Nah sementara di sisi lain, para pendekar yang ada tepian lubang raksasa masih berjibaku sengit melawan mayat-mayat hidup di sana. Niat hari mereka ingin menyusul ke dalam lubang raksasa, tapi apalah daya masalah di sini begitu sulit.Yaksa beberapa kali harus bekerja keras untuk menyelamatkan banyak pendekar dari Padepokan Naga Utara. Bahkan sesekali, dia seolah sengaja memberikan nyawanya kepada dewa kematian, hanya demi menyelamatkan beberapa pendekar Naga Utara yang nyawanya dalam ancaman.Sementara itu, Pimpinan Padepokan Naga Utara memiliki masalahnya sendiri. Dia dihadapkan pada belasan mayat hidup yang jauh lebih kuat dari semua mayat hidup di sini. Belasan mayat ini seperti pimpinan bagi yang lainnya.Meski tidak memiliki akal dan pikiran, nyatanya 6 mayat ini memiliki ketrampilan bela diri jauh di atas rata-rata. Pimpinan Cakar Hitam tampaknya berhasil mengeluarkan potensi terbesar dari mayat-mayat tersebut.Dapat dipastikan, belasan mayat itu dulunya adalah pendekar yang t
Sementara itu di tempat lain, Cindra Wati kini sedang berhadapan dengan puluhan mayat hidup yang hanya tinggal tulang belulangnya saja. Gadis itu mulai kewalahan menghadapi serangan serentak yang dilakukan oleh musuhnya.Dalam sebuah momen, Cindra Wati nyaris saja mati karena tertusuk oleh batu karang yang tajam, setelah dirinya terpukul mundur beberapa puluh depa ke belakang.Gigi gadis itu mulai berderak, matanya masih tajam menatap lawan, tapi staminanya sudah terkuras cukup banyak. Dia memandang ke sekeliling, tapi menyadari jika sekarang ini dia hanya sendirian.Belasan pendekar yang bersama dirinya juga sibuk menghadapi musuh-musuh mereka masing-masing.Tidak ada pilihan lain, Cindra Wati harus bertarung tanpa bantuan siapapun. Bahkan saat ini keberadaanya cukup jauh dari lokasi Yaksa, yang ditugaskan untuk melindungi banyak pendekar muda seperti gadis tersebut."Mahluk sialan ini tidak ada habisnya," ucap Cindra Wati, dia yakin telah menghancurkan paling tidak 50 mayat hidup da
Sementara itu Rambai Kaca masih berhadapan dengan lawan yang tidak seimbang dengan dirinya, yaitu Bonar. Pria itu tampaknya tidak ingin melepaskan Rambai Kaca, apa lagi bocah itu telah memberikan beberapa kali serangan ke tubuhnya.Bonar sendiri tidak pernah berhasil mendaratkan serangan ke tubuh Rambai Kaca, bahkan meskipun dia menggunakan akal licik, atau pula jurus-jurus mematikan.Entah kenapa, Bonar merasa Rambai Kaca begitu lincah, bak lalat yang sangat sulit ditangkap.Dalam sebuah momen, Bonar melepaskan serangan yang sangat dahysat. Pedang tulang yang dipakainya, mendadak berubah menjadi begitu besar, seperti mata bor, lalu menyerang Rambai Kaca.Mendapati serangan yang berbahaya mendekati dirinya, Rambai Kaca sengaja bergerak ke arah musuh. Lalu dengan ide jeniusnya ini, Bonar malah menghancurkan puluhan mayat hidup dengan serangannya tersebut, tapi Rambai Kaca malah berhasil menghindari serangan itu.Ya, Rambai Kaca bukan menu pembuka, bukan makanan untuk cuci mulut, Bonar
Beberapa saat kemudian.Bonar telah manarik diri, dan mundur dari medan pertempuran setelah menerima bisikan dari Pimpinan Cakar Hitam."Naga Sudra akan tiba besok malam," ucap Pimpinan itu, "aku ingin kau tinggal di sini untuk melakukan ritual.""Bagaimana dengan aliran putih?""Mereka tidak akan menemukan kita di sini, tidak sebelum ritualnya selesai." Pimpinan Cakar Hitam kemudian berjalan beberapa langkah ke depan, kemudian dia melakukan kuda-kuda dengan kaki terbuka dan tangan merentang.Sesaat kemudian, dia menyatukan telapak tangan. "Jurus Tabir Pelindung!"Seketika itu juga, terjadi getaran cukup kuat di sekitar mereka berdua. Namun tanpa disadari oleh Bonar, struktur permukaan luar markas mereka telah berubah secara cepat.Ya, di tengah lubang besar itu ada sebuah goa raksasa, tempat dimana markas besar Cakar Hitam berada. Jarak antara mulut goa dengan pertempuran cukup jauh, sehingga para aliansi aliran putih cukup kesulitan untuk tiba di tempat ini, lebih lagi mayat hidup m
Dengan jalan rahasia, Bonar akhirnya pergi menyusul Naga Sudra. Sementara itu, di dalam lubang raksasa, Ki Ageng Nagaraman masih mencari pintu masuk ke markas utama Cakar Hitam yang berupa goa raksasa tersebut.Namun Pimpinan Cakar Hitam benar-benar hebat dalam menyembunyikan jejak keberadaan tempat mereka. Telah susah payah para pendekar yang diutuskan untuk menyelidiki tempat ini, tapi mereka tidak kunjung menemukan apa yang dicari.Setelah beberapa saat, dua orang pendekar kembali lagi."Apa yang kalian temukan?" tanya Ki Ageng Nagaraman."Tidak ada Pimpinan," jawab salah satu dari dua orang itu."Kalian tidak menemukan satu petunjukpun mengenai tempat persembunyian mereka?""Jangankan satu petunjuk, kami bahkan tidak menemukan jebakan atau mayat hidup.""Ini aneh sekali ..."Ki Ageng Nagaraman menggaruk kepalanya beberapa kali, tampak sedang berpikir saat ini.Kenapa tempat ini tidak memiliki jebakan, atau kenapa tidak ada mayat hidup yang ditemukan di tempat ini? Apa itu artinya,
Sementara itu, di luar lubang raksasa semakin tidak terkendali, oleh banyaknya mayat hidup yang menyerang ke arah Maha sepuh Naga Utara. Sehingga membuat hampir seluruh pasukan Naga Utara ketir dibuatnya, tetapi Yaksa selaku wakil padepokan Naga Utara berusaha menenangkan mereka. Namun hal itu tidaklah mudah bagi Yaksa, mengingat dirinya tidak memiliki pengalaman lebih dibanding Maha Sepuh Naga Utara. "Jangan takut hanya karena mayat hidup!" ucap Maha Sepuh Naga Utara, "Mereka tidak lebih dari tulang belulang yang berusaha untuk menakuti kita".Dengan langkah yang sedikit bergetar Yaksa berusaha untuk memulai pertarungan kembali, melawan pasukan mayat hidup yang tidak ada habis-habisnya. Tidak perlu waktu yang lama, Yaksa berhasil menghancurkan tubuh mayat hidup itu, hanya dengan sekali tebasan pedangnya. Wush. Sebuah tombak yang terbuat dari tulang melesat cepat, hampir mengenai wajah Yaksa. "Serangan macam apa itu?" gumam Yaksa bertanya. Namun belum sempat Yaksa mencerna kea
**Dari kejauhan suara gemuruh itu semakin terdengar dengan jelas, hingga membuat para pendekar muda mulai bergetar hebat. Rasa yang dialami tidak jauh berbeda dari rekan-rekan yang lain, bahkan ada yang mulai muntah darah, entah apa yang membuat mereka hingga memuntahkan darah. Bahkan ada yang terjatuh hingga tak sadarkan diri, hal itu bisa jadi karena pertarungan sebelumnya, atau mungkin rasa takut yang mulai menyelimuti diri mereka. "Aku mungkin akan mati disini," ucap salah satu pemuda dg lirih. Tidak lama berselang dari rasa takut yang mulai menghampiri tubuh pendekar muda, terlihat ribuan pasukan mayat hidup yang mulai menyerang dengan ganas. Namun Maha Sepuh bergerak dengan cepat menggunakan jurus kilat putih, kearah pasukan mayat hidup dan membuat barisan pasukan mayat hidup itu terbelah menjadi dua bagian. Tebasan pedang diselimuti oleh energi yang sangat kuat itu, berhasil memecah lautan pasukan mayat hidup, sehingga mengurangi jumlah mereka. "Aku akan pergi membantu,
Ki Ageng Nagaraman mulai dibantu oleh pasukannya untuk menghancurkan tabir pelindung pintu masuk menuju markas Cakar Naga, tapi apapun yang mereka lakukan tidak bisa membuat tabir pelindung tersebut hancur dan bergeming.Ini membuat mereka mulai kesal, dan memutar otak untuk mencari solusi menghancurkan pelindung itu."Sial, tabir ini sangat kuat," ucap Nagamayang, "apa yang harus kita lakukan?"Nagamayang sampai rela meninggalkan Rambai Kaca yang masih bermeditasi hanya untuk membantu Ki Ageng Nagaraman menghancurkan tabir penghalang, tapi dua kekuatan terbesar dari Padepokan Naga Selatan itu tetap tidak cukup untuk menghancurkannya."Apa dinding itu benar-benar kuat?" ucap Tiung Langit, yang kini datang bersama dengan pasukan Mahasepuh Naga Utara. "Kalian tampak kesulitan untuk menghancurkannya.""Kalian semua, bagaimana situasi di atas?apakah mayat-mayat hidup itu sudah lenyap?" timpal Nagamayang."Kami terpaksa menggunakan teknik tubuh naga untuk menghancurkan mereka, meski ini m
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m