Home / Romansa / Kursi Panas di Kantor / Bab 3 - Tensi Tinggi

Share

Bab 3 - Tensi Tinggi

Author: JEMMA JEMIMA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Uh… se … selamat pagi, uh …” Salah seorang resepsionis yang tergagap ketika melihat Akira datang ke dalam kantor membuat dirinya menahan senyum. 

Dia beberapa kali mengalami kejadian seperti ini, tapi tetap saja dia selalu tidak terbiasa! 

“Halo selamat pagi! Saya Akira, ini hari pertama saya di sini. Saya ingin bertemu dengan Pak Hasan …” ucap Akira sambil melempar senyum dan dibalas dengan raut wajah memerah dari sang resepsionis. 

Setelah memberitahukan namanya dan menyatakan tujuannya untuk bertemu dengan Pak Hasan, dia dibawa ke ruangan pribadi Senior Partner. 

“Akira! Akhirnya! Selamat datang di The Converge. Senang sekali kamu akhirnya bergabung dalam tim kami.” Pak Hasan yang tadinya sedang duduk sambil membaca sebuah berkas mendadak berdiri dan menyambutnya dengan hangat. 

“Ayo duduk dulu, kita bisa berbincang sebentar sebelum saya mengenalkan kamu dengan rekan-rekan kerja di sini,” ujar Pak Hasan dengan sumringah. 

Akira tersenyum dan sukses membuat lesung pipinya tercetak dalam. Dia senang di hari pertamanya mendapatkan suntikan semangat dari Senior Partner yang sudah malang melintang dalam dunia consulting ini. 

“Gimana… gimana? Apa kesan pertama kamu saat tiba di sini?” tanya Pak Hasan dengan ramah. 

“Wah saya merasa disambut dengan hangat Pak. Jadi semakin semangat untuk bertemu rekan-rekan lainnya, Pak.” Jawaban Akira disambut dengan anggukan semangat dari Pak Hasan. 

“Mau bertemu sekarang? Sekalian kita bisa berkeliling kantor dulu sebelum kamu nanti ngobrol sama tim HR kita dan juga menjadwalkan meeting pertama dengan tim baru kamu.”

“Ide yang bagus, Pak Hasan. Saya sudah tidak sabar memulai hari di The Converge,” ucap Akira percaya diri. 

Mereka akhirnya beranjak dari ruangan Pak Hasan dan Akira mengedarkan pandangannya di sekeliling open space yang dipakai beberapa karyawan untuk berkumpul dan berbincang mengenai sesuatu. 

Para karyawan dan ehem – terutama staff perempuan melirik diam-diam dan penuh rasa takjub ke arah Akira. Penasaran siapa pria tampan misterius bersama Pak Hasan. 

Apakah potensial klien mereka?

Dan rasa penasaran mereka terjawab ketika Pak Hasan dengan nada riang mengenalkan kalau Akira adalah tim baru The Converge dan menjabat dengan posisi partner menggantikan posisi Mas Dirga yang kosong dua bulan lalu. 

Koor suara ‘ooh’ diselingi dengan cekikikan memenuhi ruangan, sampai-sampai Pak Hasan menggelengkan kepalanya melihat itu semua. 

“Ayo kita lanjut. Dua ruangan lainnya adalah ruang senior partner. Ada Bagas dan juga Teddy. Tapi mereka hari ini tidak datang karena ada meeting dengan klien di luar, jadi mungkin nanti saja kamu bisa mengobrol kalau mereka sudah di kantor.” 

Pak Hasan kemudian mengajaknya berkeliling, melihat beberapa ruang pertemuan yang bisa digunakan Akira dengan memberikan jadwal sebelumnya kepada sekretaris. 

Menunjukkan di mana pantry berada, serta terakhir membawa ke satu ruangan kecil yang ada di pojok kantor. 

“Dan ini… ruang salah satu senior konsultan kita. Dia luar biasa brilian dan berbakat, dan nanti dia akan bekerja denganmu,” ungkap Pak Hasan dengan bangga. 

“Dia sebelumnya dimentori oleh Dirga, yang sebelumnya ada di posisi kamu, makanya peningkatan karirnya sangat pesat.” tambah bosnya. 

Akira mengangguk senang. Dia merasa sepertinya senior konsultan ini sangat kompeten, dan dia tak sabar untuk bekerja bersama pria ini. 

“Ah, satu lagi… Giselle ini orangnya perfeksionis, and some say she’s difficult to work with. Tapi kurasa itu karena dia memang sangat teliti dalam pekerjaannya. ”

Otak Akira mencerna ucapan Pak Hasan yang membuatnya terperanjat. 

Oh, ternyata senior konsultan ini adalah perempuan! Dia malu sendiri karena timbul pikiran bahwa orang kompeten hanyalah laki-laki. 

Snap it out, Akira!

Tunggu dulu ... 

Giselle ... nama itu sepertinya beresonansi dalam otak dan hatinya.

Giselle ... 

Dia mencoba mengingat kembali apakah dia pernah mengenal seseorang yang bernama Giselle yang menurut Akira namanya begitu familiar. 

Hatinya entah kenapa bergelenyar ketika dia mencoba melafalkan nama tersebut. 

Pintu ruangan kecil itu terbuka dan seorang dengan kaki jenjang keluar dari dalam sambil membawa tumbler dan membaca iPad yang digenggam di tangan kanannya. 

Awalnya perempuan cantik itu tidak sadar ada Pak Hasan dan Akira yang berdiri di dekat ruangannya. Sampai akhirnya dia mengangkat wajahnya dan matanya membulat besar ketika melihat Akira. 

“Ah, Giselle. Perkenalkan, ini Akira. Mulai hari ini dia akan menjadi bagian dari keluarga besar The Converge sebagai Partner. Dia menggantikan posisi Mas Dirga mulai saat ini.” Pak Hasan saling mengenalkan antara Akira dan perempuan asing yang terlampau sering menghampirinya di dalam mimpi. 

Giselle terkesiap melihatnya. 

Sama seperti Akira yang terperanjat kaget, namun dia lebih jago menyembunyikan gejolak yang berkecamuk dalam dadanya. 

“Hai, Giselle … akhirnya kita berjumpa,” ujar Akira seraya menyodorkan tangannya kepada si gadis cantik yang berdiri mematung di hadapannya kini. 

“Kamu!” seru Giselle dengan kaget. Ia hanya bisa membuka dan menutup mulutnya tanpa bisa berkata-kata lagi.

"Pak Hasan? Kenapa ada dia di sini?" 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ciyee.. ketemu juga sama tuan putri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 4 - Pertemuan Kembali

    Pernahkah kalian dilanda kekagetan luar biasa sampai-sampai merasakan sensasi otak membeku, lidah yang menjadi kelu, dan tidak bisa merespon seluruh sensori yang berjalan di setiap momen waktu?Giselle merasakannya sekarang. Dia tadi keluar ruangannya karena dia ingin pergi ke pantry untuk mengisi ulang chamomile tea miliknya yang mulai mendingin karena suhu AC pagi ini yang begitu brutal menurutnya. “Ah, Giselle. Perkenalkan, ini Akira. Mulai hari ini dia akan menjadi bagian dari keluarga besar The Converge sebagai Partner. Dia menggantikan posisi Mas Dirga mulai saat ini.”Suara riang Pak Hasan rasanya bak petir yang menyambar di siang bolong. Ada dua hal besar yang menjadi titik perhatian Giselle seketika dia mendengar berita mengejutkan ini. Pertama, mengenai posisi yang Giselle idam-idamkan.Dan yang kedua, mengenai pria asing namun familiar yang berdiri di hadapannya; Giselle memprediksi bahwa dia sama kagetnya seperti dirinya sekarang. Giselle menggelengkan kepalanya sekal

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 5 - Taruhan

    “Selamat pagi Giselle,” ujar Akira yang disambut dengan delik kesal dari pemilik bulu mata lentik si empunya nama. “Saya sedang tidak ingin berbasa-basi, Akira … ” jawab Giselle memutar bola matanya. Akira bersedekap dan menunggu lanjutan kalimat Giselle yang memang terdengar begitu hostil dan tidak bersahabat. “Kamu tahu itu posisi yang saya incar sejak Mas Dirga resign!” seru gadis itu. Rasa kesalnya tidak dia coba tutupi, dan justru diperjelas dengan dentaman tumbler stainless steel-nya yang beradu dengan meja kerjanya yang kental dengan desain khas Skandinavia lewat potongan bersih dan fungsionalnya. “Tentu saja saya nggak tahu soal itu,” kilah Akira. “Saya rasa itu urusan internal antara kamu dan Pak Hasan yang seharusnya kamu selesaikan internal dengan beliau, bukan gontok-gontokan begini sama saya,” tandas Akira. Giselle tahu itu. Tapi tetap saja dia merasa kesal serta kecewa. Satu orang yang bisa dia jadikan sebagai pelampiasan ya orang yang berada di depannya ini. Berd

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 6 - Konfrontasi

    Akira mencoba menahan senyumnya melihat gestur perempuan yang entah sudah berapa kali sukses singgah dalam mimpi-mimpi indahnya di malam hari selama tiga bulan terakhir ini. “Siapa bilang aku kikuk! Mungkin dirimu saja yang terlalu kegeeran!” jawab Giselle sambil bersungut-sungut. Dia akhirnya duduk di sofa tunggal dan menghadap Akira yang sudah duduk dengan nyaman. “Kamu … ” ucap Giselle di waktu yang bersamaan ketika Akira berkata, “Giselle …”Mereka berdua kemudian terdiam sesaat, sebelum Akira akhirnya memecah suasana. “Silakan kamu duluan, ingin bicara apa?” tanya Akira seraya melemparkan senyum sopannya. Giselle mengerutkan keningnya, pertanda jika dia masih belum bisa mempercayai Akira seratus persen. Jelas sekali terlihat dari gestur tubuhnya. Gadis cantik itu akhirnya menghela nafas panjangnya. “Sebelum kita bicara lebih lanjut, saya cuma ingin menekankan, anggap saja malam itu tidak pernah terjadi.” ungkap Giselle dengan tegas. Kali ini giliran Akira yang mengerutka

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 7 - High Stake

    Meminta maaf adalah satu hal yang cukup menyulitkan bagi ego Giselle. Dia tidak terbiasa untuk meminta maaf, karena apa yang dia lakukan dia rasa tak pernah salah. Dia melakukan berbagai macam hal penuh tekad dan perhitungan. Tujuannya untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan yang bisa saja berdampak pada orang lain, yang mengakibatkan dia harus meminta maaf sebagai bentuk tanggung jawab. Dan mengutarakan permintaan maaf kepada Akira membuatnya harus menekan egonya dalam-dalam. Dia tahu apa yang dia lakukan malam itu adalah sebuah kesalahan. Dan kini dia dikonfrontasi oleh Akira sendiri, hingga dia harus mengakui kesalahannya dan perbuatannya yang jelas membuat orang sakit hati. Akira pun sepertinya kaget dengan pernyataan maaf yang barusan Giselle ucapkan dengan terbata-bata. Dia menaikkan alis kanannya yang terlihat tebal membingkai tatapan tajamnya. “Apa yang kulakukan waktu itu tindakan pengecut,” ujar Giselle pelan. “Dan aku minta maaf untuk itu, okay?” dia menekankan sekali

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 8 - Let Seal the Deal

    “Ah, halo selamat pagi Pak Darius! Bagaimana kabarnya Pak?” ujar Akira saat menerima sambungan telepon. Sorry … Akira merapalkan kata tersebut kepada Giselle, dan menunjuk ponselnya yang menginterupsi percakapan mereka. Giselle hanya bisa menghela nafasnya seraya memijat keningnya. “Ah iya benar, saya resign dari kantor sebelumnya nih, Pak Darius. Sekarang saya di The Converge sebagai partner. Ini hari pertama saya lho Pak,” Akira tertawa membalas ucapan lawan bicaranya. “Oh … boleh Pak, nanti saya atur waktu dengan PA Pak Darius agar bisa menjadwalkan meeting dengan Anda, Pak.” Setelah berbasa-basi sebentar, Akira menutup sambungan ponselnya dan akhirnya menaruh kembali ponsel miliknya di atas meja kaca ruang Giselle. “Okay, kita bisa lanjutkan lagi,” ujar Akira. Tapi sepertinya Giselle sudah malas berdebat dengannya dan menyadari jika sejak pagi tadi, mereka berdua menghabiskan energi untuk berdebat hal-hal yang sebenarnya tidak penting, tapi tetap menguras energi dan emosi

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 9 - Makan Siang di Kizahashi

    GISELLEGiselle langsung kabur begitu dia mendengar denting lift menandakan mereka telah sampai di lantai 20 tempat restoran Jepang kesukaannya berada. Pertanyaan singkat yang Akira lontarkan sebenarnya membuat Giselle kelabakan. Kenapa dia membenci Akira?Sebenarnya kata membenci terlalu kuat untuk menjelaskan emosi yang Giselle rasakan jika dia berhadapan dengan Akira. Dia tidak membencinya, hanya saja dia merasa perasaannya menjadi campur aduk ketika bertemu partner ons yang ternyata kini menjadi bos barunya, terlebih lagi mengambil posisi yang sudah Giselle incar untuk kenaikan jenjang karirnya. “Bu Giselle, berarti nanti kerja bareng Pak Akira dong ya?” Rindi bertanya kepada Giselle di sela-sela waktu mereka menunggu untuk mendapatkan ruang khusus di restoran ini yang mengakomodir rombongan The Converge yang mencapai sekitar sepuluh orang. Giselle hanya tersenyum rikuh. Ya memang dia akan bekerja bersama lelaki itu. Dan itu pula sumber bad moodnya sejak tadi pagi. “Kok bis

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 10 - Akira dan Keluarga

    AKIRAAkhir pekan minggu ini Akira akhirnya memutar kendaraannya ke rumah orang tuanya yang terletak di kawasan Jakarta Selatan setelah berjanji akan kembali pulang waktu pembicaraan teleponnya bersama mama hari Senin lalu. Akira keluar dari rumah orang tuanya sejak dia mulai merantau berkuliah di Tokyo Daigaku atau Universitas Tokyo di Jepang saat berumur delapan belas tahun. Di Tokyo dia tinggal bersama sepupunya, Daisuke Honda yang lebih tua empat tahun dibanding dirinya. Empat tahun yang cukup gila di sana, sebelum akhirnya ditambah lagi dua tahun untuk mengejar program master sambil bekerja di perusahaan Deloitte Tohmatsu, sebuah perusahaan konsultansi terbesar di dunia. Total dia tinggal di Jepang selama enam tahun, dengan hasil mengantongi gelar master di bidang manajemen dan pengalaman bekerja selama dua tahun di perusahaan konsultasi yang akhirnya menjadi pijakan karirnya ketika kembali ke Indonesia. Umur dua puluh empat tahun, dia kembali ke Indonesia dan berkarir di per

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 11 - Akira dan Adiknya

    “Aki, bagaimana sekolah dan baletmu?” tanya Akira setelah selesai menyantap makan malamnya. Kini dia berpindah dan mengambil satu bagian cheesecake dan mulai mencicipinya. Memang cheesecake dari Dore adalah salah satu kek kesukaan mereka. Setelah kek dari toko kue Chateraise yang biasa dibeli Akira ketika masih tinggal di Tokyo. Untung saja di sini sudah ada cabangnya, sehingga dia bisa menuntaskan sweet tooth-nya jika Akira dan keluarga sedang mengidam-idamkan kek yang asli diimpor dari Jepang tersebut. Aki – nama panggilan Akina yang biasa dia gunakan untuk menyebut adik perempuannya itu – mengedikkan bahunya. “Ya begitu saja, nggak ada yang cukup menarik di sekolah. Terkadang aku bosan pergi ke sekolah,” ujar Aki dengan sedikit malas. “Tapi kalau soal balet, minggu depan aku sudah siap untuk resital baletku! Aku berharap ini bisa menambah portfolioku untuk seleksi di Juilliard Dance School kelak,” ujar Aki dengan menggebu-gebu. Jika berbicara tentang balet, wajah Aki langsung b

Latest chapter

  • Kursi Panas di Kantor   EPILOG

    EPILOG Akira dan Giselle bertatapan setelah di kursi pelaminan mereka berdua, dan tak lama Giselle terkikik geli dan menepuk lengan Akira sebelum akhirnya terdistraksi oleh beberapa tamu yang mendekat untuk datang memberikan selamat kepada mereka. Akira tak henti-hentinya mengagumi Giselle yang terlihat begitu cantik, elegan dan menawan dalam balutan kebaya modern berwarna silver yang membalut tubuhnya. Wajahnya terlihat bersinar. Make up dan Hairdo yang begitu sempurna membuat decak kagum tamu yang melihat Giselle. Tak sedikit yang memuji secara langsung dan mengatakan kalau Giselle cocok menjadi selebriti atau model papan atas. Mereka pun mengangguk setuju ke arah Akira dan mengatakan kalau mereka pasangan serasi. Tampan dan cantik dalam hari istimewa mereka. “Kamu capek?” bisik Akira kepada Giselle yang masih memasang senyumnya selepas para tamu kembali turun. Giselle menggelengkan kepalanya. Tapi perempuan yang kini telah resmi menjadi istrinya melirik ke arah mama dan p

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 116 - Persiapan

    AKIRA Akira merasa sedang berada di atas angin. Semua yang dia inginkan kini berada dalam genggamannya. Tunangannya yang cantik, baik hati dan pintar luar biasa. Keluarga Akira yang begitu mendukung hubungan mereka. Sikap calon mertuanya yang semakin hari semakin melunak kepada dirinya. Meskipun tentu saja terkadang mereka masih suka kelepasan mengontrol sikap snobbish-nya di hadapan Giselle dan Akira. Tapi Akira sadar, mungkin memang mereka yang terbiasa dengan perlakuan golden spoon sehingga realitas mereka berbeda dengan Akira yang memang dibesarkan secara membumi dan sederhana. Tapi untungnya kini sudah tidak ada tendensi merendahkan lagi kepada Akira, dan mereka sudah mulai bisa membuka hati mereka kepada Akira. Kini jadwal malam minggu Akira dan Giselle menjadi lebih padat daripada biasanya. Kini, Tante Mira dan Om Anton terkadang berebut slot, bersikeras agar Giselle mendatangi rumah mereka masing-masing atau mereka mencari waktu untuk lunch bersama di restoran sambil men

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 115 - Strategi Mas Damar

    Balasan tajam yang Mas Damar lancarkan membuat napas Papa memburu keras seperti habis bertengkar hebat. Tante Elena yang duduk diam di samping papa hanya bisa mengusap punggung papa, sedangkan Giselle meremas jemari Mas Damar yang duduk di sampingnya, menatap Papa dengan tatapan tajamnya. Sepertinya memang berdiskusi dengan papa adalah satu hal yang begitu sulit. Rasa-rasanya restu dari Papa akan sulit mereka dapatkan dan mereka harus siap dengan batu terjal yang termanifestasi dalam bentuk kekeraskepalaan Papa untuk menolak hubungan Giselle dan Akira. Mas Damar setelah ditenangkan oleh Giselle akhirnya menghela napas panjangnya. “Pa, apa yang membuat Papa begitu keras kepala tidak menyukai hubungan Giselle dan Akira? Mereka pasangan yang sempurna dan aku melihat Akira begitu bertanggung jawab sebagai lelaki dan begitu menghormati serta mencintai Giselle,” ujar Mas Damar yang memuji Akira dengan tulus. Papa masih terdiam dengan wajah yang mengeras setelah perdebatannya dengan Mas

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 114 - Bertemu Papa Giselle

    GISELLEBenar sesuai janji Mas Damar, dia datang ke kediaman Giselle sebelum mereka bertolak menuju rumah ayah mereka di daerah Pondok Indah. Ini pertama kalinya Mas Damar datang mengunjungi unit studio apartemen milik Giselle. “Wah, tempatmu ternyata nyaman juga ya,” puji Mas Damar saat menginspeksi apartemen Giselle. “Terima kasih, Mas!” jawab Giselle. Saat ini mereka sedang menunggu Akira tiba dan mereka bertiga bisa pergi bersama menuju rumah ayahnya. “Giselle, tenang saja, aku pasti akan mendukung dan membela kamu. Jangan terlalu dipikirin nanti respon papa akan seperti apa,” ujar Damar dengan serius sejurus kemudian. Giselle sontak tersenyum miris. “Sebelum aku ketemu Akira, aku selalu saja merasa kalau ada yang salah sama diriku. Sepertinya mama dan papa nggak pernah puas sama aku. Apa saja yang aku lakukan dianggap salah di mata mereka,” Giselle mengingat kembali kepingan masa lalunya. Hidup sebelum dia mengenal Akira terasa begitu jauh dan pudar. Berbeda ketika Akira d

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 113 - Kejadian di Cork&Screw

    “Ayo kita bicara!” ujar Pak Hasan dengan cukup keras. Membuat beberapa pengunjung menoleh penasaran ke arah mereka. Beberapa waitress melirik was-was pula ke arah sumber keributan.“Tapi saya sedang ada urusan lain,” jawab Akira tak kalah dingin.Tak bisakah mantan bosnya itu melihat dia sedang bersama orang lain?Tapi sepertinya Pak Hasan sedang diliputi kemarahan dan dia tak peduli bahkan tidak melirik sedikitpun ke arah Raka, Giselle dan Damar.“Kamu bisa-bisanya menarik klien kakap kita dan meminta mereka untuk mundur bekerja sama dengan The Converge! Kotor sekali caramu itu!” Wajah Pak Hasan sudah memerah, dan urat di dahinya mulai keluar–seiring dengan meningkatnya emosi Pak Hasan.

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 112 - Onboarding

    AKIRAAkira tiba di kantor Darius pagi ini dan diharapkan untuk langsung menemui Raka serta head of HR perusahaan ini. Dengan nominal bonus sign in yang telah ditransfer Darius tempo hari, tentu saja Akira harus datang lebih awal dan menunjukkan komitmennya untuk bergabung dengan perusahaan ini dengan sungguh-sungguh. “Hey Akira, akhirnya datang juga!” Raka ternyata telah menyambutnya dan memintanya untuk segera naik ke lantai 50, tempat Darius dan yang lainnya berkantor. Saat di foyer lantai 50, dia melihat ada beberapa gadis berperawakan tinggi seperti Giselle yang menyambut Akira dengan senyum mereka. Setelah menyampaikan kalau dia ingin bertemu dengan Raka dan Darius, sikap mereka berubah profesional dan menunjukkan di mana ruangan yang telah disediakan oleh Raka sebagai tempat Akira menunggu. “Siapa dia? Kok ganteng sih? Rekan kerja Pak Darius kah?” Sayup-sayup Akira masih bisa mendengar diskusi para resepsionis tersebut sebelum pintu ditutup. Tak lama Raka datang dengan seo

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 111 - Rekonsiliasi Mengharukan

    Giselle tiba di sebuah gedung perkantoran besar di kawasan SCBD tempat di mana co-working space Mas Damar berada. Giselle berdiri di depan resepsionis sambil menunggu Mas Damar menjemput dirinya. Tak lama, Mas Damar datang dari dalam salah satu ruangan. Hari ini penampilan kakaknya terlihat casual dan santai, namun tetap terlihat rapi dan menawan. Khas gaya CEO muda perusahaan rintisan. “Giselle! Akhirnya kamu datang!” sapa Mas Damar dengan sumringah. “Kamu sudah sarapan belum? Mau sarapan dulu di bawah? Ada kafe di bawah dan croissant-nya juara,” tawarnya kepada Giselle penuh semangat. Ini merupakan sisi lain Mas Damar yang tidak Giselle kenal. Tapi sesungguhnya Giselle sangat menyukai sisi lain kakaknya yang hangat seperti ini. “Aku sudah sarapan tadi dari rumah. Tapi kalau Mas Damar ingin ke kafe itu ayo aku ikut aja,” Giselle menawarkan. “Oke, kita turun sebentar ya. Sekalian aku mau cek supply kopi di kafe tersebut. Ada keluhan atau nggak,” ujar sang kakak. Mereka tu

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 110 - Life Goes On

    GISELLE Saat perjalanan pulang, ponsel Akira kembali berdering dan cukup membuat konsentrasi sang kekasih sedikit terbelah saat mengendarai mobil untuk mengantar Giselle kembali pulang dari rumah mamanya ke apartemennya. “Sayang, mending kita menepi dulu deh. Aku penasaran siapa itu yang dari tadi telepon kamu nggak putus-putus,” Giselle akhirnya gregetan dan meminta Akira untuk menepikan mobilnya terlebih dahulu dan mengecek siapa yang menghubunginya malam-malam ini. Tak lama, mereka menepi dan mengecek ponselnya. “Hmm… Pak Hasan menghubungiku berkali-kali,” ujar Akira seraya mengernyitkan dahinya. “Huh? Ngapain dia telepon kamu?” Giselle jadi ikut penasaran. Tak lama, ponsel Akira kembali berdering dan akhirnya pria itu mengangkatnya. “Pak Hasan,” ujar Akira dengan dingin, meskipun masih terdengar sedikit sopan. Giselle mencoba menganalisa apa pembicaraan mereka berdua. Kepalanya mendekat ke arah Akira, dan Akira yang menyadari sikap konyolnya tertawa tanpa suara sebe

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 109 - Restu Tante Mira

    Dering ponsel di saku celananya begitu mengganggu sepanjang perjalanannya menuju rumah mamanya Giselle yang terletak di kawasan Dharmawangsa, Kebayoran Baru - Jakarta. “Kamu nggak mau angkat teleponnya?” Giselle yang tadinya sudah gugup seharian ini karena Akira mengiyakan ajakan mama Giselle untuk menemui mereka berdua, akhirnya terdistraksi juga dengan suara ponsel Aira yang bergetar sedari tadi. “Nanti saja, yang pasti ini bukan dari keluarga. Nada dering mereka aku setting berbeda,” jawab Akira seraya mengernyitkan dahinya. “Oke kalau begitu,” ucap Giselle pasrah. “Akira… nanti kita bakal bicara apa sama Mama?” Tak lama Giselle bersuara, menyiratkan kekhawatiran yang dari tadi bergumul di dalam hatinya.

DMCA.com Protection Status