan. Budak-budak kegelapan ini berhasil mengacaukan formasi yang dibangun rapi oleh Sang Jenius.Hal ini dikarenakan budak-budak kegelapan ini memiliki pemikirannya sendiri. Mereka bertarung sesuai keinginan mereka, dan bukan sesuai perintah Dewa Kehancuran. Karena hal inilah, pergerakan mereka sangat sulit dipahami oleh sebagian besar aliansi para pendekar.Meski aliansi telah banyak mengalahkan mereka, tapi tidak bisa dipungkiri jika ada ratusan orang pendekar yang tewas di tangan budak-budak kegelapan ini.Bahkan, beberapa dari pendekar level tinggi sekalipun harus meregang nyawa di tangan mahluk ganas tersebut.Di tengah halaman Istana Kegelapan, ada setumpuk mayat yang menggunung. Terdiri dari mayat para pendekar dan sisanya mayat dari budak kegelapan. Jika aja Delima Kemala Putri tidaka ada di tempat itu, maka dapat dipastikan jumlah korban yang berjatuhan akan menjadi dua kali lipat lebih b
Asoka mulai dipenuhi banyak darah di sekujur tubuhnya. Pedang besar yang dia gunakan dan menjadi senjata yang selama ini menemani hidupnya telah patah menjadi kepingan kecil di tangan Petinggi Bangsawan Dunia yang kini telah menjadi budak kegelapan tersbut.Kepala pria itu di angkat dengan menggunakan satu tangan saja, dan tidak ada perlawanan sama sekali dari Asoka.Pria itu sudah pasrah menerima nasib yang bakal menimpa dirinya. Kematian, tentu saja apa lagi yang lebih mengerikan dari hal tersebut?Matanya melirik sesaat ke arah Ares yang masih duduk dan fokus pada penyerapan sumber daya air kehidupan. Ini sudah lebih dari dua menit seperti yang dijanjikan oleh Ares, tapi pria itu belum juga berhasil memulihkan tubuhnya.Asoka tidak menyalahkan hal itu, dia juga paham betul jika memulihkan kondisi tubuh tidak akan mudah, lebih lagi Ares telah mengeluarkan banyak aura alam pada pertempuran ini. "Sekarang, kau harus mati ...." Petinggi Bangsawan Dunia melempar tubuh Asoka ke awang-aw
Setelah merenungkan hal ini dalam-dalam, pada akhirnya Ares menyimpulkan bahwa dirinya membutuhkan sebuah benda untuk memfokuskan petir di tubuhnya. Dia kemudian bertemu dengan para kurcaci dan menempa sebuah senjata yang cocok dengan elemennya, yaitu tombak bermata runcing.Berkat tombak itu, Ares lebih mudah menggunakan petir yang ada pada aliran aura alamnya, dan saat ini sepertinya dia sudah benar-benar menguasai elemen tersebut, bahkan mampu menyatu dengan elemen itu."Kenapa baru sekarang kau menggunakan teknik ini?" tanya Petinggi Bangsawan Dunia tersebut. "Kenapa kau terkena seranganku di awal pertarungan?"Ares meletakan telunjuknya di kening, dan mengatakan bahwa aliran petir yang berada di kening terhalang oleh sebuah tanda. Tanda itu adalah sebuah segel yang dibuat oleh ayahnya sebelum kematian datang menjemputnya.Dengan segel itu, aliran petir tidak bisa mencapai kepalanya, dan itu artinya dia tidak bisa menyatukan elemen petir sepenuhnya ke seluruh bagian tubuh.Namun
Dewa Penidur kemudian menggunakan banyak akar berduri untuk mengeluarkan jantung iblis dari dalam dada budak kegelapan tersebut. Hal ini dilakukannya dengan sangat perlahan sehingga rasa sakit yang diterima oleh budak kegelapan itu menjadi rasa sakit yang tak terkira sebelum ajal menjemputnya.Setelah itu, Dewa Penidur menatap jantung itu dengan tatapan yang sinis."Jadi ini adalah jantung yang memberimu kekuatan?" tanya Dewa Penidur. "Seonggok jantung yang rapuh."Dia kemudian mengambil sebuah ranting dan menusuk jantung itu berulang kali. Di saat yang sama pula, mata budak kegelapan itu mulai mendelik dengan lidah yang menjulur keluar karena sakitnya perlakukan Dewa Penidur tersebut.Pada akhirnya, jantung itu dihancurkan dan nyawa Budak Kegelapan itu dikirim ke alam baka.Setelah pertarungan itu selesai, Dewa Penidur mengeluarkan dua buah pil aira kehidupan, dan mulai menyerapnya untuk menghimpun kembali energi yang banyak terkuras.Setelah ke dua orang itu benar-benar merasa pulih
Tepat di pertengahan benua Olimpus, -dibawah tanah reruntuhan istana kegelapan-, terjadi titik gempa yang begitu besar.Semua pendekar yang ada di wilayah itu bahkan kesulitan mempertahankan keseimbangan tubuhnya karena guncangan besar yang terjadi pada tanah.Rekahan-rekahan besar mulai terjadi, menciptakan jurang yang cukup dalam."Apakah sudah dimulai?" salah satu pendekar berkata dengan tubuh bergetar, berwajah pucat karena takut. Darah seolah berhenti mengalir di tubuhnya.Bukan hanya dirinya, tapi sebagian besar pendekar yang ada di sana mengalami hal yang sama."Dewa Kehancuran sudah berhasil menyelesaikan ritualnya?" kepala penuh tanda tanya, dan mereka sebenarnya mengetahui apa yang telah terjadi saat ini.Delima Kemala Putri adalah orang pertama yang merasakan kebangkitan Dewa Kehancuran, ini dikarenakan roh air yang menyampaikan pesan tersebut di alam bawah sadarnya.Karena hal tersebut, Delima Kemala Putri kehilangan kontrol akan roh air. Mungkin karena begitu takut diriny
Sesosok mahluk berpakaian putih usang muncul dengan penutup kepala tanpa wajah. Benar, tidak ada wajah sama sekali, di balik penutup kepala itu hanya ada asap hitam dengan setitik cahaya ungu.Dia melayang di udara, dengan sayap terbuka tapi tidak mengepak. Warna sayap hitam pekat, dan mirip seperti empat selendang besar.Di belakang mahluk tersebut, ada lingkaran asap berputar cepat. Inti dari asap seperti malam tanpa bintang, mirip seperti portal yang akan membawa ke jurang tanpa batas.Ares bergerak lebih dahulu, menjelma menjadi petir untuk mendekati Dewa Kehancuran, tapi energi kegelapan menolak kehadiran Ares.Satu depa sebelum tubuh Ares mencapai tubuh Dewa Kehancuran, dia merasakan ada energi yang menghadang tubuhnya.Sebuah dinding udara yang begitu padat, lalu melempar Ares jatuh terhempas ke permukaan tanah.Pria terseok beberapa jauhnya, dan mendarat tepat di kaki Satrio Langit."Apa yang kau lakukan?" tanya Satrio Langit.Ares meringis kesal, memberi isyarat agar Satrio L
Para pendekar kini bersatu padu untuk menyerang Dewa Kehancuran. Menggunakan formasi-formasi bertarung."Gabungkan energi pedang!" teriak Guru Kilat Putih.Para pendekar pedang kemudian mulai menyatukan kekuatan, dengan mengumpulkan energi pedang di angkasa.Sebuah pedang energi kini tercipta, dengan empat mata pedang yang melingkar. Beberapa saat kemudian, pedang itu berputar seperti gasing, dan bergerak cepat ke arah Dewa Kehancuran.Wush.Dewa Kehancuran menghindari serangan itu, berkelit dengan cepat, tapi pedang energi yang dikendalikan seluruh pendekar pedang kembali mengejar dirinya.Boom.Pedang energi menembus bukit besar, menunjukan betapa tajam pedang energi itu. Dewa Kehancuran kembali mengelak ketika pedang itu bergerak ke arah lehernya.Lagi-lagi senjata itu menghantam beberapa ujung bukit hingga puncaknya terpotong dengan rapi."Pusatkan konsentrasi!" teriak Guru Kilat Putih. Pedang bermata empat mulai bersinar terang, dan terus mengincar Dewa Kehancuran.Namun kali i
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m