Beranda / Romansa / Kursi Panas di Kantor / Bab 81 - A Confession

Share

Bab 81 - A Confession

Penulis: JEMMA JEMIMA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

GISELLE

Dadanya bergemuruh kencang ketika dia mendapatkan kecupan yang panas dan berintensitas tinggi dari Akira.

Apa yang terjadi?

Akira melepas pagutannya, namun tetap mengetatkan pelukannya.

“Ada apa?” tanya Giselle seraya mencoba memfokuskan pandangannya kepada pria di hadapannya.

Akira menyentuh wajahnya dan mengecup dahinya perlahan. Gestur yang begitu manis dari Akira.

“Nggak apa-apa, tapi aku hanya butuh memelukmu seperti ini,” jawab Akira yang membuat Giselle semakin bingung.

“Apa karena Andin?” tebak Giselle.

Tapi Akira menggelengkan kepalanya dengan tegas.

“Dia datang ke sini semakin membuatku yakin, kalau kamu the one.” tandas Akira yang membuat jantung Giselle kembali berdegup kencang.

Ini sebenarnya saat yang tepat bagi Giselle untuk mengungkapkan perasaannya di hadapan Akira.

“Akira…” ujar Giselle. Dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang.

“Aku sebenarnya…” Akira mendengarkan ucapannya dengan atentif. Menunggu hingga Giselle bisa mengungkapkan semuan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 82 - Minggu yang Penuh Kejutan

    AKIRABadannya terasa hangat. Itu adalah hal yang terlintas pertama kali dalam pikirannya ketika Akira terjaga dan mulai bisa menggunakan otaknya kembali dengan sedikit lebih normal. Dia mengerjapkan matanya singkat, mencoba memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ini kamar Giselle. Akhirnya netranya dapat mengenali ruang kamar yang terlihat estetik namun tetap terjaga kesan femininnya. Dia memeluk Giselle di dalam dekapannya. Giselle hanya memakai lingerie hitam yang membuat kemolekan tubuhnya selalu membangkitkan gairahnya. Saat ini pun dia hanya mengenakan celana boxer. Semalam adalah malam terindah yang pernah dia lewati bersama Giselle. Setelah pengakuan dramatis Giselle, Akira bernapas lega dan kini dia akhirnya bisa menyebut Giselle sebagai kekasihnya. Mereka resmi berpacaran!Malam setelah mereka berbincang di The Swordfish dengan sahabatnya serta Raka dan Nero di ruang privat, mereka akhirnya sepakat untuk kembali ke unit apartment Giselle dan menghabiskan malam di sini.

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 83 - Dinamika Giselle dan Mama

    GISELLE “Lho Ma, kok datengnya pagi banget?” Jantung Giselle berdegup kencang sesaat dia membuka pintu apartemen untuk sang mama. Dia hanya membuka setengah celah di pintu apartemen, dan menjaga jangan sampai mamanya masuk ke dalam ruangannya. “Udah, nanti aku nyusul aja Ma. Aku perlu siap-siap dulu.” ujarnya berkelit. Mama berdecak kesal mendengar permintaannya. “Nggak bisa, hari ini mama harus lihat kamu mau pakai baju apa, dan juga dandannya yang lebih rapi dan feminin dong! Mama agak gimana gitu pas kita ketemu pertama kali dengan keluarga Kelana Sastrowilogo waktu itu,” Mamanya merepet dan menerobos pintu yang sudah Giselle jaga. Bukan Mira Setiadji Suseno namanya kalau dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. “Mama sekarang pilih… Mama jalan duluan dan nanti Giselle susul, atau Giselle nggak berangkat sama sekali,” Di tengah kepanikannya, Giselle memberikan ultimatum kepada sang mama. Mamanya langsung berhenti beberapa jengkal sebelum tiba di kamar Giselle. Tem

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 84 - Project Deal!

    GISELLEAda yang berbeda ketika Giselle datang ke kantor pagi ini. Saat dia melintas dari pintu depan hingga ke ruangannya, beberapa staf melemparkan pandangan aneh ke arahnya. Giselle mengernyitkan dahinya. Apakah ada yang salah dengan makeup dan gaya pakaiannya hari ini?Bergegas Giselle tiba di kantornya dan meraih compact powder Dior kesayangannya dari tas lalu mengecek penampilannya pagi ini. Huh? Tidak ada yang aneh, sepertinya. Ini riasan minimalis yang biasa dipakai sehari-hari kalau ke kantor. Tidak ada yang menor atau terlalu berlebihan. Tapi kenapa anak-anak menatapnya seperti itu?Giselle mencoba menepis perasaannya. Mungkin saja dia overthinking. Dia bertekad tak ingin ambil pusing. Jadinya dia fokus kembali ke pekerjaannya karena sekitar jam 10 pagi ini ini dia akan bertemu kembali dengan Kelana Sastrowilogo di kantornya. Akhirnya Giselle diundang juga datang ke kantornya untuk melanjutkan kembali proposalnya kepada sang konglomerat muda itu. Akira juga rencananya

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 85 - Rumor Kejam

    “Jadi begini Giselle, tim kami mendengar suatu berita yang kurang menyenangkan dan cukup berbahaya dari social media.” Begitu pembukaan diskusi antar Giselle dan Bu Citra saat mereka tiba di ruangan HRD. Giselle mengernyitkan dahinya. Masih bingung akan arah pembicaraan mereka. “Oke, lalu?” tanya Giselle. “Dalam rumor tersebut, disebutkan kalau salah satu senior konsultan perempuan di The Converge mendapatkan proyek dengan cara yang tidak etis.” ujar Bu Citra dengan nada yang tak enak didengar oleh telinga Giselle. “Tunggu dulu… ini dapat info seperti ini dari mana Bu? Dan memang itu menyebutkan nama saya? Kok jadinya fitnah gini ya?” Giselle memanas mendengar tuduhan yang tak langsung dialamatkan kepada dirinya. Senior konsultan di The Converge ya saat ini memang Giselle seorang. Sisanya adalah junior konsultan. Jabatan tertinggi perempuan di kantor ini ya saat ini dipegang Giselle. Makanya Giselle meradang mendengar gosip murahan seperti ini. Bu Citra mengatupkan bibirnya rapa

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 86 - Curhat kepada Akira

    AKIRAJantung Akira bergemuruh melihat betapa kalutnya Giselle saat keluar dari ruangan HRD.Ini pasti sesuatu yang cukup besar hingga bisa membuat kekasihnya bersikap seperti ini. Tanpa berpikir panjang akan konsekuensi sikapnya, Akira menyusul Giselle yang berlari dari kantor dan memilih kabur menuju lift.“Ada apa, sayang? Ayo, cerita dong sama aku,” pinta Akira setengah memohon. Dia begitu khawatir dengan keadaan Giselle saat ini.Satu bulir air mata jatuh di pipi Giselle, dan Akira begitu patah hati melihatnya.Akira akhirnya memutuskan untuk mengambil alih kendali. Dia meraih tangan Giselle dan meremasnya, Mencoba menenangkan gadis ini. Mereka tiba di basement, dan dia mengajak Giselle langsu

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 87 - Pasang Badan

    Kemarahan adalah satu kata yang terlalu biasa untuk menjelaskan perasaannya hari ini. Setelah Akira mengantar pulang Giselle dan memastikan jika kekasihnya beristirahat dengan baik, dia kembali memacu mobilnya menuju kantor.“Nggak usah buka-buka ponsel dulu ya, nanti malam aku langsung ke sini,” Begitu permintaan Akira sebelum dia mengecup kening Giselle dan meninggalkan gadisnya beristirahat di apartemennya.Akira tiba di kantor dengan hati panas membara. Ingin sekali dia mengkonfrontasi Bu Citra yang tidak bisa bersikap profesional dan terang-terangan menuduh serta menyudutkan Giselle tanpa bukti. Memilih untuk mempercayai selentingan yang beredar di media sosial dan menolak sanggahan dari Giselle yang jelas-jelas menjadi korban fitnah di sini.Akira tahu suasana kantor menjadi tidak

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 88 - Menenangkan Giselle

    “Waktu kita nggak banyak, Akira! Saya hanya bisa memberimu waktu satu minggu untuk mencari siapa dalang di balik keributan ini, dan saya ingin besok kalian berdua menghadap menemui saya.” Pak Hasan memberinya ultimatum. “Setelah itu siapkan press release jika keadaan semakin memburuk dan semakin menyudutkan perusahaan kita!” tambal pimpinan tertinggi perusahaan ini. “Bu Citra, tolong jangan semakin memperkeruh suasana, investigasi kita belum selesai. Jadi jangan berspekulasi macam-macam dulu,” tegur Pak Hasan yang membuat Akira sedikit lega. Setidaknya Pak Hasan tidak ikut terhasut akan gosip jahat itu dan saat ini masih memilih bersikap netral. Usai mendengarkan ucapan Pak Hasan, barulah Bu Citra diam dan tak menyudutkan Akira serta Giselle lagi di hadapan Pak Hasan. Meski sangat disayangkan sejujurnya bagi Akira, karena dia mengharapkan Pak Hasan membela Giselle, karyawannya yang sudah berjasa besar dalam firma konsultasi ini, dibandingkan mendengar gosip yang tak jelas dari

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 89 - Sidang dengan Pak Hasan

    GISELLESuasana di ruang privat Pak Hasan tidak kondusif, bahkan di mata Giselle sendiri. Dia sudah sebisa mungkin bersikap tenang dan kooperatif kepada Pak Hasan ketika menjelaskan kembali apa yang sebenarnya terjadi kemarin ketika dia dikonfrontasi secara tidak proporsional oleh Bu Citra. “Tapi kenapa postingan tersebut bisa spesifik menyerang kita dan juga kamu, meskipun tidak ada nama yang tertuang di dalamnya?” Pak Hasan bertanya seraya menarik hisapan cerutunya. “Ini akan saya cari tahu Pak Hasan, saya sedang mencari bantuan dari teman saya, dan kami percaya diri bisa menemukan siapa dalang di balik kerusuhan ini,” Akira yang duduk di samping Giselle sejak tadi membantu menjelaskan hal-hal yang tak Giselle pahami karena kemarin kondisinya sedang tidak stabil. Banyak informasi yang terlupakan karena dia tak bisa berpikir dengan jernih saat gosip tersebut menyerang dirinya. “Sekarang pertanyaan selanjutnya, kalian memang pacaran?” tanya Pak Hasan tanpa berbasa-basi. “Saya meng

Bab terbaru

  • Kursi Panas di Kantor   EPILOG

    EPILOG Akira dan Giselle bertatapan setelah di kursi pelaminan mereka berdua, dan tak lama Giselle terkikik geli dan menepuk lengan Akira sebelum akhirnya terdistraksi oleh beberapa tamu yang mendekat untuk datang memberikan selamat kepada mereka. Akira tak henti-hentinya mengagumi Giselle yang terlihat begitu cantik, elegan dan menawan dalam balutan kebaya modern berwarna silver yang membalut tubuhnya. Wajahnya terlihat bersinar. Make up dan Hairdo yang begitu sempurna membuat decak kagum tamu yang melihat Giselle. Tak sedikit yang memuji secara langsung dan mengatakan kalau Giselle cocok menjadi selebriti atau model papan atas. Mereka pun mengangguk setuju ke arah Akira dan mengatakan kalau mereka pasangan serasi. Tampan dan cantik dalam hari istimewa mereka. “Kamu capek?” bisik Akira kepada Giselle yang masih memasang senyumnya selepas para tamu kembali turun. Giselle menggelengkan kepalanya. Tapi perempuan yang kini telah resmi menjadi istrinya melirik ke arah mama dan p

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 116 - Persiapan

    AKIRA Akira merasa sedang berada di atas angin. Semua yang dia inginkan kini berada dalam genggamannya. Tunangannya yang cantik, baik hati dan pintar luar biasa. Keluarga Akira yang begitu mendukung hubungan mereka. Sikap calon mertuanya yang semakin hari semakin melunak kepada dirinya. Meskipun tentu saja terkadang mereka masih suka kelepasan mengontrol sikap snobbish-nya di hadapan Giselle dan Akira. Tapi Akira sadar, mungkin memang mereka yang terbiasa dengan perlakuan golden spoon sehingga realitas mereka berbeda dengan Akira yang memang dibesarkan secara membumi dan sederhana. Tapi untungnya kini sudah tidak ada tendensi merendahkan lagi kepada Akira, dan mereka sudah mulai bisa membuka hati mereka kepada Akira. Kini jadwal malam minggu Akira dan Giselle menjadi lebih padat daripada biasanya. Kini, Tante Mira dan Om Anton terkadang berebut slot, bersikeras agar Giselle mendatangi rumah mereka masing-masing atau mereka mencari waktu untuk lunch bersama di restoran sambil men

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 115 - Strategi Mas Damar

    Balasan tajam yang Mas Damar lancarkan membuat napas Papa memburu keras seperti habis bertengkar hebat. Tante Elena yang duduk diam di samping papa hanya bisa mengusap punggung papa, sedangkan Giselle meremas jemari Mas Damar yang duduk di sampingnya, menatap Papa dengan tatapan tajamnya. Sepertinya memang berdiskusi dengan papa adalah satu hal yang begitu sulit. Rasa-rasanya restu dari Papa akan sulit mereka dapatkan dan mereka harus siap dengan batu terjal yang termanifestasi dalam bentuk kekeraskepalaan Papa untuk menolak hubungan Giselle dan Akira. Mas Damar setelah ditenangkan oleh Giselle akhirnya menghela napas panjangnya. “Pa, apa yang membuat Papa begitu keras kepala tidak menyukai hubungan Giselle dan Akira? Mereka pasangan yang sempurna dan aku melihat Akira begitu bertanggung jawab sebagai lelaki dan begitu menghormati serta mencintai Giselle,” ujar Mas Damar yang memuji Akira dengan tulus. Papa masih terdiam dengan wajah yang mengeras setelah perdebatannya dengan Mas

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 114 - Bertemu Papa Giselle

    GISELLEBenar sesuai janji Mas Damar, dia datang ke kediaman Giselle sebelum mereka bertolak menuju rumah ayah mereka di daerah Pondok Indah. Ini pertama kalinya Mas Damar datang mengunjungi unit studio apartemen milik Giselle. “Wah, tempatmu ternyata nyaman juga ya,” puji Mas Damar saat menginspeksi apartemen Giselle. “Terima kasih, Mas!” jawab Giselle. Saat ini mereka sedang menunggu Akira tiba dan mereka bertiga bisa pergi bersama menuju rumah ayahnya. “Giselle, tenang saja, aku pasti akan mendukung dan membela kamu. Jangan terlalu dipikirin nanti respon papa akan seperti apa,” ujar Damar dengan serius sejurus kemudian. Giselle sontak tersenyum miris. “Sebelum aku ketemu Akira, aku selalu saja merasa kalau ada yang salah sama diriku. Sepertinya mama dan papa nggak pernah puas sama aku. Apa saja yang aku lakukan dianggap salah di mata mereka,” Giselle mengingat kembali kepingan masa lalunya. Hidup sebelum dia mengenal Akira terasa begitu jauh dan pudar. Berbeda ketika Akira d

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 113 - Kejadian di Cork&Screw

    “Ayo kita bicara!” ujar Pak Hasan dengan cukup keras. Membuat beberapa pengunjung menoleh penasaran ke arah mereka. Beberapa waitress melirik was-was pula ke arah sumber keributan.“Tapi saya sedang ada urusan lain,” jawab Akira tak kalah dingin.Tak bisakah mantan bosnya itu melihat dia sedang bersama orang lain?Tapi sepertinya Pak Hasan sedang diliputi kemarahan dan dia tak peduli bahkan tidak melirik sedikitpun ke arah Raka, Giselle dan Damar.“Kamu bisa-bisanya menarik klien kakap kita dan meminta mereka untuk mundur bekerja sama dengan The Converge! Kotor sekali caramu itu!” Wajah Pak Hasan sudah memerah, dan urat di dahinya mulai keluar–seiring dengan meningkatnya emosi Pak Hasan.

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 112 - Onboarding

    AKIRAAkira tiba di kantor Darius pagi ini dan diharapkan untuk langsung menemui Raka serta head of HR perusahaan ini. Dengan nominal bonus sign in yang telah ditransfer Darius tempo hari, tentu saja Akira harus datang lebih awal dan menunjukkan komitmennya untuk bergabung dengan perusahaan ini dengan sungguh-sungguh. “Hey Akira, akhirnya datang juga!” Raka ternyata telah menyambutnya dan memintanya untuk segera naik ke lantai 50, tempat Darius dan yang lainnya berkantor. Saat di foyer lantai 50, dia melihat ada beberapa gadis berperawakan tinggi seperti Giselle yang menyambut Akira dengan senyum mereka. Setelah menyampaikan kalau dia ingin bertemu dengan Raka dan Darius, sikap mereka berubah profesional dan menunjukkan di mana ruangan yang telah disediakan oleh Raka sebagai tempat Akira menunggu. “Siapa dia? Kok ganteng sih? Rekan kerja Pak Darius kah?” Sayup-sayup Akira masih bisa mendengar diskusi para resepsionis tersebut sebelum pintu ditutup. Tak lama Raka datang dengan seo

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 111 - Rekonsiliasi Mengharukan

    Giselle tiba di sebuah gedung perkantoran besar di kawasan SCBD tempat di mana co-working space Mas Damar berada. Giselle berdiri di depan resepsionis sambil menunggu Mas Damar menjemput dirinya. Tak lama, Mas Damar datang dari dalam salah satu ruangan. Hari ini penampilan kakaknya terlihat casual dan santai, namun tetap terlihat rapi dan menawan. Khas gaya CEO muda perusahaan rintisan. “Giselle! Akhirnya kamu datang!” sapa Mas Damar dengan sumringah. “Kamu sudah sarapan belum? Mau sarapan dulu di bawah? Ada kafe di bawah dan croissant-nya juara,” tawarnya kepada Giselle penuh semangat. Ini merupakan sisi lain Mas Damar yang tidak Giselle kenal. Tapi sesungguhnya Giselle sangat menyukai sisi lain kakaknya yang hangat seperti ini. “Aku sudah sarapan tadi dari rumah. Tapi kalau Mas Damar ingin ke kafe itu ayo aku ikut aja,” Giselle menawarkan. “Oke, kita turun sebentar ya. Sekalian aku mau cek supply kopi di kafe tersebut. Ada keluhan atau nggak,” ujar sang kakak. Mereka tu

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 110 - Life Goes On

    GISELLE Saat perjalanan pulang, ponsel Akira kembali berdering dan cukup membuat konsentrasi sang kekasih sedikit terbelah saat mengendarai mobil untuk mengantar Giselle kembali pulang dari rumah mamanya ke apartemennya. “Sayang, mending kita menepi dulu deh. Aku penasaran siapa itu yang dari tadi telepon kamu nggak putus-putus,” Giselle akhirnya gregetan dan meminta Akira untuk menepikan mobilnya terlebih dahulu dan mengecek siapa yang menghubunginya malam-malam ini. Tak lama, mereka menepi dan mengecek ponselnya. “Hmm… Pak Hasan menghubungiku berkali-kali,” ujar Akira seraya mengernyitkan dahinya. “Huh? Ngapain dia telepon kamu?” Giselle jadi ikut penasaran. Tak lama, ponsel Akira kembali berdering dan akhirnya pria itu mengangkatnya. “Pak Hasan,” ujar Akira dengan dingin, meskipun masih terdengar sedikit sopan. Giselle mencoba menganalisa apa pembicaraan mereka berdua. Kepalanya mendekat ke arah Akira, dan Akira yang menyadari sikap konyolnya tertawa tanpa suara sebe

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 109 - Restu Tante Mira

    Dering ponsel di saku celananya begitu mengganggu sepanjang perjalanannya menuju rumah mamanya Giselle yang terletak di kawasan Dharmawangsa, Kebayoran Baru - Jakarta. “Kamu nggak mau angkat teleponnya?” Giselle yang tadinya sudah gugup seharian ini karena Akira mengiyakan ajakan mama Giselle untuk menemui mereka berdua, akhirnya terdistraksi juga dengan suara ponsel Aira yang bergetar sedari tadi. “Nanti saja, yang pasti ini bukan dari keluarga. Nada dering mereka aku setting berbeda,” jawab Akira seraya mengernyitkan dahinya. “Oke kalau begitu,” ucap Giselle pasrah. “Akira… nanti kita bakal bicara apa sama Mama?” Tak lama Giselle bersuara, menyiratkan kekhawatiran yang dari tadi bergumul di dalam hatinya.

DMCA.com Protection Status