Abhimanyu semakin mengeratkan genggaman di tangan istrinya saat mereka berjalan melintasi ruang tamu mewah kediaman Gayatri. Namun, langkahnya seketika terhenti ketika berpapasan dengan Arga yang baru saja masuk.Pria tampan itu seperti sudah biasa mendatangi rumah sang mertua. Terbukti dengan sikapnya yang bebas dan santai. Akan tetapi, bukan itu yang membuat Abhimanyu terkejut. Melainkan sosok wanita berpakaian rapi yang berdiri di samping Arga."Bi Ijah?" desis Abhimanyu dengan sorot tak percaya."P-pak Abhimanyu?" sahut Evelyn. Dia begitu salah tingkah ketika majikannya itu menatap dirinya penuh selidik."Sedang apa di sini?" tanya Abhimanyu curiga."Aku bisa menjelaskan, Mas," ujar Arunika lembut sembari mengusap lengan suaminya."Apa?" Abhimanyu mengalihkan perhatian pada sang istri, lalu menoleh pada Evelyn, kemudian kembali menatap Arunika. "Apa aku ketinggalan sesuatu? Atau kalian yang menyembunyikan sesuatu?" sindirnya."Bukan begitu." Arunika menghela napas panjang. Dapat d
"Ya, ampun. Mas Abhim ...." Arunika menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangan. Terharu, bahagia, sekaligus malu, bercampur menjadi satu. "Yuk, Sayang." Abhimanyu mengulurkan tangan pada Arunika. Dia membawa sang istri tercinta masuk ke dalam sebuah bangunan lima lantai yang dulu pernah mereka jadikan tempat resepsi pernikahan. "Mas masih ingat dengan hotel ini?" Arunika terkikik geli. "Mana mungkin aku lupa, Run. Dulu, kita berikrar sehidup semati sekaligus mengadakan pesta di ballroom hotel ini." Abhimanyu mencolek ujung hidung istrinya gemas. "Malam pertama juga di hotel ini," ujar Arunika malu-malu. "Kamar Suite 301," timpal Abhimanyu. "Aku sudah memesannya untuk malam ini dan besok." "Yang benar saja, Mas!" Arunika terbelalak tak percaya. "Untuk merayakan ulang tahun pernikahan kita yang tertunda, Sayang." Abhimanyu berbisik lirih, tepat di telinga Arunika. Getaran halus seakan bermuatan aliran listrik, merambat ke seluruh pembuluh darah, menciptakan sensasi luar b
Arunika sedang asyik berdandan di kamar. Malam ini, dia akan merayakan hari jadi pernikahan ke-2 dengan Abhimanyu. Dia sungguh bahagia karena Abhimanyu selalu memperlakukan dirinya bak seorang ratu. Meski menjadi pengusaha muda dengan kesibukan segudang, pria itu selalu memperhatikannya. Hanya saja, ketukan pintu membuat lamunan Arunika buyar seketika. "Mas--?" Senyum Arunika mengembang--mengira suaminya di depan sana. Namun, dia terkejut kala melihat sang mertua di sana. “Ma-mama?” gugupnya, "ada apa, Ma?" “Apa kamu bisa turun sebentar? Mama perlu bicara,” ujar sang ibu mertua datar. Sebenarnya, sikap Masayu, sang ibu mertua yang dingin, sudah biasa Arunika rasakan. Namun, kali ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang terpancar dari sorot mata wanita paruh baya itu. “Apa ada masalah?” tanya Arunika ragu. “Kamu turun saja dulu,” ucap Masayu seraya membalikkan badan. Setelah tiba di ujung anak tangga menuju ke bawah, dia kembali menoleh pada Arunika yang masih terpaku di temp
“Stop, Ma!” susah payah Arunika berusaha mencegah mertuanya berbuat konyol. “Aku tidak akan berdiri sampai kamu setuju, Run! Bujuk suamimu agar bersedia menerima bantuan Delia. Katakan padanya kalau aku tidak siap jatuh miskin dan hidup menderita seperti dulu lagi. Tanggung jawabnya bukan hanya pada kamu, tapi juga aku, ibu yang sudah membesarkannya!" pinta Masayu dengan napas tersengal. "Ya, Tuhan.” Arunika mendesah pelan. Dia mengira bahwa cobaan terbesarnya adalah diusir oleh keluarga ketika memilih menikah dengan Abhimanyu. Namun, ternyata ada jalan yang jauh lebih terjal yang harus dia lewati saat ini, yaitu terpaksa mengikhlaskan dirinya dimadu. "Tolong paksa Abhim, Run. Ini semua juga demi kebaikannya sendiri." Masayu kembali mengeratkan genggaman tangannya. “Dari sekian banyak wanita di dunia, kenapa harus Delia?” gumam Arunika lirih. "Bukankah dia pernah berkhianat pada Mas Abhim? Perempuan itu ....” "Itu semua hanya kesalahpahaman," sela Masayu memotong kalimat Arunika
Sekuat apapun Arunika menahan air mata agar tak menetes, nyatanya sia-sia. Buliran air bening mengalir deras, membasahi pipi mulusnya yang putih bersih. "Kenapa kamu menangis? Bukankah kamu yang meminta semua ini?" cibir Abhimanyu. Sesekali dia menoleh pada sang ibu yang hanya terdiam, berharap untuk mendapatkan dukungan. Namun, Masayu malah memalingkan muka. "Aku menangis bahagia, karena Mas bersedia menuruti keinginanku." Arunika memaksakan senyum, meskipun hatinya hancur. "Aku seperti tidak mengenalimu lagi, Run. Ini seperti bukan dirimu." Abhimanyu menggeleng pelan. Tatapan yang sejak tadi tajam menghujam, kini meredup. Dia memandang sang istri dengan sorot sendu. "Manusia berubah, Mas. Bisa karena waktu, ataupun keadaan," timpal Arunika sambil mengusap pipinya berkali-kali. "Hm." Abhimanyu tersenyum sinis lalu membalikkan badan meninggalkan kamar tanpa berkata apapun lagi. Nurani Arunika memberontak. Ingin rasanya dia berlari menahan suaminya agar tak pergi. Namun
"Mas?" Arunika mengucek mata untuk memastikan bahwa sosok tinggi tegap yang berjalan gagah mendekatinya adalah benar Abhimanyu. Suaminya itu masih memakai jas pengantin berwarna putih. "Kenapa kamu lari, Run? Apa kamu tidak ingin melihat kebahagiaan kami di atas pelaminan?" cecar Abhimanyu. Mata coklat terangnya menatap Arunika dengan sorot tajam. "A-aku tidak enak badan," kilah Arunika. Dia beringsut mundur seraya menarik selimut hingga menutupi dada sampai-sampai punggungnya membentur kepala ranjang. "Kamu kan yang menginginkan pernikahan ini? Seharusnya kamu mendampingi Mama terima tamu," desis Abhimanyu seraya menaiki ranjang. "Su-sudah kubilang, aku sakit." Tubuh Arunika merosot, lalu bersembunyi di balik selimut. Abhimanyu seolah tak percaya. Dia malah beringsut ke atas tubuh Arunika dan mengungkungnya. Mata elangnya menguliti paras cantik wanita yang telah menemani perjalanan hidupnya selama tiga tahun itu. Abhimanyu mengingat dengan jelas pertemuan pertamanya deng
"Siapa ini?" tanya Abhimanyu, datar dan dingin."Oh, Pak Abhimanyu Cakra rupanya. Apa kabar?" Arga malah balas menyapa, seolah tak menghiraukan pertanyaan Abhimanyu. "Sekali lagi kutanya, siapa kamu? Ada perlu apa menelepon istriku pagi-pagi?" desis pria tampan itu. Raut wajahnya tampak begitu menakutkan."Istri yang mana, Pak? Arunika atau istri baru anda?" Arga seakan menguji kesabaran Abhimanyu, membuatnya menjauhkan telepon genggam dari telinga, lalu mengakhiri panggilan begitu saja.Jemari Abhimanyu cekatan menyalin nomor telepon tersebut. Dia lalu membuka aplikasi pencari kontak. Dari aplikasi tersebut, Abhimanyu menemukan bahwa nomor tak dikenal itu ternyata adalah milik Arga Wasesa Dharmawan. "Aku seperti pernah mendengar nama itu," gumamnya.Abhimanyu terdiam. Dia mencoba menggali ingatan. Angannya berputar kembali ke beberapa tahun silam ketika Abhimanyu mendatangi kediaman Hadiwinata untuk melamar Arunika. Di sana, terdapat kedua orang tua Arunika dan seorang pria seusia d
Abhimanyu berjalan gontai menuju balkon kamar hotel sambil menggenggam sebungkus rokok. Sesampainya di luar, dia menoleh ke belakang, memperhatikan Delia yang tertidur pulas setelah mendapatkan nafkah batin darinya. Entah kehidupan macam apa yang akan Abhimanyu jalani. Dia bercinta dengan Delia, tapi benaknya penuh oleh bayangan Arunika. Seolah Arunika lah yang berada di hadapannya saat itu. "Brengsek!" Abhimanyu memukul pagar balkon yang terbuat dari besi dengan tangan kanan. "Kamu pengkhianat, Run. Kamu sudah menghancurkan kebahagiaan kita," racaunya. Abhimanyu mengacak-acak rambut, lalu mengeluarkan rokok sebatang dan menyulutnya. Saat asyik menghisap dan membuang asap rokok ke udara itulah dirinya mendengar telepon genggam berdering. Abhimanyu bergegas masuk dan meraih ponselnya, berharap panggilan itu datang dari Arunika. Akan tetapi, dia harus kecewa. Ternyata, Masayu lah yang menghubungi. "Ada apa, Ma?" tanya Abhimanyu datar. "Aku tidak melihat Arunika. Ke mana dia