Wira terlihat kecewa, "Jika kamu menganggap dalam foto itu, aku sedang bersama Filio, tidak apa-apa!"
Aku tersenyum, "Kalau itu aku ngerti. Kamu pacarnya adiknya Fernan kan?" Kembaliku menanyakan itu karena Wira belum mengiyakannya.Tiba-tiba saat di depan rumah. Fernan sudah ada di sana dan langsung di sapa Wira, "Wajahmu seperti perpaduan kami berdua, Orang tuamu. Ayah senang kamu baik-baik saja."
Terlihat Fernan tidak senang dengan kehadiran Wira, "Kamu pemuda aneh. Seakan-akan menganggap dirimu adalah Ayahku. Aku dengar Hafa bilang kamu pacar adikku, itu jauh lebih masuk akal. Jika kamu ingin membawaku pulang menemui keluargaku. Pergilah! Aku tidak ingin dipanggil saat lagi dibutuhkan saja." Setelah mengucapkan itu, Fernan langsung masuk ke rumah.Sepertinya Fernan terpengaruh ceritaku sebelumnya bahwa keluarganya tidak mengharapkan kehadirannya dan cuma adiknya saja.
Terlihat wajah Wira yang terkejut. Aku segera bicara menenangkannya, "Mungkin Fern
Ketika di jalan, aku kaget melihat Fernan sedang bersama seorang gadis yang masih berpakaian seragam SMA. Terdengar teriakan gadis itu sambil berlutut dan memeluk kaki Fernan, "Aku akan lakukan semuanya, asalkan kamu mau! Aku mohon!"Aku cemburu tapi kasihan dengan gadis itu saat Fernan mendorongnya hingga jatuh di jalanan. Orang-orang di sana langsung melihat ke arah Fernan dengan marah.Aku mulai menebak-nebak, gadis itu yang membelikan Fernan Hp karena tergila-gila dengan Fernan. Tapi Fernan memilih setia padaku hingga mencampakannya. Tiba-tiba pemuda lain yang ku suka mengirim pesan privat di Hpku, "Sekarang ke rumahku. Ajarin aku memasak sekalian aku ingin kamu mencoba pakaian seksi yang ku beli buat karyawatiku. Kamu bisa coba langsung di kamarku." DM Tama membuatku tercengang.Ini kesempatanku mendapatkan hati Tama. Aku jadi bingung, harus mendatangi Fernan dan membela gadis itu, tapi aku tidak suka dengan Fernan yang kasar dan pasti orang-orang akan
Sambil berjalan menuju mini market, Fernan menjawab, "Aku kerja dan rencananya aku ingin pindah dari rumahmu!"Meski kecewa tapi sepertinya itu lebih baik karena kami menjadi bahan pembicaraan negatif oleh para tetangga, jadi aku jawab, "Jika itu pilihanmu. Aku tidak bisa melarang. Kita juga tidak punya hubungan darah dan belum menikah. Memang tidak pantas satu rumah!" Sesampainya di dalam mini market kami dikejutkan dengan Polisi yang sedang memukul dan menendang seorang wanita dan dua gadis. Meski mereka memohon ampun Polisi terus memukulnya. Aku segera meminta Fernan untuk menolong mereka, "Fernan..." Tapi saat aku menoleh ke samping, Fernan sudah tidak ada. Saat aku melihat ke depan kembali, Fernan terlihat menghalangi Polisi memukul wanita itu. Segera aku menghampiri mereka. Terdengar Polisi yang marah, "Dia mencuri di Mini Market milikku, pantas untuk di hukum."Hanya satu kalimat dari Fernan, membuat suasana panas langsung dingin, "Bukan hukuman, tapi so
Tiba-tiba seluruh lampu di pasar malam mati dan membuat pengunjung panik. Termasuk kedua anak kecil itu yang menangis dan ketakutan, aku memeluk mereka dan menenangkannya, "Tidak apa dik, nanti akan nyala lagi."Seketika seluruh lampu di pasar malam menyala kembali. Saat bersamaan Fernan datang dan bicara, "Setiap pasangan menikah saat yakin yang laki-laki bisa melindungi serta menafkahi istrinya dan yang perempuan bisa mengurusi suaminya. Lihat kalian berdua, apa bisa melakukan itu." Kedua anak kecil itu terdiam. Kami lalu mengantarkan kedua anak kecil itu pulang ke rumah mereka masing-masing. Karena sudah hampir larut malam Fernan menganjurkan, "Sebaiknya aku antar kamu juga untuk pulang. Sebenarnya aku ingin membelikan apa yang kamu ingin di pasar malam tadi tapi sekarang udah terlalu malam. Besok aku akan ku ajak kamu ke Mall."Ucapan Fernan menyadarkan aku kembali tentang kemisteriusan pekerjaannya, "Kamu tiba-tiba punya banyak uang. Itu membuatku penasaran dengan
Aku pulang sendiri. Sebelum pulang aku belanja makanan di sebuah restoran, aku ingin bawakan oleh-oleh untuk Orang Tuaku sebagai permintaan maaf. Selama menunggu makanan yang ku pesan selesai di masak. Aku duduk di salah satu kursi di restoran itu yang lumayan ramai oleh pengunjung. Hal mengejutkan tiba-tiba datang. Fernan terlihat masuk ke restoran dengan seorang gadis. Aku berusaha tidak buruk sangka dan tetap di tempat dengan sabar untuk melihat mereka berdua sambil menyembunyikan wajahku dengan kertas daftar menu makanan. Aku memperhatikan Fernan yang sedang duduk di meja yang sama dengan seorang gadis yang wajahnya tidak ku kenal. Banyak sekali gadis disekitar Fernan, aku harus kuat mental. Terlihat mereka berdua sedang bicara serius. Tiba-tiba Fernan beranjak pergi dan gadis itu berteriak, “Ku mohon jangan tinggalkan aku!!!” Seketika semua pengunjung di restoran itu melihat ke arah mereka berdua. Tapi Fernan tetap melangkahkan kakinya pergi. Dengan cepa
Di luar rumah aku menghirup udara segar untuk menenangkan diri sekaligus berpikir untuk mencari alasan agar aku bisa pergi dari sini tanpa membuat Fernan marah. Dengan cemas aku menghadap Fernan sambil memasang muka polos, "Aku baru ingat, ibu menyuruhku jangan lama-lama di luar rumah."Fernan kemudian membalasnya, "Kalau begitu, aku akan antar kamu pulang."Aku mengangguk seakan tidak berani membantahnya.Fernan mengantarku sampai ke rumah menggunakan mobilnya. Dia lalu pamit pulang. Semenjak kejadian itu. Aku tidak menghubungi atau bertemu Fernan lagi. Selama seminggu ini Fernan tidak menghubungiku. Mungkin karena banyaknya gadis di sekitar Fernan, jadi dia melupakanku. Itu membuatku senang. Tapi suasana di Sekolah menjadi hampa. Tidak ada lagi sesuatu yang ku tunggu untuk dilakukan setelah pulang Sekolah seperti menemui Fernan yang ku suka. Tapi sekarang Fernan membuatku takut dengan kemisteriusannya. Saat aku melamun di kelas. Tiba-tiba Guru masuk dan me
Kata-kata Fernan yang menyatakan dapat membunuh Padli tanpa menyentuhnya tentu membuatku takut apalagi saat Fernan kembali bilang, “Ikutlah, aku akan tunjukan caranya!” Dia lalu menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam hutan. Itu membuatku semakin cemas dan berusaha melawan Fernan tapi aku malah tidak berani dengannya. Seakan aku tidak sanggup melepaskan tanganku. Aku takut dia marah lalu berbuat kasar denganku. Jadi aku mencoba membuat alasan, “Orang tuaku akan mencariku, Fernan!” Alangkah tercengangnya aku saat Fernan menjawab, “Aku sudah hubungi Orang Tuamu untuk mengajakmu jalan-jalan setelah pulang Sekolah.” Aku tidak menyangka Fernan sudah mempersiapkan rencananya matang-matang untuk membunuhku, aku pun menangis. Sampai di dalam hutan, Fernan baru sadar aku menangis, “Kenapa air matamu menetes?” Sambil mengusap air mata, aku menjawab, “Tidak apa Fernan, ini cuma kelilipan. Lanjutkan yang ingin kamu lakukan. Membunuhku tanpa menyentu
Fernan masih bicara tenang sambil mengeluarkan ponselnya, "Aku merekam pembicaran kita di sini sejak awal!" Nawa berteriak, "Percuma. Setelah aku menghabisimu. Aku akan hancurkan ponsel itu." Fernan tersenyum, "Ini rekaman panggilan suara, aku menelpon Ponselku satunya. Kamu tahu, jika telpon tidak diangkat, maka kita bisa meninggalkan pesan suara. Orang terdekatku akan mengambil ponsel itu, jika terjadi apa-apa denganku dan menjadikannnya barang bukti. Dan masa mudamu, akan dihabiskan di penjara." Nawa terlihat pasrah dan lalu melepaskan pisaunya. Kemudian dia tertunduk menangis. Akhirnya aku tahu, maksud Fernan memberitahu Ponsel rahasianya ke aku. Dia benar-benar cerdas telah siap sedia atas segala kemungkinan yang ada dengan merencanakan semua ini. Alangkah terkejutnya aku. Sedikit saja aku lengah. Fernan kembali menghilang. Segeraku menghampiri Nawa, "Mau tanya dik, cowok yang tadi aku lihat di dekatmu! Dia ada di mana?" Jawaban N
Entah aku harus bingung atau gimana? Terjadi perampokan di rumah Fernan. Tapi Fernan tidak ditemukan hanya ada darah yang berceceran di beberapa sudut rumah dan barang-barang yang berantakan. Begitu penjelasan Kakek yang ku temui di dekat rumah Fernan. Saat aku pergi dengan putus asa. Kakek itu memanggilku, "Hei, Cucu..."Aku menengok ke belakang dan dia bilang, "Maafkan kami, tidak bisa menolong dia saat terjadi perampokan. Rumahnya yang jauh dari pemukiman warga membuat kami kesulitan mengetahui yang terjadi secara cepat."Aku membalasnya sambil tersenyum, "Gak apa-apa kek. Aku yakin dia masih hidup. Karena jasadnya pun tidak ditemukan." Sampai di rumah, perasaanku masih campur aduk. Apalagi saat Ibuku bertanya, "Kenapa Fernan sekarang jarang kelihatan?"Aku bingung harus jawab apa, jadi ku menjawabnya asal, "Tidak tahu Bu!" Jawabku sambil emosi. Dan Ayah yang mendengar langsung memarahiku, "Ayah tidak suka dengan cowok yang tidak serius. Jika dia