Aku sebenarnya agak kecewa Wira tidak menghukum Jugo dengan kemampuan mistisnya. Tapi aku juga senang dia bisa diharapkan. Di luar aku di sambut Yasmine.
"Kenapa Tiara?" Tanya Yasmine."Tangannya mungkin terkilir." Ucapku menduga."Biar aku bantu." Balas Yasmine sambil memegang tangan Tiara."Tahan rasa sakitnya." Lanjut Yasmine, lalu mengurut tangan Tiara."Ahhh." Teriak Tiara."Bagaimana?" Tanya Yasmine."Sudah tidak terlalu sakit lagi untuk digerakan. Makasih." Balas Tiara.Tidak beberapa lama kemudian mobil polisi datang.
Satu persatu temannya Jugo dijemput dari dalam bangunan dan dimasukan ke dalam mobil tahanan. Saat Jugo di bawa polisi dan melewatiku, dia tersenyum. Entah kenapa aku menjadi takut.Aku melihat Yasmine sedang menyerahkan HP Wira ke salah satu polisi. Saatku menghampirinya. Polisi itu pergi.
"Aku mau bicara denganmu?" Ucapku ke Yasmine.Aku melihat keseliling, meski Wira jauh dari kami, ada burung Gagak yang dekat deAku memperhatikan ke arah pintu rumah Tiara. Masih terbuka. Tiba-tiba Tiara di dorong keluar hingga jatuh oleh ibunya. Sebuah tas juga dilempar. Ibunya terlihat memarahi Tiara. Kemudian menutup pintu dengan membantingnya. Aku melihatnya langsung keluar mobil untuk menghampiri Tiara. Lalu menuntunnya ke arah mobil Wira."Tiara di usir Ibunya." Kataku ke Wira.Yasmine keluar mobil dan memayungi kami karena gerimis mulai turun."Masuklah ke dalam mobil, sepertinya hujan susulan akan turun lagi." Ucap Wira.Aku lalu duduk di belakang bersama Tiara sedangkan Yasmine beralih duduk di samping Wira. Di dalam mobil terlihat Tiara menahan tangisannya tapi tetap air matanya mengalir."Tiara, bisa tinggal di rumahku. Aku cuma tinggal sendiri." Ucap Yasmine."Kamu kenapa di usir. Apa karena kami lambat membawamu pulang." Ucapku merasa bersalah."Bukan salah kalian." Jawab Tiara."Terus, katakanlah biar kami bisa carikan solusinya." Tanyaku penasaran tapi Tiara cum
Aku baru tahu dia punya Resort. Tapi itu masih belum cukup mengobati rasa penasaranku."Kalau dia lama punya aset itu? kenapa dia baru bisa beli mobil." Tanyaku."Rumah ini juga punyanya." Jawab Yasmine.Aku baru ingat, Wira juga membiayai kuliah Yasmine. "Kamu nyerahin apa saja, sampai Wira nyerahin salah satu asetnya ke kamu?" Tanya Tiara ke Yasmine.Yasmine terlihat bingung harus jawab apa."Yasmine bekerja untuk Wira, sebagai asistennya." Ucapku ngasal membantu Yasmine."Iya." Sambung Yasmine."Kamu sendiri kenapa berpakaian menarik gitu? Mau cari pacar cadangan?" Celoteh Tiara lagi. "Aku mau ke rumah pacarku lah!" Ucapku."Emang kamu diajak Wiraa?" Ucap Tiara.Aku bingung harus berkata apa. Jika aku bilang, aku sendiri yang mau kesana pasti akan ditertawakannya. Tiba-tiba HPku berbunyi. Dari Wira."Kamu mau gak? kuajak bertemu dengan orang tuaku." Ucap Wira, seakan dia selalu ada saat aku butuhkan."Iya, tentu." Jawabku,
Wira terlihat termenung. Apa dia sedang mengalihkan kesedihannya karena tidak mendapatkan perhatian dari Ayahnya."Aku memberikan perhatian lebih kepada burung ini. Mereka menjadi jinak dan mengenalku." Ucap Wira."Boleh aku pegang!" Ucapku ingat di kebun binatang biasanya burung jinak juga bisa dipegang orang lain. Tapi itu tidak berlaku dengan peliharaan Wira. Mereka langsung terbang ke langit. Wira terlihat kesal."Gak usah dimarahi mereka. Kasian!" Ucapku.Wira tersenyum, "Kamu mengganggapku bisa bicara dengan kedua burung itu!""Apa sih yang gak bisa buat kamu." Balasku. Terlihat Wira kembali mengalihkan topik, "Kamu tidak malu punya pacar rumahnya kayak gubuk gini.""Aku sudah tahu asetmu?"Wira menepuk jidatnya. Dia panik atau gugup, jadi bicara basi kayak gitu seperti di sinetron-sinetron."Aku mau lihat isi rumahmu, boleh gak?" Tanyaku curiga rumah Wira menyimpan rahasia yang bisa menjelaskan keanehannya."Silahkan." Balas Wira.
Saat tengah hari, kami pulang. Tiara terlihat senang, sedangkan aku sebaliknya. Di rumah aku menunggu kabar dari Wira. Tapi HPku hanya dipenuhi notifikasi dari teman-teman. Malam sudah tiba. Ibu menyuruhku makan. Tapi aku menolaknya dengan alasan tidak nafsu makan. Padahal karena mengkhawatirkan Wira. Hatiku tidak tergerak melihat Ibu sedih. Aku tidak tahu kenapa? Tiba-tiba HPku berbunyi. Pesan dari Wira, "Aku baik-baik saja." Pesan singkat itu berhasil mengubah suasana hatiku. Aku menghampiri Ibu yang makan sendiri di dapur. Ibu terlihat senang."Maaf Bu, jika aku buat Ibu bersedih." Ucapku merasa bersalah."Iya nak, Ibu senang kamu bersama Ibu di sini." Balas Ibu. Setelah makan aku sempatkan nonton TV sebelum tidur.Tubuhku gemetar saat melihat berita langsung yang mengatakan telah terjadi ledakan bom oleh teroris yang melukai anggota kepolisian. Aku segera menelpon Wira. Tapi sambungan tidak bisa terhubung. Aku berkali-kali mencoba
Di dalam kamar. Aku telepon Sofia. Beberapa lama kemudian Sofia datang. Kami mengunci kamar. Aku segera mengeluarkan kartu memori dari dalam liontin. Udah mirip brankas saja ya kalung liontinku?Aku lalu memasang kartu memori itu ke laptop Sofia. Memutar rekamannya. Kami benar-benar terpaku dengan layar. Terlihat Wira masuk mobil sendiri. Dia cuma diam. Tapi tiba-tiba bicara sendiri."Jadi, aku harus nyebutmu apa?" Ucap Wira.Dia diam seakan membiarkan sesuatu menjawab pertanyaannya."Hara, nama yang bagus." Ucap Wira lagi. "Siapa Hara?" Tanya Sofia."Kamu lihat seseorang selain Wira di dalam rekaman itu!" Tanyaku.Kami saling bertanya heran. Aku menghentikan videonya."Kok dijeda sih?" Protes Sofia.''Bentar!" Ucapku sambil memperhatikan jendela."Ada apa?" Tanya Sofia penasaran."Lihat ke arah jendela. Burung Gagak itu baru datang dan bertengger di pohon." Balasku sambil mendekati jendela dan membukanya. "Katakan pada t
"Kamu mendapatkan kemampuan itu, pasti mengorbankan sesuatu?" Tanyaku."Ini bukan didapatkan. Ia hadir saat aku butuh. Agar dapat selalu menggunakannya, aku harus menghilangkan kemampuan berbohong, ingkar janji dan mengkhianati." Jawab Wira membingungkanku."Itu bukan kemampuan tapi sifat buruk. Kamu bohong setia denganku dan ingkar janji serius denganku bahkan mengkhianatiku dengan selingkuh dariku?" Ucapku meluapkan semua emosi. "Saat itu aku sudah bilang, bahwa aku sudah punya pacar, kepada Polwan itu. Apa kamu tidak menonton keseluruhan rekamannya." Ucap Wira."Iya sepertinya tidak. Maaf aku melanggar privasimu. Karena cuma cara ini yang bisa membuatmu menjawab pertanyaanku dan tidak hanya diam." Balasku tulus. "Sekarang kamu tahu, aku bukan hanya polisi di dunia ini tapi juga polisi di dunia lain. Kemampuan ini punya resiko. Aku bahkan tidak bisa merasakan nikmatnya makanan ini dan sepertinya aku kehilangan hawa nafsu." Penjelasan Wira bikin aku terceng
Aku melihat seekor burung merpati di samping rumah Wira yang tidak mau beranjak pergi dan hampir terkena puing-puing rumah. Segera aku menyelamatkannya. Aku memeluknya untuk melindunginya."Dik, apa yang kamu lakukan itu berbahaya." Ucap pria yang sedang meruntuhkan rumah Wira. Dia mengusirku kasar untuk menjauh. Di depanku rumah Wira rata dengan tanah. Wira tidak mungkin kembali lagi ke sini. Aku tertunduk lesu. Dalam benakku berucap, "Seandainya Wira jodohku temukan kami. Jikapun dia bukan jodohku aku ingin dipertemukan dengannya." Harapku.Burung Merpati dipelukanku berontak dan pergi terbang ke langit.Saat aku menghadapkan wajah ke langit, nampak awan terbelah dari timur ke barat. Burung merpati itu terbang ke barat. Di arah sana juga aku menikmati indahnya pemandangan matahari tenggelam. Aku terpikirkan sesuatu, "Tiara, ayo kita pergi ke arah Senja.""Maksudmu ke barat. Buat apa?" Tanya Tiara."Sudahlah ikuti saja. Aku kan sudah ikuti kam
Tubuhku gemetar melihat sosok aneh muncul dan diam terpaku di halaman rumah."Wira, bisa kamu usir hantu itu." Ucapku menutup mata setelah melihatnya sekilas sambil menunjuk ke arah halaman."Hantu yang mana?" Ucap Wira bikin aku semakin takut."Jangan bilang kamu tidak bisa melihat hantu lagi." Ucapku cemas."Aku bisa membedakan yang mana hantu dan yang mana bukan." Ucapan Wira membuatku sadar.Aku kembali membuka mataku.Sosok itu mendekat. Rambut panjangnya menutup wajah. Aku menyibak rambutnya."Tiara?" Ucapku kembali terkejut. Aku melihat ke arah Wira dengan heran."Bukannya kamu sudah mengirim Hara ke akhirat. Kenapa Tiara kembali dirasuki." Ucapku ke Wira.Wira juga ikutan heran. "Kalian bicara apa sih." Ucap Tiara bingung."Kamu Tiara?" Ucapku mempastikan. "Iya, emang siapa menurutmu?" Balas Tiara kesal."Bukannya kamu gak suka pakaian putih?" Tanyaku penasaran."Aku nemu pakaian ini di lemari. Padahal aku tidak per
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa