Aku yakin akan hal itu, sebab aku pernah memberi obat tidur pada mas Haris juga."Kamu dapat di mana satpam itu?" King bertanya padaku. "Sebenarnya satpam yang biasa menunggu rumah, namanya pak Rudi. Satpam toko mebel yang kuminta menjaga rumah bersama anaknya."Aku menjelaskan pada King dan Rose yang ikut terbangun dengan percakapan kami."Lalu kenapa bisa beda orang yang jaga?"Rose melihatku penuh tanya." Sebelum aku kemari, anak pak Rudi kecelakaan, kakinya patah. Jadi pak Rudi meminta tetangganya yang dulu jadi satpam di Jakarta menjaga rumahku, karna pak Rudi tidak bisa datang"Mas Ramdan nampak terdiam, memikirkan sesuatu entah apa."Apa ini satu kebetulan, atau memang sudah direncana?" Mas Ramdan berucap, menatap kami satu persatu.Belum sempat aku menjawab, telponku berdering dari rumah."Halo!""Queen, ada polisi kemari, mereka melakukan penggeledahan! Ada yang melapor, katanya di sini ada pengedar narkoba!""Apa?"Bagaimana bisa narkoba ada dalam rumahku, gila! Aku tau be
Aku diam, mengingat kembali ucapan mas Ramdan."Segera kemobil mbak Dina, segera kerumah sakit""Segera kemobil mbak Dina, segera kerumah sakit"Kuulang berkali-kali kalimat itu, sebuah kesimpulan terkumpul di kepalaku."Kemobil? Kerumah sakit?"Apa itu petunjuk untuk rencananya? Tanpa fikir panjang aku berlari kedalam mobilku."Terkunci!" Kunci, dimana mas Ramdan meletakkan kuncinya?Aku mengingat kebiasaan mas Ramdan setelah membawa kunci, dia akan meletakkannya di?"Saku celana!"Aku terkejut. Jika dia memintaku kemobil, namun kunci masih disakunya, artinya aku harus mengambilnya."Rock, keluarkan mobilmu!""Kenapa?""Cepatlah. Kita kejar mereka"Rock segera berlari kemobil. Sky mengunci pintu rumahku dan ikut berlari masuk kedalam mobil Rock yang sudah mundur kejalan.Aku duduk dibelakang. Sky menutup pinti dengan kencang. "Apa yang terjadi Queen?""Entahlah, namun mereka sepertinya bukan polisi! Cari mobil tadi. Cepat!"Rock duduk di belakang kemudi. Kami berusaha mengejar mere
Kami terus memutari Purwakarta, namun tak juga menemukan petunjuk apapun. Dalam kegentingan yang sangat membuat kami tertekan, ponselku berbunyi."Halo" Aku mengangkatnya dengan suara datar."Kau beruntung Dina Arleta, gadis si*lan itu melindungimu" Suara Mala terdengar kesal di seberang sana."Jangan libatkan orang lain Mala, ini urusan antara kau dan aku!" Aku memperingatkan dirinya, dia juga harus tau posisinya di rumah ini."Bagaimana, aku juga bisa bermain sepertimu kan Dina?Suara Mala terdengar meledekku, perempuan tak waras ini masih saja tak sadar diri, dia kira bisa dengan gampangnya mempermainkan hidupku!"Apa maksud ucapanmu, ha!" Aku sedikit terbawa emosi."Apa lagi, aku tau selama ini kau memata-matai hidupku Dina, jadi ini baru awal permainanku padamu. Dengarkan aku Dina Arleta, aku akan membuatmu membayar semua yang kau lakukan padaku!"Suaranya terdengar meyakinkan. Lucu sekali, aku kini berurusan dengan gadis yang dalam pemeriksaan bahkan mengalami gangguan jiwa, jik
Jangan bilang Khayalanku tinggi. Karena nyatanya, aku seorang Dina memang naik Helikopter ini ke Jogja. Dan yang lebih mengejutkan lagi king yang membawanya.Sampai di sana, kami turun disalah satu lapangan. Jauh dari pemukiman, namun dekat dengan pantai.Dua mobil sudah menunggu kami di sana dan kami di bawa menuju rumah King di Jogja.Rumah King cukup besar, berpagar putih, rumah ini nampak seperti rumah peninggalan belanda. Seorang wanita paruh baya keluar menyambut kami. Dari wajahnya, aku bisa tau dia bukan orang asli indonesia.King memeluk wanita itu, dan membawa kami masuk ke dalamnya. Rumah dengan kaca-kaca besar dan langit-langit menjulang tinggi."Ini mamaku. Mama kandungku!"Kami saling pandang. King tak pernah cerita, bila ibunya seorang wanita blesteran dan sekarang kami pun tau, wajah siapa yang melekat pada wajah King. Kami tersenyum, wanita itu juga tersenyum, lalu membelai wajahku perlahan."Dina ya?"Aku terkejut, memandang King penuh tanya. Darimana dia tau namaku
Aku tak sabar. Duduk saja dirumah ini membuatku justru semakin kehabisan akal. Namun mengingat yang kami hadapi bukan sebuah geng main-main, aku terpaksa harus menunggu kabar.Mobil hitam kembali masuk kepekarangan. Kali ini mas Aris tidak sendiri. Beberapa mobil lain datang setelahnya. Mas Aris menemui Pakde Har dan langsung berbisik.Mengapa harus berbisik? Aku juga ingin dengar kabar apa yang mereka bawa. Hingga kugeser duduk kedekat pakde, bukan informasi yang kudapat. Justru lirikan tajam pakde padaku.Aku hanya mampu tersenyum dan kembali keposisi semula. Andai aku tak banyak merahasiakan sesuatu. Sekarang aku pasti sudah merengek pada pakde Har dan tak mungkin bisa pakde marah. Tapi sejak awal aku sudah salah. Jadi aku takut bersikap manja.Setelah bisikan itu, wajah pakde berubah marah. Namun ada senyum tipis tersungging diujung bibir. Sangat misterius."Kalian tau dimana Ramdan?""Yaa pakde. Kami tau" Sky langsung menjawab."Ayo kita jemput dia!"Pakde Har berjalan keluar. Ak
Aku harus melihat keadaan mas Ramdan, dengan cepat aku mendekat pada King, wajah Mas Ramdan penuh memar dan darah."Apa yang mereka lakukan padamu mas?"Aku bertanya ketakutan, namun aku masih bisa melihat senyumnya. Syukurlah, seketika kekhawatiranku menguap, dia masih bisa tersenyum meledek, Itu artinya dia baik-baik saja.Pakde Har masih berdiri dibdepan kami, lelaki botak itu menatap kami penuh tanya."Jangan menatapnya!"Teriakan Pakde Har membuat kami semua terkejut, king J dan Rock membantu Black berdiri. Sky memeluk Rose dan tertatih mendekati kami. Kini kami berjajar di tengah pasukan Pakde Har.Pakde mengetuk-ngetukan tongkatnya, tongkat penyangga yang meski tak membantunya berjalan namun tetap selalu dia bawa."Aris, bawa mereka semua pergi dari sini!"Pakde memberi titah, kami melangkah mengikuti perintah Pakde.DOORR!Tembakan kembali terdengar, lelaki botak itu mengacungkan senjata. Aku terkejut, dan orang-orang Pakde berdiri membentuk barisan. Bahkan kini mereka semua m
Kami membawa Anik ke Solo, aku sudah menghubungi Bapak dan mas Pandu. Mas Pandu bilang, Rumah Sakit sudah siap menerima Anik. Gadis itu belum juga sadar sejak kami bawa ke Rumah sakit di Purwakarta, Dokter bilang ada pendarahan pada kepalanya dan itu membuat kami sangat khawatir.Aku duduk di dalam ambulan bersama seorang perawat yang mengantarkan. Hatiku berdesir nyeri saat melihat gadis ceria yang kukenal kini terkulai tanpa daya dan tak sadarkan diri, sepanjang jalan terus kuamati wajahnya yang tak lagi terseny saat di dekatku.Masuk pelataran Rumah Sakit, anik di bawa masuk IGD. Aku mengikutinya dari belangan dan melihat mas Pandu sudah berdiri menunggu di pintu luar. Mas Pandu ikut masuk mendorong Anik ia memberi isyarat padaku untuk menunggu di luar dan ku hanya mampu diam melihat pintu IGD tertutup.Rose dan lainya datang setelahnya, mereka ikut menunggu bersamaku di depan IGD. Kami mencari tempat untuk duduk yang kini hanya bisa duduk di lantai. Aku menyandarkan punggung pada
Ada yang mau menjelaskan sesuatu pada orang tua ini?" Kalimat Bapak terdengar seperti eksekusi mati di telingaku.Setelah makan malam, kami semua di panggil Bapak duduk di ruang tengah. Bapak menatap kami satu persatu. Menunggu siapa yang akan menjawab pertanyaannya. Bahkan mas Ramdan yang harusnya ikut bicara terlihat juga tenggah mengatur takutnya sendiri. Aku mengatur napas dan mempersiapka diri sebelum menjawab pertanyaan Bapak. Takut jika sedikit saja salah, ini akan menjadi panjang."Kami teman bermain game, teman bercerita, bahkan teman menyelesaikan masalah apapun"Rock dengan percaya diri menjelaskan. Dia tak tau saja bagaimana watak Bapakku. Dia kira lelaki didepannya itu mudah di taklukkan?"Teman game? Sejak kapan?"Mata marah itu kembali menatap kami satu persatu."Tujuh tahun lebih pak. Kami minta maaf jika Bapak baru tau"King kini menjelaskan. Aku juga yang salah, merahasiakan mereka semua dari Bapak. Aku tau Bapak marah karena aku terlalu banyak merahasiakan mereka.
Sky yang melihat itu tersenyum, dia tau Banyu akan punya cara membawaanya pergi. Ya, Tali itu di ayun Terus agar ujungnya bisa mendekati Sky. beberapa kali ayunan membuat ujungnya lebih dekat ke arah Sky, dirinya mencoba meraih namun masih belum tergapai."Kamu harus lompat!" Teriak Banyu, dipa merasakan angin terlalu kuat sekarang."Lompat Sky!" Banyu merasakan ombak mulai tinggi menghantam"Kompat? sekarang?""Tahun depan, sekarang lah!" Ucap Banyu kesal, kapal terbakar itu mulai tenggelam dan Sky masih juga ragu untuk meninggalkan nya.Sky melihat air laut semakin dekat, jika dia gagal melopat, artinya takk ada lagi kesempatan, tali kapal tak cukup jika harus menyentuh lautan dan jangkar tak bisa di keluarkan dengan segera, sementara gulungan awan hitam mulai terlihat di atas mereka."Kenapa cuaca tiba-tiba berubah mbak?" Anik panik melihat badai akan segera datang."Tidak tiba-tiba, awan itu sudah bergelantung di atas kita sejak pagi hanya saja tidak sebesar ini.""Sky, lompat!" T
Kanaya begitu marah mendengar kabar pelarian Banyu, dia sudah berbuat banyak sejauh ini, namun justeru kebodohan demi kebodohan dia dengar."Tolol kalian semua!" Teriaknya kesal di ruang sunyi tempatnya bersembunyi.Panggilan dari Philip tak lagi di gubrisnya, Kanaya merasa semua sudah berakhir sekarang. "Aku benci pada Kalian semua!" Teriaknya lagi, bayang wajah Banyu semakin membuat hatinya tercabik dan nyeri.Mencoba perbikir jernih bagaimana dia akan menemui Banyu sekarang, Kanaya berjalan keluar ruangan, berusaha tersenyum pada beberapa orang staf nya di luar, Kanaya berjalan menuju lif."Ada apa lagi Naya?" Khan menarik tangan adiknya itu.Kanaya menatap Khan dengan kesal, berusaha melepaskan tangan kakaknya."Aku ada urusan.""Soal Banyu lagi?" Khan bertanya, setelah pertengkaran dengan adiknya tempo hari, Khan mencoba kembalu memberikan kesempatan."Bukan, aku harus pergi menemui temanku!" Ucapnya dingin lalu meninggalkan Khan di depan Lif.Kanaya turun ke lanti dasar, ingin
Banyu keluar lebih dulu ke dalam kabin, Rock masih terduduk di sana dengan mata hampir tak bisa terbuka lagi."Tidurlah, aku akan gantikan." Ucapnya pada Rock, lelaki itu berdiri dan berpindah posisi ke belakang, menyandarkan tubuhnya pada kursi yang lebih lega."Aku masih ada di jalur yang benar, kemudikan saja begitu, mungkin beberapa jam lagi kita sampai di darat." Ucap Rock dengan suara sedikit meracau.Banyu hanya tersenyum tipis menyadari kantuk menguasai sahabatnya itu. "Tidur saja di dalam, aku akan Pastika semua aman." Ucap Banyu lagi, namun Rock sudah tak mendengar, dengkurannya halus sudah menemani tidurnya yang lelap.Banyu kembali menatap ke laut, semalam benar-benar membuatnya ketakutan, matanya yang bening seolah menelisik arah mana dirinya dan yang lain datang semalam."Cari sesuatu?" Sky masuk degan semangkuk mie dalam sterofom, aromanya membuat perut banyu serasa meronta."Baru buat?" Tanya banyu."Ya, di belakang ada, air panas yang aku buat juga masih, bikin saja s
"Kami ada di tempat semula, bergeser sedikit kearah barat."Suara Rock terdengar pada alat yang Dina pakai dalam baju selamnya.Bus... Bus...Suara peluru menembus air, mereka dapat melihat peluru-peluru itu membelah air membentuk gelembung-gelembung yang menjurus ke bawah.Dina memberi sinyal bahaya pada Rock, sementara Banyu membuat isyarat agar mereka berenang lebih dalam.Matikan lampuBanyu meminta dengan isyarat, Dina dan Anik mematikan lampu di tangan mereka.Ke bawah!Sky meunjuk arah bawah dan mereka bergandengan menjauhi peluru yang masih terus menerjang ke dalam air.Mereka menyelam menjauhi tembakan yang masih terdengar, semakin ke dalam menuju ke arah yang di rasa benar. Banyu menyalakan lampu merah di dalam air, mereka saling melihat untuk membaca isyarat selanjutnya.Kalian di mana?Rock kembali menghubungi dan mencari dimana sahabat-sahabat nya sekarang. Anik menyalakan sinyal yang ada di pinggangnya, lalu mencari di mana letak kapal mereka berhenti.Ke arah barat kali
"Bagaimana kita bisa ke bawah? Lihat semua tempat penuh dengan pengawasan." Sky memperhatikan setiap tempat yang mereka lewati, namun tak satupun tempat sepi."Jika begitu kita harus turun." Banyu berbisik, mereka berhenti sebentar di atas sebuah lorong."Bagaimana bisa kita turun? Lantas dimana kita akan turun?" Sku masih tak mengerti apa yang Nanti rencanakan."Jika kita tak bisa mengelabuhi mereka, maka jadilah bagian dari mereka!" Ucap Banyu lalu berusaha membuka tutup lubang angin di bawahnya."Kamu benar!" Ucap Sky saat sadar bahwa ide Banyu mungkin bisa di gunakan membawa mereka ke ruang bawah.Mereka melompat turun, lalu bersembunyi di antara tepian lorong, Banyu sedikit lega sekarang, sebab semua cctv berada di bawah kendali teamnya.Sky berada di belakang Bantu, menyelinap di antara lorong dan tak lama empat lelaki keluar dari sebuah ruangan."Ada yang datang!" Ucap Sky bersembunyi dinujung lorong bersama Banyu. Empat orang itu berbatus rapi, dan dua di antaranya masuk ke ru
Dina menyelam lautan dingin, dia tau bisa saja nyawanya tak selamat malam ini, tugasnya bersama anik adalah masuk dari bawah kabin kapal. Banyu sudah memberikan koordinasi kapal tempatnya di tawan, Sky dan dirinya sudah bisa mengendalikan ruang kontrol kapal sejak kemarin.Anik dan Dina hanya bisa berkomunikasi dengan sandi cahaya, sandi yang sudah mereka pelajari selama perjalanan kemari. Tiba di dekat pintu bawah, Dina dan Anik berusaha meraih tangga besi di atasnya. Kapal itu berhenti di satu tempat jadi cukup aman berada tepat di ujung belakang kapal untuk bisa meraih tangga ke atas.Hup!Anik naik lebih dulu, dia melepas tabung oksigen di pijakan terakhir dan menalinya dengan erat, lalu menarik tubuh Dina naik lebih dulu. Dina Menik melewati Anik dan ikut melepaskan tabung oksigen nya lalu Anik menerimanya dengan sigap, ia menali lagi tabung itu tepat di sisi bawah tabung miliknya.Tanpa banyak bicara, mereka lalu naik mengikuti tangga yang membawa mereka ke pintu belakang kapal
Banyu tau dirinya dan Sky dalam keadaan terancam, kapanpun mereka bisa saja mati sia-sia, sebab semua penjaga di sini tak pernah lepas dari senjata api. Philip diam-diam terus mengawasi, meski Banyu pura-pura tak tau, namun mata-mata yang di bayarnya bisa banyu ketahui.Hari ini terpaksa juga Banyu meminum sesuatu yanh sudah di campur obat pencahar, ia tau Philip yang sudah membuatnya begini, bahkan siapa yang membawakan obat itu Banyu juga tau, tapi untuk sesuatu yang lebih besar, dia relakan perutnya terkuras hari ini."Harusnya jangan kamu telan minuman itu!" Sky berbisik kesal, mereka sedang berada di klinik saat ini."Lalu menurutmu Philip tak akan curiga?" Banyu bertanya dengan alis terangkat."Entah, tapi menyebalkan sekali saat kita tau seseorang ingin mengerjaimu tapi kamu justeru pura-pur bodoh untuk membiarkannya." Ucap Sky kesal sendiri.Banyu tersenyum sendiri, meski benar apa yang Sky katakan, kali ini dia harus mengalah dulu."Ini obat diarenya, jangan lupa untuk banyak
Pov author.Mereka tiba di bandara Banyuwangi, lalu Rock membawa mereka semua ke sebuah tempat yang tak pernah mereka kunjungi. Rock meminta bantuan seseorang untuk bisa membawanya datang kempat ini. Perjalanan mereka cukup menguras tenaga, menyeberangi lautan dengan kapal kecil dan membawa team Dream Net ke pulau misterius."Kita sudah ada di ujung timur jawa.""Lantas apa maksudnya kak?" Anik bertanya, gadis itu begitu tak sabar memulai misinya membawa pulang sang kekasih."Kalian tau Kanaya jelas tak sendiri, kita bahkan tak yakin apakah Khan memang tak tau apa yang di lakukan adiknya atau ini hanya bagian dari rencana mereka.""Lantas apa maksudnya kak Rock?" Anik masih belum memahami."Maksudnya adalah kita kecoh mereka!" Ucapk Dina menjelaskan lebih gamblang apa yang akan mereka lalukan."Jika untuk mengecoh, kenapa hanya di ujung timur kita bisa pergi ke luar jawa, mereka akan berpikir tujuan kita bukan di tempat kapal itu berada." Anik dengan kritisnya mencoba menerka apa yang
Emak terus mendekapku malam ini, tak ada sedikitpun kalimat terucap dari bibirnya setalah aku berpamitan sore tadi, bahkan ketika makan malam bersama, emak tak banyak bicara, bibirnya terkatup dan hanya tersenyum saat dua cucunya mengajak bicara.Dingin udara malam semakin membuat aku menyadari bahwa kehilangan itu terasa sangat menyesakkan. Bapak bahkan menahan tangis saat aku pamit selepas magrib tadi."Mak..."Aku memanggilnya, namun wanita yang melahirkan aku itu hanya memejamkan mata dan diam."Mak, apa emak..." Belum juga aku selesai bicara, emak sudah mengatup bibirku dengan jarinya."Koe ra perlu ngomong opo-opo nduk, emak wes reti kabeh." (kami tak perlu bicara apapun nduk, emak sudah tau semua.)Aku hanya diam, lalu memeluk erat emak. Mungkin juga ini kali terakhir aku bisa mencium aroma tubuh wanita yang begitu aku cintai ini. Mungkin ini juga kali terakhir aku bisa mendekap dan merasakan napas hangatnya menyentuh kulit ku.Mataku terpejam, merasakan setiap detik kasih emak