Share

23. Ancaman Sania

Penulis: Yani Santoso
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa yang kamu bicarakan ini Sania, jangan ngawur kamu," kataku dengan suara tertahan. Aku tidak ingin mengeraskan suara, karena takut jika nanti akan terdengar oleh Alya.

"Sudah kukatakan dengan sangat jelas, Mas. Aku ingin kamu mengusir bocah tengil itu dari rumah ini karena aku tidak ingin melihatnya lebih lama tinggal di sini!" Ucap Sania emosi.

"Sania, aku tidak bisa melakukan itu sekarang. Kamu tahu, kan, kalau aku mengusirnya, apakah kamu sanggup untuk merawat kedua anakku?"

"Kenapa kamu memintaku untuk merawat mereka? bukankah kamu bermaksud untuk mencari pengasuh?" tanya Sania balik.

"Sudahlah, aku ingin tidur. Capek sekali ngomong sama kamu, Mas."

Sania berkata sambil menutup pintu kamarnya. Kucoba memanggil dan mengetuk pintu kamar Sania, namun dia bergeming tidak ingin membuka pintu atau mendengar penjelasan apapun dariku.

Kutarik napas dalam, bagaimana aku bisa mengusir Alya dari rumah ini? Sementara anak-anak sudah begitu dekat dan bergantung padanya. Bahkan kehadiranny
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   24. Sania Masuk Kamar

    Sania Masuk Kamar ***Alya berjalan pelan mendekati Sania yang berdiri mematung, mungkin dia tidak menyangka kalau Alya tiba-tiba akan datang dan mendengar apa yang dia bicara tadi. Atau mungkin, dia tadi juga mendengar bagaimana Sania yang berbicara bukan layaknya seperti seorang pembantu kepada majikannya."Aku tahu mbak Suci merasa marah karena hampir seharian terkunci di dalam kamar mandi, tapi bukan seperti itu caranya, Mbak. Apalagi sampai bercerita bohong pada Mas Andra. Mbak Suci lupa, ya, siapa Mas Andra? dia itu kakak iparku. Bagaimana mungkin Mbak berbohong seperti itu padanya? Bagaimana jika kuceritakan semuanya pada ibu dan ibunya Mas Andra yang tidak lain adalah nenek dari anak-anak yang akan Mbak jaga? bisa dipecat lho kalau ketahuan berbohong," ucap Alya panjang lebar, namun demikian, tidak ada kemarahan dari nada bicara Alya. Alya berbicara seolah sedang memegang teks, begitu lancar dan tanpa jeda. Aku bahkan sampai menahan napas saat dia berbicara. Dan hal yang sam

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   25. Obrolan Malam

    Obrolan Malam****"Alya, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku sambil memegang dada yang berdegup kencang karena kaget melihat kehadirannya yang tiba-tiba, lebih tepatnya, tidak melihat keberadaannya di sana."Makan," jawabnya datar, sambil menunjuk piring yang ada di atas meja dan masih menyisakan makanan di sana."Jam segini kamu baru makan?" ujarku sambil mengernyit.Alya tidak menjawab, dia melewatiku begitu saja kemudian duduk dan melanjutkan makan. Aku menggelengkan kepala pelan, berpikir mungkin dia sedang malas untuk berbicara denganku. Perlahan kutarik kursi dan duduk di depannya, menunggu dia selesai makan.Akan tetapi, Alya meletakkan sendok pelan di atas meja, mengarahkan pandangannya lurus padaku. Ditatap seperti itu, membuat tubuhku membeku dan hanya bisa menelan ludah pelan."Mas Andra, kenapa masih belum tidur juga?" tanyanya setelah beberapa saat.Aku menggaruk kepala yang tiba-tiba merasa gatal."Aku tadi berencana membuat kopi sebagai teman lembur malam ini, kamu

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   26. Kedatangan Ibu

    Kedatangan Ibu***Aku sungguh tidak mengerti dengan cara berpikir Sania. Bagaimana mungkin dia bisa beradaptasi, mengambil hati anak-anakku jika kelakuannya masih sama seperti itu. Dia bahkan terkesan tidak berusaha sama sekali, dan justru memanfaatkan keberadaan Alya di rumah ini dengan membiarkannya mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dilakukan seorang pembantu rumah tangga.Kulihat Alya lewat kaca spion yang duduk di belakang bersama Haikal, dia memandang ke luar jendela sambil menopang dagu. Sekilas dia terlihat begitu lelah, lingkar hitam di bawah matanya jelas terlihat. Apakah dia selama tinggal di rumahku kurang tidur dan tidak mendapatkan istirahat dengan benar? Tapi kenapa dia tidak pernah mengeluh?"Hmm ...." Aku mendehem untuk membuka percakapan."Alya, nanti malam kamu tidak usah memasak untukku. Aku akan makan di luar bersama rekan kerjaku," kataku membuka percakapan.Alya merubah posisi duduknya, melihat sekilas ke arahku sebelum akhirnya dia menyandarkan punggungnya.

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   27. Ibu Datang Sania Meradang

    Ibu Datang Sania Meradang***Sania berdiri kaku di depan pintu, dia bahkan tidak meneruskan kalimatnya. Dia sesekali mencuri pandang ke arahku, mungkin memintaku untuk menolongnya keluar dari situasi seperti itu. Jangankan untuk menolongnya keluar dari situasi seperti itu, aku sendiri bahkan tidak tahu apa yang akan kulakukan jika nantinya ibu mengetahui siapa Sania sebenarnya."Andra, bisa kamu jelaskan siapa wanita ini?" tanya ibu sambil memandangku."Bu, dia ini ... pembantu yang bekerja di sini," kataku ragu. Karena hanya itu kalimat yang terlintas di pikiranku saat itu."Apa?!"Ibu melotot menatapku, beliau yang sebelumnya berdiri di dekat meja makan kini berjalan mendekati Sania dan mulai memerhatikan Sania dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lalu ibu menarik napas dalam dan membuangnya kasar. Beliau kembali menatapku setelah merasa cukup memerhatikan Sania."Andra ... ibu tidak salah dengar, kan, kalau dia ini pembantu baru di rumahmu?" Ibu berkata dengan suara berat, aku bis

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   28. Alya Pamit Pulang

    Alya Pamit Pulang ***Rasa canggung tiba-tiba datang setelah Sania meninggalkan kami dan hanya tinggal kami berdua saja.Alya mengangkat kedua bahunya, sebelum akhirnya dia berjalan untuk mengambil keranjang baju yang tadi diletakkan di kursi ketika melihat Sania.Dia berjalan pelan menuju kamar yang tidak jauh dari kamar Sania. Biasanya kamar itu digunakan saat ada saudara yang menginap."Biar aku bantu membawa keranjangnya," kataku sambil mengambil keranjang dari tangan Alya."Tidak usah, Mas, aku bisa membawanya sendiri," ujarnya sambil berusaha mengambil kembali keranjang dari tanganku."Tidak apa-apa, kamu pasti sangat capai setelah seharian menjaga Hanna dan Haikal, belum lagi harus membersihkan rumah dan memasak untuk kami.""Aku tidak lelah, kan ada mbak Suci yang membantu," jawabnya berusaha menutupi kejadian yang sebenarnya.Aku tersenyum miris, mungkin Alya dan Laila memiliki karakter yang berbeda, namun mereka memiliki satu kesamaan, sama-sama pandai menyembunyikan sesuat

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   29. Sania Membuat Ibu Meradang

    Sania Membuat Ibu Meradang ***Selepas ashar, sebuah mobil berhenti di depan rumah. Seorang pria muda keluar, disusul seorang wanita cantik yang mengikuti dari belakang. Dia adalah mas Ilham, rupanya dia datang bersama dengan tunangan, Nirmala.Alya menyambut kedatangan mereka, matanya berbinar saat melihat Nirmala datang bersama kakaknya, mas Ilham."Mbak Mala kok bisa bareng mas Ilham, gimana ceritanya?" tanyanya."Aku sengaja ikut tadi, kangen sama Haikal," jawab Nirmala sambil mencubit pipi Haikal yang ada di gendongan Alya."Kalian tidak ingin masuk dulu? ibu ada di dalam," kataku. Dan di saat bersamaan, ibu yang berada di dalam kamar keluar."Wah, ada tamu rupanya, ayo masuk semua, jangan berdiri di depan pintu begitu," ucap ibu.Rumah terasa begitu hidup, Alya, Nirmala dan mas Ilham saling sahut-sahutan ketika berbicara. Berbeda denganku, yang hanya jadi pendengar tanpa bisa mengimbangi obrolan mereka. Aku bahkan tidak tahu topik yang sedang mereka bicarakan. Bagaimana bisa me

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   30. Sania Berubah

    Sania Berubah ****"Mas, kamu telah berubah. Apakah kehadiran bocah itu di rumah ini yang telah mempengaruhi pikiranmu sehingga kamu tega melakukan semua itu padaku?" tanya Sania dengan suara gusar."Sania, kamu salah paham dengan ucapanku. Lagipula, yang berubah itu kamu, Sania. Kamu begitu berbeda dengan Sania yang selama ini aku kenal, sehingga aku hampir tidak bisa mengenalimu lagi," jawabku mencoba meredakan emosi sekaligus menenangkan Sania."Mas ... kamu keterlaluan," desisnya sambil melipat kedua tangan di depan dada."Kamu yang keterlaluan, sudah berapa kali aku mengingatkanmu agar belajar untuk menyukai keluargaku, anak-anakku. Tapi nyatanya, selama kamu berada di sini, kesempatan itu tidak kamu pergunakan dengan baik. Justru kamu membuat semua berantakan," ucapku putus asa. Aku benar-benar kehabisan kata-kata dan tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya agar memahami situasiku saat itu."Apakah ini ada hubungannya dengan bocah itu? Maksudku mantan adik iparmu?" selidik

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   31. Kejutan Dari Rio

    Kejutan Dari Rio***"Mas, apakah benar yang dikatakan ibumu tadi kalau Alya akan tinggal di sini lagi?" tanya Sania ketika ibu dan Hanna sudah masuk kamar. Wajahnya yang tadi sempat terlihat bahagia, kini menjadi cemas."Iya, dia hanya mampir Sania. Kamu kan, dengar sendiri tadi." Aku mencoba menjelaskan.Sania mendengkus, melipat kedua tangannya di depan dada sambil menyandarkan punggungnya ke dinding. Dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Hal itu terlihat jelas dari raut wajahnya, dahinya berkerut serta dia beberapa kali menarik napas dalam."Sania ... terima kasih," kataku, hingga membuat wanita itu mengalihkan pandangan ke arahku."Untuk apa, Mas?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi, lalu kedua bola matanya membulat penuh."Karena kamu sudah berusaha dengan baik hari ini, kamu juga sudah membuatkan kopi untukku. Kurasa, kamu berhak mendapatkan apresiasi dan ucapan terima kasih dariku," jawabku lirih, aku mencoba mengulas senyum untuknya, meskipun senyum itu kurasa sedikit kak

Bab terbaru

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   110. All Well End Well

    All Well, End Well****Alya menatapku, kedua matanya berkaca-kaca, perlahan, air matanya luruh membasahi pipinya."Kamu menangis, Alya?" Tanyaku sambil mengusap air matanya. "Mas ...." ucapannya lirih, memanggilku.Buru-buru aku merengkuhnya ke dalam pelukan. "Kamu hebat, Alya, kamu sudah menunaikan kewajibanmu sebagai istri di malam pertama, kamu sekarang menjadi wanita dan seorang istri seutuhnya," kataku.Alya menenggelamkan kepalanya dalam pelukan, isaknya masih terdengar."Aku sangat bahagia, Mas," ucapnya lirih."Andai aku tahu, kalau menjadi istri itu senikmat ini, seharusnya kita menikah lebih awal," kata Alya lagi.Aku merenggangkan pelukan, mencoba melihat ekspresi Alya, dia tidak lagi menangis, senyum tipis terukir di bibirnya."Alya ... jangan katakan kalau kamu minta lagi?""Aku tidak bilang begitu," ucapnya sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.Namun ucapan Alya tadi, cukup bagiku untuk kembali membawanya berpacu denganku."Kita lakukan lagi, ayolah, pokoknya

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   109. Malam Pertama

    Malam Pertama****Hari ini semua keluarga sudah berkumpul di rumah, aku sendiri, meskipun semalaman tidak bisa tidur karena terlalu gembira dan tidak sabar menunggu hari ini, merasa begitu bersemangat. Tidak merasa ngantuk ataupun lelah.Ibu beberapa kali merapikan baju yang kupakai, sambil sesekali melihat ke luar, kami semua menunggu kedatangan Alya dan keluarganya. Seperti yang telah kami sepakati sebelumnya, kalau kami akan melakukan akad nikah di KUA saja. Dan ternyata, ada beberapa pasangan calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan hari ini. Aku sendiri, mendapatkan nomor urut 3. Tidak apa-apa, aku bahkan bersyukur, dengan begitu, ada waktu untuk belajar mengucapkan ijab kabul."Santai saja, ga perlu tegang begitu. Toh ini bukan pernikahan pertama elu," seloroh Rio yang saat itu memang datang untuk menjadi saksi dalam pernikahan kami."Elo belum ngerasain di posisi gue, coba nanti dah, apakah bakal grogi apa enggak," sungutku.Rio terkekeh, lalu dia kembali berseloroh,

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   108. Bertemu Mas Ilham

    Bertemu Mas Ilham****Buru-buru aku mengakhiri panggilan telepon dari ibu dan sebelumnya mengingatkan agar beliau tidak lupa untuk mempersiapkan acara akad nikah nanti.Pelan, mataku mengeja satu persatu huruf yang tertulis di pesan yang dikirim Alya."Ibu dan Mas Ilham setuju." Aku membaca sekali lagi pesan itu, dan kali ini aku berteriak untuk meluapkan rasa bahagiaku."YESS, gue nikah, gue kawin!!"Teriakku sambil mencium ponsel yang kupegang berkali-kali.Dan aku beruntung di rumah tidak ada siapapun, sehingga tidak akan ada orang yang mengira aku telah gila. Meskipun ada yang menganggap ku gila, aku tidak peduli itu.Aku duduk di tepi tempat tidur dengan perasaan yang masih dipenuhi rasa bahagia. Ketika tiba-tiba ponselku kembali berdering dan membuyarkan semua kegembiraanku."Aku ingin berbicara denganmu, datang ke alamat ini." Sebuah pesan yang dikirim oleh Mas Ilham membuatku mengernyit dahi. "Untuk apa Mas Ilham ingin bertemu denganku? Bukankah dia sudah memberikan ijin pa

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   107. Memenuhi Wasiat Laila

    Memenuhi Wasiat Laila****Pertemuan dengan Nirmala berjalan lancar, bahkan lebih mudah dari yang kubayangkan. Nirmala meyakinkan Alya kalau dirinya tidak akan meninggalkan Mas Ilham hanya karena selalu menunda rencana pernikahan mereka. Nirmala melakukan semua itu, karena ingin membuat Mas Ilham bisa bersikap lebih tegas dan mengerti posisi dirinya.Sebagai seorang wanita, Nirmala merasa statusnya selalu digantung. Meskipun Mas Ilham selalu meyakinkan dirinya untuk selalu setia dan akan segera menikah dengannya begitu Alya menikah, namun hal itu tidak cukup untuk membuat Nirmala sabar menunggu. Mengingat usianya sudah tidak lagi muda, dan tidak ada yang bisa menjamin jika Mas Ilham akan memenuhi semua janjinya. Selain itu, tekanan dari kedua orang tuanya, semakin membuat Nirmala tidak mempunyai banyak pilihan, selain mendesak Mas Ilham untuk segera menikah dengannya. Untuk hal itu, aku bisa memahaminya. Walau bagaimanapun, Nirmala adalah seorang wanita. Dia bahkan sudah menghabiska

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   106. Ini Salahku

    Ini Salahku****Nirmala masih mematung di tempat duduknya, dia terlihat sangat terkejut dengan kehadiran Alya di sana, karena aku sedari awal memang tidak mengatakan padanya kalau Alya juga akan datang. Selain itu, sepertinya ucapan Aly lah yang membuatnya terpaku seolah kehilangan kata-kata.Aku tidak tahu, apa yang telah terjadi di antara mereka berdua, namun melihat bagaimana reaksi Nirmala padaku, juga caranya dia berbicara dengan Mas Ilham yang selalu menyalahkan Alya, seperti dia memang kurang menyukai Alya.Alya menarik kedua sudut bibirnya hingga membuat matanya sedikit menyipit, dia tersenyum manis padaku. Seolah ingin mengatakan padaku kalau dirinya baik-baik saja, dan akan menyelesaikan masalahnya dengan Nirmala."Mbak Nirmala apa kabar?"Tanya Alya beberapa saat setelah dia duduk di sebelahku, ketika Nirmala sudah terlihat lebih tenang dan keterkejutannya hilang dari ekspresi wajahnya. Meskipun dia masih terlihat canggung dan tidak nyaman berada di sana, hal itu jelas ter

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   105. Menemui Nirmala

    Menemui Nirmala****Alya sudah terlihat lebih tenang, dia juga sudah tidak lagi menangis. Hal itu membuatku merasa sangat lega, setidaknya, semua berjalan sesuai rencana. Alya menerima lamaran dariku, bahkan dia juga bersedia untuk mempercepat pernikahan kami.Alya memandangku lekat, aku mencoba menantang tatapan matanya hingga pandangan kamu beradu. Kesempatan itu kugunakan untuk bertanya sekali lagi padanya."Aku duda dengan dua orang anak, apakah kamu yakin menerimaku untuk menjadi suamimu?" Tanyaku."Aku, Alya, gadis jutek, manja dan keras kepala, akan menerima Andra Haruki sebagai suami sekaligus ibu sambung bagi kedua anaknya. Akan aku cintai dua anak itu, seperti aku mencintai papanya," jawab Alya.Kedua sudut gadis itu terangkat hingga membentuk senyum yang begitu manis. Senyum yang serta Merta membuat duniaku menjadi berwarna, bahkan jauh lebih berwarna daripada lembayung senja di ufuk barat sana. "Kamu cantik sekali, Alya," pujiku."Aku tahu, Mas Andra sering bilang itu pa

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   104. Menikahlah Denganku

    Menikahlah Denganku***"Mas ... kamu ini kenapa, sih?"Alya bertanya, wajahnya terlihat sedikit bingung. Melihat dia yang kebingungan, membuatnya terlihat semakin menggemaskan, terlebih, dengan kedua pipi yang merona merah.Aku mengeluarkan cincin yang kubeli beberapa waktu yang lalu, namun belum sempat memberikan padanya karena menunggu waktu yang tepat, dan sepertinya, waktu itu telah datang untukku memasang cincin itu di jari manisnya."Mas, ini ...."Alya menggantung kalimatnya ketika aku meraih tangannya, serta menyematkan cincin di jari manisnya. "Aku, Andra Haruki, duda dengan dua orang anak. Hari ini memintamu untuk menjadi istriku, maukah kamu menikah denganku?" Tanyaku pada Alya.Mata gadis itu berbinar, wajahnya yang sejak tadi bersemu merah, kini makin merona. Dia memandang tanpa berkedip pada jari manisnya, jari yang baru saja kusematkan cincin di sana. Beberapa kali dia mengerjap, meskipun dia masih belum berkata, namun dari bahasa tubuhnya, bisa kulihat pancaran kebah

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   103. Mas Ilham dan Nirmala

    Mas Ilham dan Nirmala****Berkali-kali aku menghela napas dalam, kepalaku kembali berdenyut setiap kali aku mengingat kalimat demi kalimat yang diucapkan Wida tadi.Seumur hidup, aku tidak pernah berpikir untuk melakukan apa yang dia sebarkan tersebut. Bahkan, seandainya diberi kesempatan untuk terlahir kembali pun, aku tetap akan memilih untuk dilahirkan menjadi diriku saat ini, sebagai lelaki normal yang mencintai wanita dan mempunyai anak.Kusandarkan punggungku di sandaran kursi dan memejamkan mata. Pengakuan Wida tadi, membuatku berpikir sejenak tentang apa yang dia katakan. Dia bilang kalau dirinya menaruh perasaan terhadap Rio selama ini, namun yang aku tidak mengerti, kenapa dia tidak pernah mengungkapkan isi hatinya atau setidaknya, menunjukkan rasa sukanya terhadap Rio.Jangan-jangan selama ini aku saja yang tidak peka dengan perubahan sikapnya setiap kali bertemu dengan Rio.Lalu ingatanku melayang pada sebuah kejadian beberapa waktu yang lalu.Seperti biasanya, aku selal

  • Kusesali Usai Istriku Pergi   102. Cemburu Yang Membutakan

    Cemburu Yang Membutakan ***"Apakah saya pernah berbuat suatu kesalahan padamu, Wida?"Aku kembali bertanya pada Wida yang masih bersimpuh di lantai, karena sejak tadi, dia hanya menangis sambil mengucapkan kata maaf tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya kesalahan yang telah dia lakukan. Meskipun sekilas, aku sudah mempunyai gambaran tersendiri. Wida, sudah cukup lama gadis itu bekerja di perusahaan tempat aku bekerja. Sebelum menjadi sekretarisku, dia dulu bekerja di bagian administrasi. Entah bagaimana ceritanya, sehingga dia mendapatkan posisi sebagai sekertaris. Awalnya aku sering salah memanggil namanya, karena dia memiliki nama yang hampir sama dengan sekretaris sebelumnya, Widi, yang mengundurkan diri setelah melahirkan anak pertamanya, iya, nama mereka hanya beda satu huruf saja, Widi, Wida.Aku berjalan menjauh dari Wida, kubuka sedikit pintu untuk melihat ke luar. Aku tidak ingin keributan di dalam ruang kerjaku ada yang menguping, kemudian menyebarkan berita palsu dan tid

DMCA.com Protection Status