Saat tengah hari, kami pulang. Tiara terlihat senang, sedangkan aku sebaliknya. Di rumah aku menunggu kabar dari Wira. Tapi HPku hanya dipenuhi notifikasi dari teman-teman.
Malam sudah tiba. Ibu menyuruhku makan. Tapi aku menolaknya dengan alasan tidak nafsu makan. Padahal karena mengkhawatirkan Wira. Hatiku tidak tergerak melihat Ibu sedih. Aku tidak tahu kenapa?
Tiba-tiba HPku berbunyi. Pesan dari Wira, "Aku baik-baik saja." Pesan singkat itu berhasil mengubah suasana hatiku.
Aku menghampiri Ibu yang makan sendiri di dapur. Ibu terlihat senang.
"Maaf Bu, jika aku buat Ibu bersedih." Ucapku merasa bersalah."Iya nak, Ibu senang kamu bersama Ibu di sini." Balas Ibu.Setelah makan aku sempatkan nonton TV sebelum tidur.
Tubuhku gemetar saat melihat berita langsung yang mengatakan telah terjadi ledakan bom oleh teroris yang melukai anggota kepolisian.Aku segera menelpon Wira. Tapi sambungan tidak bisa terhubung. Aku berkali-kali mencoba
Di dalam kamar. Aku telepon Sofia. Beberapa lama kemudian Sofia datang. Kami mengunci kamar. Aku segera mengeluarkan kartu memori dari dalam liontin. Udah mirip brankas saja ya kalung liontinku?Aku lalu memasang kartu memori itu ke laptop Sofia. Memutar rekamannya. Kami benar-benar terpaku dengan layar. Terlihat Wira masuk mobil sendiri. Dia cuma diam. Tapi tiba-tiba bicara sendiri."Jadi, aku harus nyebutmu apa?" Ucap Wira.Dia diam seakan membiarkan sesuatu menjawab pertanyaannya."Hara, nama yang bagus." Ucap Wira lagi. "Siapa Hara?" Tanya Sofia."Kamu lihat seseorang selain Wira di dalam rekaman itu!" Tanyaku.Kami saling bertanya heran. Aku menghentikan videonya."Kok dijeda sih?" Protes Sofia.''Bentar!" Ucapku sambil memperhatikan jendela."Ada apa?" Tanya Sofia penasaran."Lihat ke arah jendela. Burung Gagak itu baru datang dan bertengger di pohon." Balasku sambil mendekati jendela dan membukanya. "Katakan pada t
"Kamu mendapatkan kemampuan itu, pasti mengorbankan sesuatu?" Tanyaku."Ini bukan didapatkan. Ia hadir saat aku butuh. Agar dapat selalu menggunakannya, aku harus menghilangkan kemampuan berbohong, ingkar janji dan mengkhianati." Jawab Wira membingungkanku."Itu bukan kemampuan tapi sifat buruk. Kamu bohong setia denganku dan ingkar janji serius denganku bahkan mengkhianatiku dengan selingkuh dariku?" Ucapku meluapkan semua emosi. "Saat itu aku sudah bilang, bahwa aku sudah punya pacar, kepada Polwan itu. Apa kamu tidak menonton keseluruhan rekamannya." Ucap Wira."Iya sepertinya tidak. Maaf aku melanggar privasimu. Karena cuma cara ini yang bisa membuatmu menjawab pertanyaanku dan tidak hanya diam." Balasku tulus. "Sekarang kamu tahu, aku bukan hanya polisi di dunia ini tapi juga polisi di dunia lain. Kemampuan ini punya resiko. Aku bahkan tidak bisa merasakan nikmatnya makanan ini dan sepertinya aku kehilangan hawa nafsu." Penjelasan Wira bikin aku terceng
Aku melihat seekor burung merpati di samping rumah Wira yang tidak mau beranjak pergi dan hampir terkena puing-puing rumah. Segera aku menyelamatkannya. Aku memeluknya untuk melindunginya."Dik, apa yang kamu lakukan itu berbahaya." Ucap pria yang sedang meruntuhkan rumah Wira. Dia mengusirku kasar untuk menjauh. Di depanku rumah Wira rata dengan tanah. Wira tidak mungkin kembali lagi ke sini. Aku tertunduk lesu. Dalam benakku berucap, "Seandainya Wira jodohku temukan kami. Jikapun dia bukan jodohku aku ingin dipertemukan dengannya." Harapku.Burung Merpati dipelukanku berontak dan pergi terbang ke langit.Saat aku menghadapkan wajah ke langit, nampak awan terbelah dari timur ke barat. Burung merpati itu terbang ke barat. Di arah sana juga aku menikmati indahnya pemandangan matahari tenggelam. Aku terpikirkan sesuatu, "Tiara, ayo kita pergi ke arah Senja.""Maksudmu ke barat. Buat apa?" Tanya Tiara."Sudahlah ikuti saja. Aku kan sudah ikuti kam
Tubuhku gemetar melihat sosok aneh muncul dan diam terpaku di halaman rumah."Wira, bisa kamu usir hantu itu." Ucapku menutup mata setelah melihatnya sekilas sambil menunjuk ke arah halaman."Hantu yang mana?" Ucap Wira bikin aku semakin takut."Jangan bilang kamu tidak bisa melihat hantu lagi." Ucapku cemas."Aku bisa membedakan yang mana hantu dan yang mana bukan." Ucapan Wira membuatku sadar.Aku kembali membuka mataku.Sosok itu mendekat. Rambut panjangnya menutup wajah. Aku menyibak rambutnya."Tiara?" Ucapku kembali terkejut. Aku melihat ke arah Wira dengan heran."Bukannya kamu sudah mengirim Hara ke akhirat. Kenapa Tiara kembali dirasuki." Ucapku ke Wira.Wira juga ikutan heran. "Kalian bicara apa sih." Ucap Tiara bingung."Kamu Tiara?" Ucapku mempastikan. "Iya, emang siapa menurutmu?" Balas Tiara kesal."Bukannya kamu gak suka pakaian putih?" Tanyaku penasaran."Aku nemu pakaian ini di lemari. Padahal aku tidak per
"Laila! aku Wira ingin melamarmu!" Ucap Wira tanpa basa-basi.Sofia memerintah salah satu siswa yang memegangi tanganku, "Dita, Lihat ke Jendela!"Aku baru tahu nama siswa itu Dita seperti tidak asing di telingaku dan juga ternyata di baju seragamnya sudah tertera namanya. Hanya saja aku tidak menyadarinya.Dita langsung melihat ke luar jendela, dan menengok ke bawah. Karena ruangan ini terletak di lantai dua."Wira ada di tengah lapangan dengan alat pengeras suara, nona!" Ucap Dita seakan dia bawahan dari Sofia. Sofia mendorong Dita agar menjauh untuk melihat sendiri ke jendela. Aku manfaatkan kesempatan ini agar Sofia mengurungkan niat jahatnya."Aku akan tunangan dengan Wira. Kamu dengar sendirikan." Ucapku.Sofia malah semakin marah, "Kamu tolak Wira!""Tidak bisa, dia sudah menaruh kepercayaannya kepadaku." Balasku.Aku semakin cemas saat Sofia kembali mendekatiku. Tapi tiba-tiba dia terjatuh. Dita dan temannya langsung menghampiri Sofia."Non
"Laila, kamu sudah boleh ke ruang keluarga." Di sana kami seperti di sidang."Kamu serius dengan Wira, apa yang membuatmu yakin!" Tanya Ayah."Dia baik, ayah." Balasku."Wira ingin kamu tinggal bersamanya setelah menikah. Apa kamu siap berpisah dengan Ayah dan Ibu." Tanya ibu.Aku terdiam, berat rasanya."Aku sudah bangun rumah yang baru. Berbeda dari yang pernah kamu kunjungi dulu. Aku sesuaikan dengan yang kamu ingin." Ucap Wira."Ayah dan Ibu akan mengunjungimu." Ucap Ibu. "Wira sudah menyanggupi persyaratan Ayah dan Ibu. Cuma itu syarat yang diinginkan Wira. Keputusan ada di kamu, Laila." Sambung Ayah.Sebenarnya, saat aku tahu rumah Wira tidak seram aku sudah mau. Tapi Ibu dan Ayah tidak memberikan kesempatanku bicara."Menikah, artinya kamu menyatakan diri sudah dewasa." Ucap ayah lagi."Iya, aku bersedia Ayah." Sambungku cepat. Wira mengeluarkan sepasang cincin dari sakunya.Dia memasangkannya ke jari manis tangan kiriku.
Sesampainya di panti anak. Aku menyumbangkan semua seragam sekolahku. Aku ke sana sendiri. Wira menunggu di luar."Tempat yang luas dan juga bersih!" Pujiku ke pengurus panti."Anak-anak di sini sangat menjaga tempat ini. Mereka senang memiliki tempat tinggal. Ini berkat seorang pemuda yang menyediakan tempat ini. Dia bagaikan malaikat penolong bagi mereka." Ucap pengurus panti."Wira!" Ucapku. Entah kenapa setiap aku dengar kata malaikat pasti yang terlintas dipikiranku adalah Wira."Nona tahu Wira? Kami tidak pernah melihatnya. Hanya bantuan mengatas namakan dia." Pengurus Panti itu terkejut.Wira pasti ingin membantu tanpa pamrih. Aku harus mendukungnya."Maksud saya, sudah senja. Bentar lagi gelap. Saya harus buru-buru pulang." Balasku buat alasan, kemudian pergi.Wira kemudian langsung mengantarku pulang.Memasuki bulan Ramadan. Wira mengajariku menyetir mobil sambil menunggu berbuka puasa."Putar stirnya ke kiri. Sesuaikan d
Aku di bawa Wira ke pinggiran Kota dengan mobilnya.Sesampainya di sana. Aku dibuat heran, "Lebih tepat disebut gedung dibandingkan rumah. Ini yang ingin kamu tunjukan kepadaku?""Ini bukan rumah kita, tapi gedung perusahaan!" Jawab Wira."Kamu cuma bilang punya beberapa Resort . Bukan perusahaan!" Ucapku."Aku hanya belum bilang ke kamu. Dibandingkan mengatakannya aku lebih memilih menunjukannya langsung." Jelasnya.Aku benar-benar kagum dengan caranya menyampaikan. Aku tersenyum melihat gedung berbentuk kubus dan sepertinya berlantaikan tiga."Aku membutuhkan Perusahaan ini untuk melindungi beberapa Resort ku di bawah naungan hukum." Ucap Wira lagi.Dan aku membutuhkanmu Wira untuk melindungiku di bawah naungan ikatan pernikahan. Ucapku dalam hati."Kamu mengatakan sesuatu Laila?" Tanya Wira.Aku kaget. Apa tadi aku tidak sadar bicara."Aku rasa tidak!" Jawabku agak ragu."Ayo masuk!" Ucap Wira.Kami disambut petugas