Meskipun saat ini aku bingung. Aku segera mengambil payung itu. Untuk tetap teduh dari hujan sampai ke sekolah.
Dengan jalan kaki tanpa henti akhirnya aku sampai juga tanpa seragam yang basah. Aku masih diperbolehkan masuk kelas. Itu karena aku punya imunitas sebagai ketua kelas.
Guru menjelaskan dengan tulisan di kelas karena suara tidak terdengar gara-gara hujan. Tiba-tiba lampu kelap kelip. Bikin pelajaran sudah terganggu tambah terganggu.
Bukannya kesal, siswa di sampingku yang menempati bangku Andini malah senang, "Kaya lampu disko ya sekolah kita. Di tambah musik hujan dan guntur. Makin asik saja." Bicaranya bisik-bisik.
Suasana yang sunyi tiba-tiba ricuh, "HOREEE!"
Teriak siswa-siswi saat guru menuliskan, "Maaf, pelajaran hari ini harus berakhir cepat!"Saat guru keluar kelas. Suasana kembali mencekam. Lampu benar-benar mati. Semua murid tidak bisa bahagia kayak tadi. Peraturan kelas yang sangat ketat membuat kami terkurung di dalam
Tiba-tiba aku teringat payung yang ada di rumah, "Dia menolongku dua kali dengan dua payung bermotif sama, pasti ingin menunjukan kebaikannya padaku." Ucapku menuduh Vikri tidak tulus.Miranda tersenyum, "Ada cerita tersendiri kenapa dia buat payung bermotif sama!" Aku jadi tertarik mendengar kisah Vikri dan payungnya. Kami lalu nongkrong di Perpustakaan.Di sana Miranda bercerita, "Ibu Vikri suka membuat motif bunga putih dengan latar hitam. Melukisnya di kain polos yang kemudian di jual untuk kebutuhan hidup. Saat ibu Vikri sakit, Vikri yang mencari uang lebih untuk mengobati ibunya. Yang dia bisa membuat payung, keahlian yang diajarkan kakeknya dulu... ...Dia butuh modal, saat minta ke ayahnya yang di luar kota tidak di beri. Lalu Vikri menjual sisa kain motif ibunya untuk biaya rumah sakit dan modal. Saat Vikri sudah berhasil buat payung dengan modal pas-pasan, ibunya ingin menggambar motif di payung itu agar harga payung Vikri bisa di jual agak mahal. Namu
Sepanjang penjalanan, Miranda cuma diam. Entah dia terpesona dengan kakak atau kerasukan. Hingga sampai di rumah. Pintu masih terkunci, "Yah, sepertinya ibuku belum datang."Saat aku memalingkan wajah ke Miranda, dia menghilang. Membuatku tercengang. Kak Fernan langsung masuk. Aku segera menahan tangannya, "Aku takut kak!"Kakak melepaskan tanganku, "Itu cowokmu sudah datang tidak perlu takut lagi."Aku kaget. Saat aku melihat ke belakang benar ada Banda. Dengan kesal aku menghampiri Banda, "Setelah kamu meninggalkanku, beraninya kemari!"Tanpa bicara dia memberikanku HP yang lebih mahal dibandingkan pemberian kakak, "Aku dengar kabar, punyamu rusak. Ini aku belikan untukmu."Entah kenapa hatiku luluh dan menerimanya.Dia kemudian mengajakku pergi. Aku bersedia, untuk menyenangkan hatinya karena dia sudah menyenangkan hatiku. Biasanya kak Fernan duduk di belakang. Jadi aku ke sana untuk pamit. Aku terkejut dan emosi saat melihat kakak bersam
Di hari Rabu ini Fernan mengenakan baju khusus seragam Sekolahnya berwarna hitam. Fernan yang lagi pulang Sekolah ingin cepat-cepat untuk menjemput adiknya, Filio. Di tengah perjalanan dia dicegat oleh Polisi, "Maaf kami lagi melakukan olah TKP kecelakaan. Jadi adik tunggu sebentar!" Fernan melihat di balik Polisi tersebut, ada Bus yang terbalik dan penumpangnya beberapa terlempar keluar dari Bus. Beberapa koper penumpang juga berhamburan. Fernan melihat sosok perempuan berambut panjang berpakaian putih dengan wajah remuk."Kenapa kalian tidak segera menolong korban?"Polisi heran, "Apa yang ditolong semuanya tewas!"Fernan terlihat kaget dan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Seorang Polwan muda datang menghampiri, "Kenapa cowok SMA ini terlihat takut?" Polisi panik, "Aku tidak memarahinya!"Fernan bicara pelan, "Aku tidak yakin ini cuma kecelakaan!"Si Polwan tersenyum, "Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"Fernan meliha
Di rumah, aku sampai saat malam. Setelah makan malam. Ada tamu yang datang. Dia Septa. Saat bersamaan ibu juga pamit pergi ke rumah tante Yasmine. Aku lalu mengajak masuk Septa ke dalam rumah. Pandangan Septa terpaku pada Filio yang menggunakan baju tanktop dan celana pendek sambil memainkan HP nya yang rusak. Segera aku menegurnya."Kamu ke sini mau apa?"Dia menjawab tanpa melihat ke arahku, "Menikmati keindahan tubuh adikmu... Eh... maksudku mau bilang, Komandan komplain."Aku malah kesal. Sudah dibantu malah mengeluh, "Aku sudah menyelesaikan kasus dengan cepat, apa masalahnya!"Aku tanya apa, dia jawab apa, "Mumpung cuma kita berdua, jika kita apa-apain dia, pasti tidak akan melawan.""Kamu benar, aku pernah menyentuhnya dan dia tidak keberatan... Eh..." Aku tidak sadar malah sepemikiran dengan dia, sialan."Sebaiknya kita jangan di sini lama-lama, konsentrasi kita akan terganggu. Ayo ke belakang rumah." Ajakku kepada Septa.Belakang Rumah
Aku segera mengambil buku ku dari tangan temanku itu, sambil berkata, "Iya, menurutku darah itu dari pemeran peganti atau stutman. Apa masalah, jika aku cuma menyampaikan dugaanku?"Dia terlihat kesal, "Gak masalah juga sih." Balasnya kemudian pergi." Pulang sekolah aku masih menunggu hasil uji cobaku. Jika dugaan yang ku tulis dalam buku itu benar. Ini merupakan empat kali berturut-turut, dari sabotase bus, bunuh diri aneh, drama tragedi, dan sulap berdarah. Bisa dikatakan yang ku tulis di sana tidak ada kesalahan satupun. Kemungkinan buku yang ku dapatkan dari perpustakaan Ayah bukan buku biasa. Dalam perjalanan pulang aku dihampiri siswi temanku yang suka sekali cari tahu tentangku. Namanya Ulfa."Hey, sendirian aja. Biasanya kamu jalan sama siswi sekolah lain. Lagi marahan ya? atau udah putus!"Aku tahu maksud dia itu Filio. Aku memilih diam."Kalau gitu aku temanin kamu ya?"Ucapnya bikin aku bingung. Rumahnya berlawanan arah dari rumahku."Mau
Buku Lovenote. Aku namakan itu saja karena bentuk simbol berwarna merah di sampul depan tiba-tiba berubah dari sidik jari menjadi simbol organ tubuh manusia yaitu hati, amor. Masih dengan keheranan aku membuka buku Lovenote hati-hati. Betapa kagetnya aku ada tulisan baru yang muncul di bawah tulisanku 'ingin kaya'. Tertulis sebuah alamat dengan keterangan 'ambilah semua yang kamu inginkan dariku' dilengkapi simbol pohon beringin lengkap dengan akar gantung dengan tanda 'x' di bawahnya. Aku rasa tidak pernah menulis ini. Mungkin ini benar. Pikiranku tertuju pada dua kata, "harta karunkah?" Aku langsung bergegas pergi. Berpakaian biasa dan bawa ransel yang berisikan buku lovenote, uang tabungan, honor dari kepolisian, sekop dan pakaianku. Saat sampai di pintu keluar aku dikejutkan oleh kedatangan ibu."Mana Filio bu?" Tanyaku seketika.Ibu terlihat sedih, "Kata dokter, Filio akan cepat sembuh jika di rawat di Rumah Sakit Jiwa!"Meski aku tidak setuju Filio akan sembuh
Aku terjatuh ke lantai. Kakiku sakit sekali. Terlihat di dekat kaki ku yang sakit ada buku Lovenote. Jangan-jangan aku terpeleset gara-gara menginjaknya. Aku tidak hati-hati dengan buku itu. Aku mencoba berdiri tapi rasa nyeri di kaki kananku, membuatku kembali terjatuh. Aku merangkak dan meraih telpon. Menghubungi Pelayan Hotel. Aku minta Pelayan Hotel membawaku ke klinik, dia malah membawaku ke Rumah Sakit. Di Ruang UGD aku diperiksa oleh seorang dokter perempuan muda."Sepertinya kakimu patah. Sayang sekali.""Apa???" Ucapku terkejut kayak iklan JD.ID di TV."Aku becanda, kakimu cuma terkilir kok. Tapi biar cepat sembuh lebih baik rawat inap aja."Aku tercengang, bisa-bisanya dokter becanda kayak gitu. "Aku cuma terkilir, jadi tidak masalah jika pulang."Aku mencoba berdiri. Tapi pijakanku malah tidak stabil, beruntung tidak sempat jatuh karena dokter itu membantuku dengan menahan tanganku. Kami saling memandang."Meskipun cuma terkilir t
Akhirnya aku menemukan alamat Ageng atau suaminya Elis pemilik Love Note."Sekarang aku ingin tahu bagaimana caramu menulis di buku ini dan menelpon menggunakan Ponselku." Ucapku sambil menulis di Love Note. Tapi tidak ada balasan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh seseorang yang masuk kamar. Hingga membuatku menjatuhkan Love Note. Siapa dia?~ "Ibu mau pulang. Kamu ingin temani Filio dulu atau pergi bersama ibu?" Tenyata ibu.Aku menoleh ke bawah. Love Note terbuka pada halaman terakhirnya. Di sana tertulis, "Jika ingin tahu di balik semua ini. Teruskan apa yang sudah kamu mulai hingga selesai."Aku tidak suka dipaksa. Aku masih punya Life Note yang akan memberitahuku semua tentang Love Note."Aku ikut ibu pulang." Ucapku sambil memungut Love Note. Aku tidak sabar lagi menemui Life Note di rumah.Jika aku tahu cara kerja Buku Love Note mungkin aku bisa buat buku yang sama untuk melindungi Filio jika aku tidak ada, dari laki-laki mata keranjang. Sesampa
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa