Hampir 7 hari tanpa keberadaan Ammar di rumah, membuat Ayudia serasa bagai burung yang diliarkan ke alam. Meski sudah tak ada lagi sikap ketus dari Ammar, namun pria tersebut kadang masih suka lupa dan bicara dengan kata-kata yang menohok. Apalagi sekarang Ammar lebih sering cemburu saat Ayudia hanya menjawab pertanyaan dari santri pria yang kebetulan lewat di depan rumah.
Menurut informasi yang Ayudia dengar dari Fatma juga Najma. Nama Ammar terseret kasus Nur. Kata mereka, Nur tak mengakui hubungan gelapnya dengan suami salah satu warga, dan malah menyebut bahwa ia memiliki hubungan lebih dari seorang santri dan ustadnya dengan Ammar. Parahnya, Nur bilang, ia sering berduaan dengan Ammar. Entah bagaimana jalan pikiran gadis itu.
Kata Fatma; biarkan saja Kakak kandungnya itu memakan ucapan yang sering dilontarkan. Karena tak mengakui dosa yang diperbuat, Nur diarak keliling kampung. Warga juga menyematkan kalung di leher Nur. Bukan kalung rangkaian bunga, apal
Tanpa terasa, si kembar sudah satu bulan. Sejak pamong desa dan pengurus pesantren membebaskan Ammar dari tuduhan perselingkuhan, sejak saat itu ia gencar sekali mencari perhatian dan simpati Ayudia. Ammar sigap membantu menjaga Hanan dan Hamim, mengganti popok dan cekatan membuatkan susu formula untuk tambahan nutrisi keduanya.Ya, Ammar telah berhasil membuktikan jika ia tak memiliki hubungan dengan Nur. Segala media sosial yang pernah ia gunakan untuk bertukar pesan dengan Nur, ia jadikan bukti. Satu fakta terbukti, namun aib lain ikut terbongkar. Banyak yang menganggap Ammar pria kurang baik. Buktinya ia sering berbalas WA dengan Nur kala sudah menjadi suami Ayudia.Dari bukti Ammar pula, penangguhan Nur ditarik. Nur dikeluarkan dari pesantren dengan tidak hormat. Tanpa boleh membawa selembar kain pun. Pesantren juga menyerahkan semua urusan Nur ke aparatur desa. Terserah mau diapakan. Ammar sudah tak peduli lagi. Namun, ia masih mendengar bisik-bisik santri putri,
Alhamdulillah.Dokter beserta lima perawat datang cepat untuk menangani Han. Bersyukur dan banyak puji-pujian Ayudia tuturkan untuk Sang Pencipta. Juga untuk dokter yang begitu lihai dan cekatan menangani Han. Bayi yang belum genap selapan itu kembali bergerak normal. Tak lagi kejang seperti tadi. Namun gerakannya melambat, lebih lambat lagi.Dokter meminta orang tua Han dan Mim ke ruangannya."Ada yang ingin saya sampaikan, mari Pak ... Bu, ke ruangan saya." Ujar dokter. Perawakannya tinggi bongsor, ia juga memakai hijab dan kacamata melingkari inderanya. Giginya penuh dengan pagar besi yang berkilau bak berlian. Jalannya agak pincang, entah karena apa. Kewibawaan kurang menyertainya, jika belum pernah berada di poli bagiannya, mungkin orang akan mengira ia bukan dokter. Jas putih yang biasa menjadi kebanggaan teman sejawatnya juga tak ia gunakan.Ammar mengangguk tegas, beda dengan Ayudia yang masih terus-terusan menyeka pipi yang basah. Mereka jalan se
Dokter Airin membantu Ayudia untuk berdiri. Ia memang dokter, insan yang diberi kelebihan rezeki untuk mengenyam pendidikan mahal dan bisa menyandang profesi bergengsi. Hampir separuh manusia memimpikan itu. Namun bukan berarti ia punya kuasa atas sehat dan sakit. Segala yang terjadi adalah campur tangan Tuhan. Hidup mati manusia bukan di tangannya. Dokter Airin tengah berusaha mengurai cinta Ayudia pada Han dan Mim. Agar perempuan itu ingat; mencintai makhluk dengan berlebih itu tidak baik. Meski pada anaknya.Menurut beberapa fakta, talasemia merupakan penyakit yang diakibatkan oleh mutasi gen, sehingga sel darah merah pembawa oksigen ke seluruh tubuh tak bisa berfungsi normal. Penyebabnya, faktor genetik. Dokter Airin menjelaskan maksudnya lagi. Artinya, gen dari ke-dua orang tua berperan penting. Ya, talasemia adalah penyakit keturunan. Dengan garis bawah; belum bisa disembuhkan. Cara menangani hanya dengan transfusi rutin bagi pengidap talasemi mayor.Bagaimana bi
Usai kabar meninggalnya Mim sampai ke telinga Ayudia, perempuan tersebut menjerit tragis. Ia tak rela anaknya pergi. Ayudia ingin hidup dengan Mim dan Han. Walau belum ada tiga bulan mereka bersama, namun jalinan batin terpaut kental. Raga Ayudia ikut lemah, Uti dan Atuk terpaksa tak diberi kabar karena kondisinya yang kurang baik. Akan sulit kala orang sepuh tersebut melakukan perjalanan ekstrim. Hanya Pak Lik Ayudia yang berkunjung untuk ikut mengantar sang cucu yang belum sekalipun beliau temui sebelumnya. Selang seminggu kepergian Mim, Han menyusul. Pikiran-pikiran buruk Ayudia sempat nyalang ke arah sana, namun ribuan do'a tetap ia lantunkan untuk keselamatan Han. Bayi mungil itu yang jadi sebab Ayudia kuat. Kini, kabar kematian Han tersiar di penjuru pesantren, juga seluruh kampung. Ayudia tak kedip memandang jasad tak bernyawa Han, bulir tak lagi jatuh. Ayudia tak lagi bisa menangis. Untunglah kerangka dan memori Ayudia adalah buatan Tuhan, jik
Baru kali ini Ayudia menunggu malam serasa menunggu bedug lebaran. Saat Maghrib terdengar, Ayudia bergegas ke kamar mengambil wudhu. Namun di dalam, Ammar ternyata sudah menunggu di atas sajadah yang tergelar."Dia ... kita sholat jamaah, ya. Kita berdoa sama-sama, agar Allah berikan petunjuk untuk rumah tangga kita."Ayudia mengangguk. Tak lagi berharap petunjuk lain, hatinya sudah mantap melangkah sendiri. Doa yang tersemat pun selalu minta kemudahan supaya ia lepas lebih cepat dari Ammar. Dari keluarga priyayi. Semakin lama perempuan itu tinggal, ia merasa lebih asing. Lebih kecil dan tak pantas berada di lingkungan tersebut."Assalamualaikum warahmatullah ...."Usai mengucap salam terakhir, Ammar ulurkan salim ke Ayudia. Pria itu ingin melakukan kebiasaan jamaah dengan sang istri di hari-hari berikutnya. Bisa dihitung dengan jari, berapa kali Ammar menjadi imam untuk Ayudia selama satu tahun terakhir. Banyak waktu sudah ia abaikan. Kebersamaan terlewa
"Saya mem- mem- membebaskan ... engkau ... Ay- Ayu- Ayudia Prasasti binti almarhum Sujono. Mulai malam ini kamu bukan lagi istriku." Usai mengucap kalimat yang bermakna talak, Ammar mengusap wajah dengan kasar, lalu beranjak tanpa permisi. Ammar menyendiri di gelap malam, melampiaskan sedih yang memukul. Ammar menjerit diantara teriakan jangkrik. Ammar menangis ... "Ya Allah ... kenapa Kau pisahkan aku dengan orang-orang yang sangat berarti." Katanya dengan tergugu. Sesal selalu di ujung, kala sesak sudah membekap jiwa rapuhnya. Selama ini Ammar merasa kuat, merasa hebat, merasa punya banyak kelebihan, namun kini ia tertunduk perih bagai terhunus sebilah pedang. Kandas ... Pernikahan seumur ratusan hari harus gagal karena beberapa faktor pemicu, terutama buruknya sikap sang pemimpin. Pernikahan yang harusnya masih manis-manisnya, kini malah jadi momok mengerikan bagi insan hawa yang tergores kenangan buruk. Luka ... semua perpisahan tentu meninggalkan luka. Entah karena rasa keh
Ammar termangu di tempat, memandang lurus ke hamparan tanaman jagung yang mulai kering. Hari-hari bersama Ayudia selalu menari di ingatan, seolah tengah menertawai dirinya yang bodoh. Menyakiti dan jatuh cinta pada gadis lugu nan polos, seperti mimpi buruk yang tak ia inginkan.Dan ... kisah nyata kembali menampar relung Ammar. Ternyata Ayudia adalah gadis kecil cengeng yang ia yakini teman masa kecil. Bocah yang selalu bermain dengannya kala balita dulu. Ayudia adalah Sasti. Gadis kecil yang pertama berhasil mengambil simpati dan perhatian Ammar. Ammar yang ketus dan sedikit angkuh.Sampai dewasa, rindu itu enggan pergi. Hingga semua terbuka oleh cerita Abah saat mengembalikan Ayudia. Benar, Ayudia yang ia cari selama ini. Dan setelah Abah menyatukan, Ammar justru memaksa perempuan itu pergi membawa luka.Ammar mencium pasmina Ayudia yang tertinggal di lemari, menghirup sisa wewangian di sana. Tiba-tiba air bening merembes dari sudut mata kala Ammar ingat perempuan tersebut, merasaka
Minggu pagi ...Redup dengan sayup-sayup alunan daun, membelai sejuk wajah pria hitam manis. Dari petang, ia sudah berkemas. Siapkan seluruh perbekalan untuk sambang ke kampung nan jauh di ujung barat. Ada beberapa lempeng obat-obatan, ada gula khusus yang rendah akan kandungan kalori. Juga dua lembar batik berlukis gajah terselip di box belakang jok ... motor.Adam Abdurrahman, pria matang berusia dua puluh tujuh tahun itu nampak bungah dengan simpati Umi. Layaknya ibu sendiri, Umi Aida siapkan segala sesuatu untuk teman jalan. Sarapan nasi goreng sudah ada di meja, saat yang lain belum siap, Umi telah meneriaki Adam dan Muha yang hendak pergi.Adam anggap perjalanan kali ini adalah napak tilas. Momen-momen yang melibatkan pribadi dengan perempuan bernama Ayudia sangat menyengat hati. Tak lepas barang secuil pun. Adam jatuh cinta dari kali pertama dua titik fokusnya menatap gambar di sebuah ponsel.Memang hanya karya manusia iseng, potretan tak berarti apa-apa. Namun, entah kenapa ha