Share

Kecurigaan Semakin Besar

Author: Azalea
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 2

Malam harinya aku sampai tidak bisa tidur memikirkan test pack positif itu. Sudah jelas bukan milik orang lain, tidak lucu jika seseorang menitipkan test pack itu pada suamiku.

Dari dengkurannya aku bisa pastikan mas Hasbi sudah tertidur lelap. Ponselnya tergeletak begitu saja di atas nakas. Dengan gerakan pelan kucoba meraih benda pipih itu. Ingin memeriksa apakah ada jejak perselingkuhan yang dilakukannya.

Selama ini aku tidak pernah curiga, makanya aku sama sekali tidak ada niat melihat atau memeriksa isi ponsel suamiku.

Tidak ada yang mencurigakan. Riwayat pesan di ponselnya hanya ada dari beberapa karyawan dan juga teman mas Hasbi yang tentunya aku kenal juga.

Sudah kulihat, semua aplikasi pesan dan juga sosial media miliknya tapi tetap aku tidak mendapatkan sesuatu yang mencurigakan.

Apa aku tidak sakit hati? Soal itu jangan ditanyakan lagi. Aku hanya sedang mencoba untuk menguasai diri agar tidak gegabah. Emosi semakin kuat menekan dada saat mengingat bagaimana perlakuan mas Hasbi padaku.

Mengingat sikap manisnya malah membuatku semakin merana. Lelaki idamanku itu ternyata diam-diam berkhianat.

Ponsel itu kembali disimpan di tempat semula. Aku tertidur dengan membelakangi mas Hasbi. Mataku tertutup tapi air mata merembes keluar, hatiku seperti diremas kuat.

Ya Allah … aku masih berharap semua ini hanya kesalahpahaman saja. Jika memang mas Hasbi berselingkuh, berikan aku petunjuk.

***

Seperti hari-hari biasanya, aku memasak, menyiapkan sarapan untuk mas Hasbi. Kantor kami tidak searah, aku dan mas Hasbi memiliki mobil masing-masing. Mobil yang dipakai mas Hasbi itu pemberian dari ayahku.

Saat istirahat makan siang, aku menyempatkan untuk mengurus kartu ATM yang hilang. Tidak mungkin kubiarkan begitu saja.

Ting!

Ponselku bergetar, aku saat ini masih menunggu antrian di bank.

[Sayang, hari ini ada acara syukuran di rumah Mbak Tyas. Bisa pulang lebih awal?] Pesan dari mas Hasbi.

Dengan cepat aku mengetik pesan balasan. [Iya, Mas. Akan aku usahakan pulang lebih awal.]

Kembali kusimpan benda pipih itu tanpa menunggu lagi balasan darinya.

Selesai dengan urusan di bank, aku kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang tadi tertunda. Sesuai janjiku tadi, harus pulang lebih cepat.

"Bu Ambar. Berkas yang dari Pak Yanto tadi sudah selesai?" tanya Karina.

"Sebentar lagi, nanti saya berikan langsung pada Pak Yanto," jawabku saat berpapasan dengan Karina di lift.

Tadinya aku berniat mengerjakannya di rumah tapi sepertinya tidak bisa. Beginilah resiko seorang karyawan. Apa yang aku pilih harus aku jalankan, aku menolak untuk mengurus bisnis ayah karena ingin mandiri dan membangun karir sendiri.

Bekerja keras dari bawah tentu akan sangat berkesan saat nanti sudah ada di puncak kesuksesan daripada melanjutkan kerja keras ayah yang sekarang bisnisnya sudah berjaya.

***

Telat satu jam dari yang dijanjikan. Selain karena pekerjaan, kondisi jalanan yang macet menghambatku saat perjalanan menuju rumah kakak ipar.

Sampai di rumahnya aku bisa melihat ada beberapa mobil dan motor yang terparkir di depan rumah. Aku juga melihat mobil mas Hasbi ada di sana. Tapi aku tidak melihat adanya pengajian.

Sepertinya aku memang terlambat, aku turun dari mobil.

Kutebak jika pengajian ini pasti sudah selesai. Aku merasa malu juga pada Mbak Tyas karena terlambat datang sampai tidak ada saat acara inti dimulai.

Dari kejauhan aku melihat mas Hasbi tertawa lepas bersama dengan beberapa keponakannya yang jelas aku juga kenal. Tapi ada satu orang yang baru kali ini aku melihatnya.

Wanita itu memang tidak berdekatan dengan mas Hasbi tapi sedang bicara dengan Mbak Tyas.

"Assalamualaikum." Aku mengucap salam membuat tatapan semua orang kini mengarah padaku.

"Waalaikumsalam."

Aku langsung menghampiri mbak Tyas dan mencium tangannya lalu melempar senyum pada wanita yang tidak kukenal. Aku taksir usianya dua puluh tahunan, hanya berbeda beberapa tahun dari keponakan mas Hasbi paling besar.

"Maaf ya, Mbak. Aku telat datang, di jalan juga tadi sangat macet," ucapku.

Mbak Tyas tersenyum. "Tidak apa-apa, Mbar. Kamu datang saja Mbak sudah senang."

Aku kembali melirik mas Hasbi yang sedang memangku Ziva, keponakannya yang berusia tiga tahun. Semua keponakan mas Hasbi memang sangat dekat pada lelaki itu apalagi suamiku sangat menyukai anak-anak.

"Vivi, ini jusnya, Nak."

Aku bisa mendengar suara ibu mertua, tapi tidak kulihat keberadaannya.

Wanita yang ada di samping Mbak Tyas langsung beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Aku jadi penasaran siapa dia.

"Mbak, dia siapa?" tanyaku.

"Vivi, dia yang membantu Mbak menyiapkan acara syukuran," jelas Mbak Tyas.

Aku hanya mengangguk. Sudah dipastikan wanita bernama Vivi itu orang terdekat juga karena aku tadi mendengar ibu mertua memanggilnya dengan begitu akrab.

Setelah mengobrol dengan Mbak Tyas, aku mendekati mas Hasbi.

"Pengajiannya selesai dari tadi ya, Mas?" tanyaku.

"Iya. Setengah jam sebelum kamu ke sini pengajian sudah selesai," jawab mas Hasbi.

"Kalian menginap saja disini. Mas Angga harus pergi malam ini, Mbak tidak ada teman. Sedangkan ibu nanti dibawa ke rumah Anggun."

Anggun adalah adik bungsu mas Hasbi. Dia baru saja menikah tiga bulan lalu dan sekarang sedang hamil satu bulan. Wajar jika ibu mertua ada di rumahnya karena Anggun tidak pernah bisa berjauhan dengan wanita yang sudah melahirkannya itu.

Aku melirik mas Hasbi, sebenarnya merasa tidak enak untuk menolak tapi kembali lagi pada suamiku. Jika dia mau ya aku ikut saja.

"Boleh, lagi pula besok tanggal merah," ujar mas Hasbi.

"Memang besok tanggal merah?" Aku bertanya dengan dahi berkerut.

"Iya, memang kamu tidak melihat tanggal?"

Aku menggelengkan kepala.

"Berarti kamu memang harus menginap di sini, Mbar. Sekalian kamu temenin Mbak di kamar, kamu juga bisa latihan urus bayi. Siapa tahu kamu juga cepat dikasih momongan."

Deg!

Hatiku rasanya ngilu mendengar itu. Kembali kuingat test pack bergaris dua yang membuat pikiranku tidak tenang. Itu jelas bukan milik Anggun, untuk apa mas Hasbi menyimpan test pack adiknya.

Dengan senyum terpaksa aku membalas ucapan Mbak Tyas. "Aamiin. Semoga saja aku cepat menyusul ya, Mbak."

***

Aku benar-benar tidur di kamar Mbak Tyas. Di tengah-tengah kami ada bayi mungil yang baru dua minggu dilahirkan.

Mas Hasbi juga tidak keberatan jika tidur sendiri. Satu jam yang lalu ibu sudah pulang bersama dengan Anggun dan suaminya.

"Haus lagi." Aku melirik nakas tapi tidak ada air minum di sana.

Meski mata mengantuk, aku bangkit dengan perlahan berharap tidak menimbulkan suara yang akan membangunkan dua orang itu.

Tanpa menghidupkan lampu, aku berjalan ke arah dapur. Masih ada cahaya remang-remang yang menerangi jalanku.

Apa Mas Hasbi belum tidur?

Aku melihat lampu kamar yang ditempati suamiku masih menyala.

Dengan langkah pelan aku mendekat. Memegang daun pintu berniat memutarnya tapi tanganku rasanya langsung kaku mendengar suara dari dalam. Aku menajamkan pendengaran dan menempelkan telinga pada pintu.

"Mas … jangan nakal ah!"

Deg!

Jantungku seperti berhenti berdetak saat dengan jelas aku mendengar suara des*han wanita dari dalam. Aku masih diam ingin mendengar kelanjutannya meski hati ini rasanya perih. Itu jelas bukan suara dari ponsel, itu suara asli. Memang pelan tapi aku dengan sangat jelas mendengarnya.

"Mas tidak bisa tahan kalau sedang berdekatan seperti ini. Salah sendiri kenapa mancing-mancing pakai baju seksi segala."

Itu suara mas Hasbi. Aku tidak mungkin salah mengenali suara suamiku sendiri.

"Aku hanya mencobanya saja, ini 'kan mas sendiri yang membelikan. Di rumah ada istri kamu. Memang kamu tidak pernah dilayani olehnya?"

"Saat aku bericint* dengannya, wajah kamu yang terbayang. Bagaimana mungkin aku bisa menikmati."

Tanganku mengepal dengan kuat hingga buku-buku jari memutih. Nafasku memburu, semuanya sudah sangat jelas. Telingaku masih berfungsi dengan baik.

Tok! Tok! Tok!

Dengan nafas yang memburu aku mengetuk pintu kamar itu.

"Mas, buka pintunya!" seruku.

Pintunya terkunci, aku tidak bisa masuk begitu saja.

"Mas!" Aku kembali memanggilnya tapi pintu masih belum terbuka.

Tok! Tok! Tok!

Cklek!

Pintu terbuka, dengan cepat aku mendorongnya. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar, aku tidak melihat siapapun.

"Ada apa?" tanyanya.

"Mana wanita itu?" Aku menyahut sambil membuka kamar mandi yang ternyata kosong.

"Wanita siapa?"

"Aku tadi dengan jelas mendengar kamu bicara dengannya."

Sekarang kubuka lemari tapi tidak ada orang di dalamnya. Melihat jendela tapi masih tertutup dengan rapat, langsung aku menggesernya untuk melihat keluar.

"Kamu kenapa sih? Kamu mimpi?" tanya mas Hasbi.

Aku melihat mata suamiku itu memerah dengan rambut acak-acakan. Ia duduk di tepi ranjang dengan mata sayu. Tatapanku kini malah turun melihat bagian terlarang suamiku yang sekarang ditutupi oleh bantal.

"Dimana wanita itu?!" Aku sudah kehilangan kesabaran dan berteriak padanya.

"Jangan berteriak seperti itu. Kita di rumah Mbak Tyas!" tegurnya.

"Kamu pikir aku peduli? Sekarang, aku minta penjelasan soal test pack bekas pakai yang ada di tas kamu, Mas! Itu punya siapa?"

Mas Hasbi langsung gelagapan. Wajahnya pucat pasi, ia sepertinya tidak menyangka aku menemukan benda itu.

Bersambung ….

Related chapters

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Wanita Yang Mengandung Anak Suamiku

    Bab 3"A–aku tidak tahu!"Aku tertawa mendengar itu. "Tidak tahu? Bagaimana mungkin kamu tidak tahu apa isi tasmu sendiri?!" geramku.Kamu pikir istrimu sebod*h itu, Mas?"Mungkin temanku salah memasukkannya, karena istrinya memang sedang hamil. Aku juga belum memeriksa lagi tas kerja."Dia bicara seperti sedang bicara pada anak ingusan saja. Mas Hasbi mulai berbohong. Aku memutuskan untuk tidak memperpanjang pembicaraan, bukan karena aku percaya padanya tapi aku tidak ingin mendengar kebohongan lagi darinya. Lebih baik mencari bukti sendiri, daripada aku lelah terus mendesaknya."Saat ini aku percaya sama kamu tapi kalau sampai kamu ketahuan selingkuh, kamu akan tahu akibatnya!" Ucapanku ini tidak main-main, aku akan membuatnya menyesal.Aku mengalah untuk maju lebih jauh lagi. Kamu jangan senang dulu, Mas!Dia menarikku ke dalam pelukannya. "Maafkan aku ya. Aku membuat kamu curiga seperti ini, sungguh aku tidak selingkuh."Tanganku dengan berat terangkat membalas pelukannya, untuk s

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Dua Tahun Diselingkuhi

    Bab 4Mereka berdua sudah tidak terlihat lagi, aku terlalu larut dalam lamunan. Pintu rumahnya juga terkunci dengan rapat. Semua itu hanya khayalanku saja, tidak tahu apa yang mereka lakukan di dalam.Aku tidak ingin gegabah, bodohnya aku karena tadi tidak sempat mengabadikan momen itu. Setidaknya itu bisa aku jadikan bahan untuk mempermalukan wanita itu.Bagaimana mungkin aku mengingat untuk menyimpan bukti, hatiku saja begitu perih melihat dengan mata kepala sendiri apa yang selama ini Mas Hasbi sembunyikan.Di mataku dia lelaki alim, romantis dan sangat penyayang. Tapi ternyata dibalik sikapnya dia sama dengan lelaki lain di luaran, bajing*n!Aku tidak terima ini, Mas. Aku akan membuatmu berlutut dan menyesali apa yang sudah kamu lakukan padaku.Lututku rasanya masih lemas tapi aku harus segera pergi dari sini. Setidaknya sudah kukantongi alamat rumahnya. Aku bersumpah akan membuat lont* itu malu, di depan keluarga dan teman-temannya.Apa Mbak Tyas tahu kalau wanita yang dekat deng

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Bertahan Karena Alasan

    Tenang? Aku bahkan tidak bisa tenang setelah apa yang terjadi. Bisa-bisanya dia bicara seperti itu. Tidakkah dia tahu hancurnya perasaanku. Dadaku bahkan masih terasa begitu sesak.Tidak. Aku tidak boleh memperlihatkan keterpurukan dan emosiku di depan mereka, itu sama saja memperlihatkan jika aku kalah. Untuk kali ini aku akan mengalah tapi bukan berarti memaafkannya, kesalah yang Mas Hasbi lakukan itu sungguh tidak bisa dimaafkan karena dia selingkuh selama usia pernikahan kami.Wanita itu juga pasti akan senang melihatku langsung mundur. Harta, itu pasti yang diinginkannya. Tidak ada wanita manapun yang ingin dimadu atau menjadi madu, aku yakin dia bahkan tidak mencintai Mas Hasbi.Beberapa hari ini aku membuat diriku pulih dulu karena memang setelah kejadian itu tidak bohong, aku jatuh sakit. Terdengar lemah memang, tapi wanita mana yang akan menerima begitu saja saat tahu suaminya diam-diam memiliki istri lain.Setiap hari Mas Hasbi mengantarkan makanan tapi tidak pernah sekalipu

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Siapa Yang Terlibat?

    “Sayang ….” Mas Hasbi seperti sulit untuk menentukan.“Pilihan ada ditanganmu, jangan berpikir jika aku memaksa, Mas. Silahkan saja pilih sesuai isi hatimu.” Meliriknya sekilas sebelum melanjutkan sarapan.Meski tidak pernah memiliki nafsu makan tapi setidaknya aku jangan sampai tumbang lagi karena hal ini. Beberapa hari sampai tidak bekerja. Memang kehidupanku jadi kacau tapi takkan kubiarkan berlarut seperti ini.“Aku … akan meninggalkan Nafisha. Tapi tunggu sampai dia melahirkan.”“Terserahmu.”Rasaku pada Mas Hasbi bahkan tidak langsung hilang meski dia sudah jelas berkhianat. Kecewa dan benci sudah pasti ada tapi tidak mudah menghilangkan begitu saja cintaku padanya.“Apa boleh aku kembali.”“Kalau kau datang sendiri pintu rumahku terbuka.” Kursi berderit saat aku berdiri, menaruh piring di tempat cucian kotor. Dia tidak mengekori saat aku masuk ke dalam kamar.Rasanya masih tidak percaya dengan badai besar yang menerjang rumah tanggaku. Kenapa harus ada cobaan seberat ini? Siapa

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Merawat Anak Selingkuhan Suami?

    “Oh, temannya Mbak Tyas.”Kemarin Mbak Tyas mengatakan jika wanita ini adalah orang yang membantunya menyiapkan acara syukuran. Aku jadi mencurigai Mbak Tyas.Ada dua kemungkinan. Bisa jadi Mbak Tyas tahu dan mencoba menutupi atau dia tidak tahu dan sama denganku yang dibodohi oleh Mas Hasbi. Tidak mungkin juga menuduh tanpa bukti, jika tidak benar jatuhnya fitnah.Tidak boleh gegabah dan menciptakan masalah baru.“Vivi sudah mau pulang?”“Iya, Bu. Mungkin beberapa hari tidak kesini karena suamiku pulang,” ucapnya lalu melirik sekilas pada Mas Hasbi yang memalingkan wajahnya ke arah lain.“Aku antar Vivi dulu ya, Bu.”Aku masih diam melihat Mbak Tyas dan wanita itu keluar. Mas Hasbi berdiri mematung di tempatnya. Mungkin jika aku tidak datang dia yang akan mengantarkan istrinya itu pulang.“Kasihan ya suaminya kerja di luar kota. Kenapa dia tidak ikut saja? Sedang hamil pasti tidak mudah tinggal sendirian.”“Makanya biasa ibu memintanya datang kesini, kasihan kalau sendirian di rumahn

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Pangkas Senjata

    “Tidak, bukan seperti itu maksudku.”“Kamu juga ingin aku merawat anak itu? Kamu pikir hatiku ini batu hah?”Apa yang dipikirkannya itu? Sungguh tidak masuk akal. meski bayinya memang tidak bersalah tapi aku tidak akan pernah mau merawat bayi itu. Ibunya masih ada, kenapa harus aku yang merawatnya.Dia pikir hal ini akan membuatku luluh? Aku bahkan semakin marah.“Siapa tahu dengan mengasuh bayi bisa memancing agar dirimu bisa cepat hamil. Maaf kalau aku membuatmu tersinggung.”Sebelah sudut bibiku terangkat, “Tidak perlu.” Kusodorkan kertas yang berada di atas nakas.Setelah melakukan pemeriksaan sebelum ke kantor tadi, aku tahu alasan tubuhku belakangan ini begitu lemas. Bukan hanya karena masalah dengan Mas Hasbi tapi karena memang kondisiku. Mungkin jika ketahuan lebih awal Mas Hasbi tidak akan membawa wanita itu dan aku akan semakin lama dibohonginya.“Ka-kamu ha-mil, sayang.” Wajahnya terlihat syok, detik berikutnya dia menarikku ke dalam pelukannya.Entah harus bahagia atau tid

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Merebut Kembali Hak Milik

    Aku menggigit bibir menahan tawa melihat wajah ketakutan Mas Hasbi, dia pasti tahu jika ucapan ayah tidak pernah main-main. Ayah selalu bersikap tegas, dulu saja Mas Hasbi tidak mudah mendapatkan restu ayah dan sekarang dia memperlakukanku seperti ini.“Mana mungkin, mana mungkin aku berani menyakiti Ambar. Aku akan menjaganya, Yah.”“Ayah percaya padamu. Sebentar lagi statusmu akan bertambah.”“Sudah, Yah. Ayah datang-datang langsung menceramahi Mas Hasbi. Ayo duduk dulu, aku buatkan minum.”“Biar aku saja yang buatkan, sayang. Ayah mau teh atau kopi?” Mas Hasbi begitu sigap.Lihat saja, sejauh apa aku membalasmu, Mas. Aku bukan orang penyabar yang menunggumu mendapatkan balasan atas kesalahan yang telah kau perbuat. Tidak ada larangan membalas perbuatanmu itu, sah sah saja. Tapi memang lebih baik membalas kejahatan dengan kebaikan namun sayang hatiku sepertinya tidak selapang itu.“Teh saja, tidak usah pakai gula.”Ayah tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat Mas Hasbi yang su

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Totalitas Untuk Meluluhkan Hati

    [Aku tidak membelikan apapun untuk Ambar!]Akhirnya pesan balasan dari Mas Hasbi muncul juga. Sudah pasti akan ada adu mulut diantara mereka jika saja salah satu tidak ada yang mengalah.[Tidak apanya. Jelas-jelas dia memamerkan gelangnya itu, dia bilang itu pemberian darimu.] -Nafisha.[Aku tidak membelikannya, paling dia beli sendiri. Sudahlah jangan meributkan hal seperti ini, kalau mau ya tinggal beli.] -Mas Hasbi.[Kirim uangnya, uang yang kemarin kamu kirim sudah habis.] -Nafisha.[Habis? Kamu menggunakannya untuk apa? Seharusnya cukup untuk satu bulan, jangan terlalu boros.Aku sudah keluar banyak uang untuk rumah itu.] -Mas Hasbi.Apa jangan-jangan uang tabungan kami yang dipakainya untuk membelikan rumah wanita itu. Aku tidak akan ikhlas.Aku yang menemani Mas Hasbi dari bawah dan dia yang menikmati hasil kerja keras suamiku? Enak saja.Soal barang-barang yang sudah kuberikan pada ibu mertua dan juga saudara Mas Hasbi yang lain tak akan kuambil kembali karena memang pantang ba

Latest chapter

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Resmi

    POV Ambar“A-apa ini?”“Perlu aku bacakan?” Aku meraih kertas itu dari tangan Mas Hasbi, “ini surat cerai, kita akan berpisah! Apa masih kurang jelas, Mas?”Mas Hasbi menggeleng, “ti-tidak, aku tidak ingin kita berpisah. Bukankah kita sudah memulai semuanya dari awal, kamu sudah memaafkanku bukan?”"Ya, aku memang sudah memaafkanmu, Mas. Tapi bukan berarti aku mau menerimamu kembali. Awalnya memang aku pernah berpikir seperti itu namun saat aku akan melakukannya semakin banyak kebusukanmu yang terbongkar jadi aku tidak bisa mengambil keputusan lain selain berpisah.Aku juga lelah selalu dihubungi oleh istri mudamu itu, dia menelpon kadang memaki kadang juga mohon-mohon agar membujukmu untuk bisa rujuk dengannya.”Ya, Nafisha meang melakukan itu. Terlihat jelas jika dia tidak ingin berpisah dari Mas Hasbi, aku pun tidak ingin memperebutkan lelaki seperti Mas Hasbi. Dia sudah pernah berkhianat sekali dan masih ada kemungkinan dia melakukan hal yang sama kedepannya dan aku tidak mau samp

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Gugatan Cerai

    POV Hasbi“Ka-kamu ….”“Hari juga aku menjatuhkan talak padamu, kamu bukan istriku lagi.” Sekian lama menahan akhirnya bisa juga aku mengucapkan itu.“Mas.”“Maaf, Nafisha. Tapi selama ini aku sudah sabar, dari awal ini memang salah. Jangan khawatir soal anak, aku tidak akan lepas tanggung jawab. Tolong segera urus sertifikat itu, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Ambar jika tahu kamu menggadaikan sertifikat itu.”Nafisha menahan tanganku, “mas, aku tidak mau berpisah denganmu. Aku sudah mengorbankan segalanya untukmu.”Aku tersenyum sinis, “kau yang mau mengorbankan dirimu sendiri, bukan aku yang meminta.”Tidak peduli melihat Nafisha yang menangis sesegukan. Aku sudah sangat pusing, dia begitu menyusahkan. Tidak pernah sekalipun dia berubah. Jika bukan karena ancaman, dan juga anak aku mungkin dari dulu sudah meninggalkannya.Pulang ke rumah Ambar sudah menungguku, menyambut dengan senyum manis.“Mas mau dibuatkan minum apa?”Bukannya bertanya soal sertifikat dia malah menawark

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Akan Dipulangkan

    POV Hasbi“Ya, keluargaku semua tahu soal ini. Aku … membelikannya rumah. Tapi aku akan mengambilnya kembali. Aku mengakui semua kesalahanku.”Tak berani menatapnya, aku menunduk. Pasrah dengan apa reaksi Ambar.Apa yang sudah kulakukan memang sangat keterlaluan. Dia pasti berpikir aku tidak tahu diri.Aku tersentak saat dia tiba-tiba kembali menggenggam tanganku, “Aku kecewa padamu dan juga pada keluargamu, Mas. Kuberikan waktu untukmu mengembalikan apa yang bukan hakmu. Aku tidak akan marah dan mengadukan ini pada ayah.”Kondisi ayah mertuaku memang terlihat baik tapi jika dia tahu hal seperti ini bisa saja kondisi kesehatannya langsung menurun.“Aku akan mengambilnya sekarang juga.”Ambar menahan tanganku, “Kamu sudah lelah dari tadi pulang pergi terus, Mas. Masih ada besok.”Senyumnya membuatku lega.Aku malu, sangat malu karena menyia-nyiakan wanita sebaik Ambar. Setelah ini aku tidak akan lagi berbuat hal yang macam-macam, tidak peduli dengan ancaman Nafisha. Jika memang dia ing

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   POV Hasbi

    Bab 13Menikahi Ambar bukan keinginanku, atas desakan Ibu dan juga Mbak Tyas aku melakukan ini. Bahkan aku harus rela meninggalkan Nafisha.Mendiang ayahku memiliki banyak hutang pada rentenir membuat keluargaku hidup serba kekurangan.Di tengah himpitan ekonomi ibu meminta agar aku mendekati Ambar, wanita yang sama sekali tidak kukenal sebelumnya. Ambar adalah anak semata wayang Pak Suseno, pemilik usaha properti yang cabangnya sudah ada dimana-mana.Awalnya aku menolak karena memiliki Nafisha, tapi tidak tega melihat kondisi keluargaku sendiri yang bisa dibilang sudah sangat memprihatinkan. Berpikir mungkin ini memang jalan yang terbaik, bukan tidak pernah mencoba mencari pinjaman ke tempat lain tapi siapa yang mau memberikan pinjaman tanpa ada jaminan, saat itu kami hanya tinggal di rumah kontrakan.Mendekati Ambar tidaklah mudah, dia bukan wanita yang luluh oleh sebuah rayuan. Aku sendiri bahkan kagum padanya karena tidak seperti wanita pada umumnya yang akan luluh oleh ketampanan.

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Manusia Sampah

    Tidak habis pikir dengan apa yang dilakukannya, kenapa aku harus dipertemukan dengan manusia sampah macam dia. Tapi fakta tak bisa kupungkiri, lelaki itu adalah ayah dari anakku.Kuhela nafas berkali-kali, memikirkan ini bisa membuat tekanan darah naik. Bagaimana pun sekarang kesehatanku lebih penting, jangan sampai kehamilan ini bermasalah gara-gara dia.Sekarang yang terpenting aku harus membuatnya percaya jika aku memang sudah menerimanya kembali, jika tidak seperti itu akan sulit bagiku merebut sertifikat rumahnya.[Sayang, pedangan rujak tidak jualan. Bagaimana?] Dia mengirimkan pesan disertai foto tempat biasa penjual rujak itu mangkal.Baru saja akan membalas pesannya, aku malah mendapat panggilan video dari Mas Hasbi.Layar ponsel penuh dengan wajahnya sebelum kamera beralih ke kamera belakang dan memperlihatkan dengan jelas lapak itu yang kosong.“Apa aku harus cari di tempat lain?” tanyanya.“Hm, cari yang dekat pasar kalau begitu.” Itu jelas lebih jauh tapi resikonya memang

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Totalitas Untuk Meluluhkan Hati

    [Aku tidak membelikan apapun untuk Ambar!]Akhirnya pesan balasan dari Mas Hasbi muncul juga. Sudah pasti akan ada adu mulut diantara mereka jika saja salah satu tidak ada yang mengalah.[Tidak apanya. Jelas-jelas dia memamerkan gelangnya itu, dia bilang itu pemberian darimu.] -Nafisha.[Aku tidak membelikannya, paling dia beli sendiri. Sudahlah jangan meributkan hal seperti ini, kalau mau ya tinggal beli.] -Mas Hasbi.[Kirim uangnya, uang yang kemarin kamu kirim sudah habis.] -Nafisha.[Habis? Kamu menggunakannya untuk apa? Seharusnya cukup untuk satu bulan, jangan terlalu boros.Aku sudah keluar banyak uang untuk rumah itu.] -Mas Hasbi.Apa jangan-jangan uang tabungan kami yang dipakainya untuk membelikan rumah wanita itu. Aku tidak akan ikhlas.Aku yang menemani Mas Hasbi dari bawah dan dia yang menikmati hasil kerja keras suamiku? Enak saja.Soal barang-barang yang sudah kuberikan pada ibu mertua dan juga saudara Mas Hasbi yang lain tak akan kuambil kembali karena memang pantang ba

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Merebut Kembali Hak Milik

    Aku menggigit bibir menahan tawa melihat wajah ketakutan Mas Hasbi, dia pasti tahu jika ucapan ayah tidak pernah main-main. Ayah selalu bersikap tegas, dulu saja Mas Hasbi tidak mudah mendapatkan restu ayah dan sekarang dia memperlakukanku seperti ini.“Mana mungkin, mana mungkin aku berani menyakiti Ambar. Aku akan menjaganya, Yah.”“Ayah percaya padamu. Sebentar lagi statusmu akan bertambah.”“Sudah, Yah. Ayah datang-datang langsung menceramahi Mas Hasbi. Ayo duduk dulu, aku buatkan minum.”“Biar aku saja yang buatkan, sayang. Ayah mau teh atau kopi?” Mas Hasbi begitu sigap.Lihat saja, sejauh apa aku membalasmu, Mas. Aku bukan orang penyabar yang menunggumu mendapatkan balasan atas kesalahan yang telah kau perbuat. Tidak ada larangan membalas perbuatanmu itu, sah sah saja. Tapi memang lebih baik membalas kejahatan dengan kebaikan namun sayang hatiku sepertinya tidak selapang itu.“Teh saja, tidak usah pakai gula.”Ayah tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat Mas Hasbi yang su

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Pangkas Senjata

    “Tidak, bukan seperti itu maksudku.”“Kamu juga ingin aku merawat anak itu? Kamu pikir hatiku ini batu hah?”Apa yang dipikirkannya itu? Sungguh tidak masuk akal. meski bayinya memang tidak bersalah tapi aku tidak akan pernah mau merawat bayi itu. Ibunya masih ada, kenapa harus aku yang merawatnya.Dia pikir hal ini akan membuatku luluh? Aku bahkan semakin marah.“Siapa tahu dengan mengasuh bayi bisa memancing agar dirimu bisa cepat hamil. Maaf kalau aku membuatmu tersinggung.”Sebelah sudut bibiku terangkat, “Tidak perlu.” Kusodorkan kertas yang berada di atas nakas.Setelah melakukan pemeriksaan sebelum ke kantor tadi, aku tahu alasan tubuhku belakangan ini begitu lemas. Bukan hanya karena masalah dengan Mas Hasbi tapi karena memang kondisiku. Mungkin jika ketahuan lebih awal Mas Hasbi tidak akan membawa wanita itu dan aku akan semakin lama dibohonginya.“Ka-kamu ha-mil, sayang.” Wajahnya terlihat syok, detik berikutnya dia menarikku ke dalam pelukannya.Entah harus bahagia atau tid

  • Kurelakan Suamiku Bersama Istri Barunya   Merawat Anak Selingkuhan Suami?

    “Oh, temannya Mbak Tyas.”Kemarin Mbak Tyas mengatakan jika wanita ini adalah orang yang membantunya menyiapkan acara syukuran. Aku jadi mencurigai Mbak Tyas.Ada dua kemungkinan. Bisa jadi Mbak Tyas tahu dan mencoba menutupi atau dia tidak tahu dan sama denganku yang dibodohi oleh Mas Hasbi. Tidak mungkin juga menuduh tanpa bukti, jika tidak benar jatuhnya fitnah.Tidak boleh gegabah dan menciptakan masalah baru.“Vivi sudah mau pulang?”“Iya, Bu. Mungkin beberapa hari tidak kesini karena suamiku pulang,” ucapnya lalu melirik sekilas pada Mas Hasbi yang memalingkan wajahnya ke arah lain.“Aku antar Vivi dulu ya, Bu.”Aku masih diam melihat Mbak Tyas dan wanita itu keluar. Mas Hasbi berdiri mematung di tempatnya. Mungkin jika aku tidak datang dia yang akan mengantarkan istrinya itu pulang.“Kasihan ya suaminya kerja di luar kota. Kenapa dia tidak ikut saja? Sedang hamil pasti tidak mudah tinggal sendirian.”“Makanya biasa ibu memintanya datang kesini, kasihan kalau sendirian di rumahn

DMCA.com Protection Status