Brakkk. Sebuah mobil berbelok menuju terotoar untuk menabrak Indi. Dia pun terkapar. Mobil itu berusaha melarikan diri. Si pemuda dengan cepat naik ke mobilnya dan mengejar mobil yang menabrak Indi.
Si pemuda menghentikan mobilnya, ketika melihat di kaca spion kirinya, Indi yang bergerak sambil menatap ke arahnya.
Indi terbangun, sambil memegang kepalanya yang pusing.
"Kamu, gak bosan-bosannya masuk rumah sakit!" ucap perawat di sampingnya sambil sibuk mengganti kantong darah dengan yang baru."Aku transfusi darah?" tanya Indi langsung."Iya, kebetulan cowo yang membawa kamu punya darah sama denganmu!" Balas perawat itu lagi.Indi benar-benar kaget. Langsung dia melepaskan selang inpusnya."Kamu gak punya perasaan? Dia sampai pucat hanya untuk memberikan kamu darah agar tetap hidup." Marah si perawat."Siapa dia? cowo itu!""Ya, kami gak terpikiran minta namanya saat itu kamu kritis."Indi tetap memilih meninggalkan rumah sakit dengan kep
"Berhentiii." Teriak Indi karena tidak sanggup mengejar. Indi masih belum pulih sepenuhnya.Si pemuda berhenti sebentar. Kemudian kembali berjalan. Indi menyadari si pemuda mengenali suaranya.Indi kembali berteriak, "Pacar macam apa kau?"Si pemuda berhenti seketika.Indi menghampirinya. Membalikan tubuh si pemuda. Terlihat wajahnya masih terlihat pucat."Sebenarnya seperti apa hubungan kita?" tanya Indi penasaran."Kamu bisa jawab gak sih?" Indi marah.Si pemuda hanya diam. Karena dia juga tidak tahu jawabannya. Indi yang menyadarinya kembali bicara, "Gini aja. Kitakan udah jadi pacar. Kasih tahu namamu?" tanya Indi lagi."Namaku..." Belum sempat si pemuda menjawab."Hei Indi..." Teman Indi datang. Mengalihkan perhatian Indi ke depan. Ketika dia berbalik ke arah si pemuda di sampingnya. Si pemuda itu menghilang di tengah orang-orang yang berlalu lalang."Lin, gara-gara kamu. Dia kan hilang lagi." kesal Indi."Siapa? kamu sendiri di sini aku
Indi mengenali pundak si cowo. Saat si cowo mau ngejar. Indi langsung menahan dadanya. Si cowo melihat ke arahnya. Indi langsung berucap, "Mantan?" Ternyata si cowo adalah pemuda misterius yang sering menerornya hingga dia terpaksa jadian.Pemuda itu mengenali Indi, lalu bilang, "Aku butuh lap!"Indi segera mengambil sapu tangannya, menyodorkan ke arah si pemuda sambil bilang, "Tapi sudah bekas aku, baru saja." Pemuda itu langsung mengambil sapu tangan Indi dan melap wajahnya yang basah, tidak peduli sapu tangannya juga sudah basah dan kotor.Kemudian mengembalikannya ke Indi, "Makasih." Indi sambil menunduk malu, "Sama-sama!"Lalu dia ingat sedang mau marahin si pemuda misterius itu. Tapi saat dia menoleh ke depan. Si pemuda menghilang. Wajah pengunjung lain yang memperhatikan mereka terlihat terperangah. Entah kaget atau takut. Indi menggenggam tangannya, ''Grrr! Kemarin dia ngejar-ngejar aku, sekarang, baru saja putus, dia malah ngejar gadis lain di ha
Indi semakin terkejut."Hah...hah...hah..." Napas Indi yang ketakutan terdengar jelas, dia memberanikan membuka pintu.Tampak seorang pemuda yang dia kenal berdiri, Indi tersenyum, "Kamu kembali untukku..." Pemuda itu membalas dengan senyuman, "Keringat yang membasahi tubuhmu sangat menggoda. Lehermu yang basah membuatku ingin menjilatnya agar kering."Indi langsung tercengang. Dia segera menutup pintu tapi pemuda itu menahannya. Indi berteriak, "Kamu sengaja membuatku takut hanya untuk fantasi seks liarmu itu. Dasar jahat..." Sambil meneteskan air mata.Pemuda itu mendorong pintu dengan keras hingga Indi terdorong dan duduk tersungkur.Indi amat ketakutan, "Jangan..."Si pemuda bicara, "Saat pertama kali aku ke sini. Aku tidak sengaja merusak alarm pintumu. Aku kembali untuk memperbaikinya." Rasa takut Indi memudar, "Jadi di restoran itu, yang mengajakku berteduh dari hujan dan menolongku dari injakan orang. Itu juga kamu?"Pemuda itu me
Sosok serba berpakaian putih berdiri di depan Indi. Rambut panjangnya yang terurai menambah kesan seram. Tiba-tiba di hadapan Indi, sosok itu terlihat seperti gadis berwajah pucat. Gadis misterius itu melepaskan tali berwarna hitam yang mengikat tubuhnya dan membuatnya melayang. Melihat itu Indi sadar, bahwa sosok itu bukanlah hantu, "Kamu siapa?"Kemudian dijawab, "Ku Yassy"Indi mengulangnya, "Namamu Yasi..."Di jawab dengan aneh, "Jika kamu nyaman dengan sebutan itu. Silahkan." Yasi mengajak Indi yang masih syok untuk menenangkan diri di rumahnya di dalam hutan. Hanya ada satu rumah terbuat dari kayu di tengah-tengah pohon dengan daun yang tidak lebat.Indi mulai penasaran, "Kamu tinggal sendiri di sini? Apa kamu tidak takut."Yasi melihat ke arah Indi, "Takut jika ada cowok yang berniat jahat, maksudmu?"Indi mengangguk. Yasi kembali bicara, "Itu alasannya aku menakuti setiap cowok yang mendekati rumahku. Rumah ini tidak ada yang tahu."
Ketika Igo mau pergi lagi. Indi menahan tangan Igo sekuat tenaga, "Kamu pasti dapat langsung bekerja di sana dan menjadi karyawan tetap. Jika kerja kantoran, gajimu besar. Itu akan menjadi jaminan menafkahi istrimu nanti. Kamu bisa menikahi cewek yang kamu suka." Jelas Indi dengan harapan dapat dinikahi Igo cepat.Igo membayangkan gadis yang dia suka sekarang, Dokter Aliya. Diapun tersenyum, ''Kalau kamu memaksa, apa boleh buat. Aku mau."Indi sangat senang. Indi dan Igo saling berpandangan sambil tersenyum. Tiba-tiba, Indi dikejutkan kemunculan kembali sosok berbungkuskan kain putih melompat-lompat di belakang Igo dari kejauhan. Melihat ekspresi ketakutan Indi, Igo menoleh ke belakang. Dia melihat sosok itu. Tapi tidak ada rasa takutpun terlihat di wajah Igo. Tidak berani melihat sosok berbungkuskan kain putih yang meloncat-loncat, Indi membelakangi arah sosok itu muncul dan menghadap ke arah Igo untuk mengurangi rasa takutnya. Tapi ketika melihat Igo
Indi yang ingin di sisi Igo lebih lama lagi memanggilnya, "Igo..."Igo yang mendengarnya kembali datang. Indi terlihat sangat senang. Igo menyapanya, "Maaf, aku lupa kotak makanannya." Igo hanya mengambil kotak makanan yang di bawa Indi dan kembali pergi.Indi kembali bicara, "Aku ingin cerita sesuatu ke kamu, Igo!" Ucapnya sambil mencoba menyentuh dada Igo. Tapi Igo pergi begitu saja tanpa sempat Indi sentuh. Igo terang-terangan mengabaikan Indi. Membuat Indi mulai meragukan dirinya, apakah ada di hatinya Igo. Tapi Indi tetap berpikir positif, "Aku akan bertemu lagi dengan Igo nanti malam dan bisa berduaan dengannya." Malam harinya, Indi bersiap-siap di rumahnya untuk menemui Igo. Tapi tiba-tiba Lin menelpon, "Nanti malam aku akan menjemputmu, kita bersama ke tempat praktik kampus!"Indi menjawabnya, "Pergi sendiri saja!" Kemudian menutup telponnya." Indi mengabaikan ambisi dan impiannya untuk kuliah. Di malam yang sunyi, Indi sudah menunggu di bawa
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa