Sambil berjalan menuju mini market, Fernan menjawab, "Aku kerja dan rencananya aku ingin pindah dari rumahmu!"
Meski kecewa tapi sepertinya itu lebih baik karena kami menjadi bahan pembicaraan negatif oleh para tetangga, jadi aku jawab, "Jika itu pilihanmu. Aku tidak bisa melarang. Kita juga tidak punya hubungan darah dan belum menikah. Memang tidak pantas satu rumah!"Sesampainya di dalam mini market kami dikejutkan dengan Polisi yang sedang memukul dan menendang seorang wanita dan dua gadis. Meski mereka memohon ampun Polisi terus memukulnya. Aku segera meminta Fernan untuk menolong mereka, "Fernan..." Tapi saat aku menoleh ke samping, Fernan sudah tidak ada.
Saat aku melihat ke depan kembali, Fernan terlihat menghalangi Polisi memukul wanita itu. Segera aku menghampiri mereka. Terdengar Polisi yang marah, "Dia mencuri di Mini Market milikku, pantas untuk di hukum."
Hanya satu kalimat dari Fernan, membuat suasana panas langsung dingin, "Bukan hukuman, tapi soTiba-tiba seluruh lampu di pasar malam mati dan membuat pengunjung panik. Termasuk kedua anak kecil itu yang menangis dan ketakutan, aku memeluk mereka dan menenangkannya, "Tidak apa dik, nanti akan nyala lagi."Seketika seluruh lampu di pasar malam menyala kembali. Saat bersamaan Fernan datang dan bicara, "Setiap pasangan menikah saat yakin yang laki-laki bisa melindungi serta menafkahi istrinya dan yang perempuan bisa mengurusi suaminya. Lihat kalian berdua, apa bisa melakukan itu." Kedua anak kecil itu terdiam. Kami lalu mengantarkan kedua anak kecil itu pulang ke rumah mereka masing-masing. Karena sudah hampir larut malam Fernan menganjurkan, "Sebaiknya aku antar kamu juga untuk pulang. Sebenarnya aku ingin membelikan apa yang kamu ingin di pasar malam tadi tapi sekarang udah terlalu malam. Besok aku akan ku ajak kamu ke Mall."Ucapan Fernan menyadarkan aku kembali tentang kemisteriusan pekerjaannya, "Kamu tiba-tiba punya banyak uang. Itu membuatku penasaran dengan
Aku pulang sendiri. Sebelum pulang aku belanja makanan di sebuah restoran, aku ingin bawakan oleh-oleh untuk Orang Tuaku sebagai permintaan maaf. Selama menunggu makanan yang ku pesan selesai di masak. Aku duduk di salah satu kursi di restoran itu yang lumayan ramai oleh pengunjung. Hal mengejutkan tiba-tiba datang. Fernan terlihat masuk ke restoran dengan seorang gadis. Aku berusaha tidak buruk sangka dan tetap di tempat dengan sabar untuk melihat mereka berdua sambil menyembunyikan wajahku dengan kertas daftar menu makanan. Aku memperhatikan Fernan yang sedang duduk di meja yang sama dengan seorang gadis yang wajahnya tidak ku kenal. Banyak sekali gadis disekitar Fernan, aku harus kuat mental. Terlihat mereka berdua sedang bicara serius. Tiba-tiba Fernan beranjak pergi dan gadis itu berteriak, “Ku mohon jangan tinggalkan aku!!!” Seketika semua pengunjung di restoran itu melihat ke arah mereka berdua. Tapi Fernan tetap melangkahkan kakinya pergi. Dengan cepa
Di luar rumah aku menghirup udara segar untuk menenangkan diri sekaligus berpikir untuk mencari alasan agar aku bisa pergi dari sini tanpa membuat Fernan marah. Dengan cemas aku menghadap Fernan sambil memasang muka polos, "Aku baru ingat, ibu menyuruhku jangan lama-lama di luar rumah."Fernan kemudian membalasnya, "Kalau begitu, aku akan antar kamu pulang."Aku mengangguk seakan tidak berani membantahnya.Fernan mengantarku sampai ke rumah menggunakan mobilnya. Dia lalu pamit pulang. Semenjak kejadian itu. Aku tidak menghubungi atau bertemu Fernan lagi. Selama seminggu ini Fernan tidak menghubungiku. Mungkin karena banyaknya gadis di sekitar Fernan, jadi dia melupakanku. Itu membuatku senang. Tapi suasana di Sekolah menjadi hampa. Tidak ada lagi sesuatu yang ku tunggu untuk dilakukan setelah pulang Sekolah seperti menemui Fernan yang ku suka. Tapi sekarang Fernan membuatku takut dengan kemisteriusannya. Saat aku melamun di kelas. Tiba-tiba Guru masuk dan me
Kata-kata Fernan yang menyatakan dapat membunuh Padli tanpa menyentuhnya tentu membuatku takut apalagi saat Fernan kembali bilang, “Ikutlah, aku akan tunjukan caranya!” Dia lalu menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam hutan. Itu membuatku semakin cemas dan berusaha melawan Fernan tapi aku malah tidak berani dengannya. Seakan aku tidak sanggup melepaskan tanganku. Aku takut dia marah lalu berbuat kasar denganku. Jadi aku mencoba membuat alasan, “Orang tuaku akan mencariku, Fernan!” Alangkah tercengangnya aku saat Fernan menjawab, “Aku sudah hubungi Orang Tuamu untuk mengajakmu jalan-jalan setelah pulang Sekolah.” Aku tidak menyangka Fernan sudah mempersiapkan rencananya matang-matang untuk membunuhku, aku pun menangis. Sampai di dalam hutan, Fernan baru sadar aku menangis, “Kenapa air matamu menetes?” Sambil mengusap air mata, aku menjawab, “Tidak apa Fernan, ini cuma kelilipan. Lanjutkan yang ingin kamu lakukan. Membunuhku tanpa menyentu
Fernan masih bicara tenang sambil mengeluarkan ponselnya, "Aku merekam pembicaran kita di sini sejak awal!" Nawa berteriak, "Percuma. Setelah aku menghabisimu. Aku akan hancurkan ponsel itu." Fernan tersenyum, "Ini rekaman panggilan suara, aku menelpon Ponselku satunya. Kamu tahu, jika telpon tidak diangkat, maka kita bisa meninggalkan pesan suara. Orang terdekatku akan mengambil ponsel itu, jika terjadi apa-apa denganku dan menjadikannnya barang bukti. Dan masa mudamu, akan dihabiskan di penjara." Nawa terlihat pasrah dan lalu melepaskan pisaunya. Kemudian dia tertunduk menangis. Akhirnya aku tahu, maksud Fernan memberitahu Ponsel rahasianya ke aku. Dia benar-benar cerdas telah siap sedia atas segala kemungkinan yang ada dengan merencanakan semua ini. Alangkah terkejutnya aku. Sedikit saja aku lengah. Fernan kembali menghilang. Segeraku menghampiri Nawa, "Mau tanya dik, cowok yang tadi aku lihat di dekatmu! Dia ada di mana?" Jawaban N
Entah aku harus bingung atau gimana? Terjadi perampokan di rumah Fernan. Tapi Fernan tidak ditemukan hanya ada darah yang berceceran di beberapa sudut rumah dan barang-barang yang berantakan. Begitu penjelasan Kakek yang ku temui di dekat rumah Fernan. Saat aku pergi dengan putus asa. Kakek itu memanggilku, "Hei, Cucu..."Aku menengok ke belakang dan dia bilang, "Maafkan kami, tidak bisa menolong dia saat terjadi perampokan. Rumahnya yang jauh dari pemukiman warga membuat kami kesulitan mengetahui yang terjadi secara cepat."Aku membalasnya sambil tersenyum, "Gak apa-apa kek. Aku yakin dia masih hidup. Karena jasadnya pun tidak ditemukan." Sampai di rumah, perasaanku masih campur aduk. Apalagi saat Ibuku bertanya, "Kenapa Fernan sekarang jarang kelihatan?"Aku bingung harus jawab apa, jadi ku menjawabnya asal, "Tidak tahu Bu!" Jawabku sambil emosi. Dan Ayah yang mendengar langsung memarahiku, "Ayah tidak suka dengan cowok yang tidak serius. Jika dia
Aku kaget saat tahu yang menyapa ku adalah Yuri, dia kemudian membantuku berdiri. Mungkin karena melihatku kebingungan. Yuri bicara kembali untuk menjelaskannya, “Ini adalah Sekolah populer di Kota ini, jadi mereka semua sombong dan akan mengabaikan pelajar lain apalagi jika dari Sekolah paling tidak populer, maaf, seperti Sekolahmu. Jadi mereka seakan-akan menganggap kamu tidak ada dan pura-pura tidak melihat kamu saat melihat baju seragammu yang merupakan baju seragam Sekolah tidak populer.” Tidak masalah aku direndahkan tapi setidaknya aku dapat berlepas lega karena tahu mereka tidak melihatku bukan karena aku hantu. Ada yang janggal dan aku mengutarakannya ke Yuri, ”Tapi aku masih tidak percaya jika Fernan sama seperti mereka.” Yuri menjawab dengan wajah murung, “Fernan beda, dia bukan sombong tapi menghindari semua orang karena suatu alasan.” Aku penasaran dengan alasan Fernan, "Kenapa dia tidak mau didekati?" Tapi Yuri malah pergi tidak menjawab p
Dia terlihat meragukan ucapanku, itu membuatku cemas dan memillih untuk segera pergi meninggalkannya.Saat aku berbalik, tiba-tiba pandanganku kabur dan semua tampak gelap. Tanganku merasakan tanah, aku ketakutan, “Apakah aku ada di dalam kubur!”Saatku terbangun, kepalaku sangat sakit. Apakah aku dipukul? Perlahan aku membuka mata, pandangan yang buram sedikit demi sedikit tampak jelas. Dan terlihat ada dua pria di depanku, itu sungguh sangat mengejutkanku. Tapi ketika aku mau bergerak tidak bisa. Aku langsung Syok… Saat tahu sedang terikat dikursi.Aku tak bisa mengucapkan satu patah katapun dan hanya gemetar. Salah satu dari dua pria itu kemudian bicara, “Hai cantik! Kami sudah menunggu lama, seseorang yang disayangi oleh Malaikat Hitam itu. Dan akhirnya kami menemukanmu. Dia tidak bisa dilawan dengan kemampuan anehnya itu, jadi kami mustahil bisa membalas dendam langsung. Jika kami tidak bisa menyakiti fisiknya maka kami akan menyaki
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa