Liam duduk di ruang kerjanya mulai jam 8 pagi tepat. Sudah menjadi kebiasaannya datang tepat waktu. Bahkan tidak kurang maupun lebih barang semenit saja. Dia seakan menunjukkan jika waktunya begitu berharga setiap berada di dalam perusahaan. Robin yang saat ini merangkap tugas sekretaris sekaligus asisten turut masuk ke dalam ruangan untuk membacakan jadwal kegiatan Liam seharian ini. Baik untuk urusan pekerjaan maupun pribadi. Liam tidak banyak menanggapi selain dengan gumaman setiap Robin membacakan jadwalnya. Beruntung si asisten sudah terbiasa dengan sahutan seadanya itu, sehingga tidak mengganggu pekerjaannya sama sekali. Sampai jadwal terakhir yang dibacakan, Liam mengangguk tanda paham meski nanti Robin harus mengingatkan ulang jika sudah waktunya melakukan setiap kegiatan yang sudah tersusun rapi. "Robin, apakah semua sudah beres?" tanya Liam dengan menaikkan alisnya yang kemudian dipahami Robin dengan cepat. Ini bukan tentang pekerjaan lagi. Tapi tentang tugas lain yang
Zahera masih terpaku melihat balasan email yang diterimanya dari bagian HR Evander Grup. Panggilan interview sekaligus tes kemampuan menjadi balasan yang diterimanya dalam waktu kurang dari 24 jam setelah lamaran dikirimkan. Apalagi setelah mencari tahu lebih dalam tentang perusahaan besar tersebut. Dimana perusahaan tersebut mempunyai beberapa anak cabang perusahaan termasuk Medica Center yang bergerak di bidang kesehatan dan Educa Center yang bergerak di bidang pendidikan. "Perusahaan yang sangat bonafide," senyum Zahera mengembang. Mencatat tanggal dan persyaratan untuk menjalani interview sekaligus tes kemampuan jika memang beruntung. "Bertepatan sama olimpiadenya Abi. Jadi aku akan ke perusahaan itu setelah mengantar Abi ke sekolah."Zahera menyiapkan diri dengan sangat baik. Bukan hanya mempersiapkan berkas dan pengetahuan, tapi juga menyiapkan pakaian terbaik untuk menunjang penampilannya. "Ternyata banyak baju yang kegedean. Berat badanku turun berapa kilo sih?" gumam Zah
"Sudah siap, Son?" tanya Zahera pada Abimanyu saat hari yang ditunggu akhirnya tiba juga."Siap dong, Mama! Abi pasti keluar jadi juara," balas Abimanyu dengan percaya diri. "Good! Tapi apapun hasilnya, mama sudah pasti bangga sama kamu." "Thank you, Mama. I love you so much," kata Abimanyu sambil memeluk Zahera dengan erat. "Love you more, Baby. Doa mama selalu menyertaimu, Anak ganteng. Doain ibu juga ya, Sayang." "Pasti, Ma. Semoga mama dapat yang terbaik. Kalau rejeki kita ada di perusahaan yang sedang mama lamar semoga hasil wawancara dan tesnya bagus, tapi kalau rejeki kita bukan di sana, semoga mama dapat yang lebih baik lagi."Zahera semakin mengeratkan pelukannya setelah mendengar doa tulus nan panjang dari putra satu-satunya. Mengecup pucuk kepalanya berulang-ulang untuk menyalurkan rasa kasih dan sayangnya. Terharu sekali dengan perhatian dan ketulusan Abimanyu. "Tuhan pasti mengabulkan doamu, Sayang."Setelah puas mengekspresikan rasa sayangnya kepada satu sama lain,
Sejak mediasi kedua, Sanjaya sudah tidak pernah lagi mengganggu Zahera. Sepertinya dia sudah menerima jalan yang membawanya pada perpisahan dengan sang istri yang diakui sangat dicintai. Sayangnya cinta saja tidak cukup jika hasratnya masih menduakan. Sanjaya sendiri mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan yang hampir membuatnya gulung tikar. Kini perusahaan kecilnya sudah kembali stabil dan tidak ada tanda-tanda akan ada sabotase kembali. Entah saat itu sabotase dari mana, Sanjaya sama sekali tidak menemukan titik terang pelakunya. Hanya saja, karena tidak berlarut sampai membuatnya benar-benar bangkrut, akhirnya Sanjaya memilih melupakan dan lebih berhati-hati supaya kejadian ini tidak pernah terulang kembali. Di waktu luangnya, Sanjaya juga lebih sering menghabiskan waktu untuk mengambil hati Alena. Mungkin setelah meyakini tidak bisa kembali pada Zahera, Sanjaya jadi berambisi harus semakin dekat dengan Alena dan menjadikan gadis itu sebagai pengganti Zahera. Alena yang masih
Tidak lama setelah Liam dan Abimanyu tiba di rumahnya, Zahera pun bangun dari tidur siang yang panjang. Keadaan rumah yang sunyi membuat Zahera mengira jika dirinya masih sendirian di dalam rumah. Tanpa melihat ponsel dan jam dinding di kamarnya, Zahera mengira jika dirinya baru tidur sebentar. Dia melepaskan blazer yang sejak pagi membungkus tubuhnya dengan rapat, dan meninggalkan inner tanpa lengan yang membuatnya sejenak terbebas dari rasa gerah. Berjalan ke luar kamar dengan langkah gontai karena masih tersisa rasa kantuk sebab belum mencuci muka. Bahkan rambutnya yang sedikit berantakan pun tidak dipedulikan karena merasa sendirian di dalam rumah. "Mama sudah bangun?" tegur Abimanyu dan Liam yang berada di dapur lebih dulu darinya. Zahera memang berjalan menuju dapur karena tenggorokannya terasa kering dan di kamarnya tidak ada air minum. Zahera sangat terkejut melihat ada anaknya dan pria dewasa di dapurnya sedang bersantap siang. "Lho, kok udah pulang?" tanya Zahera tanpa
Liam mendapat pertanyaan dari Zahera yang diulangi oleh Abimanyu sejenak terdiam. Menimbang apakah harus menjawab jujur atau justru sebaliknya. Jelas dia tidak bisa berbohong terlalu jauh atau akan menuai resiko dan berdampak di masa mendatang yang akan entah seperti apa situasinya. Tapi untuk mengakui diri sebagai salah satu pemilik bahkan calon pemimpin tertinggi di Evander Group yang pagi tadi dimasuki Zahera untuk wawancara, tentu saja juga bukan pilihan yang bagus. Jadinya Liam memilih menjawab jujur tapi tidak berterus terang. "Aku kerja di Jalan Sudirman. Ah, iya. Aku hampir lupa kalau jam istirahatku hampir habis. Aku pergi ya? Besok sabtu pagi aku jemput kalian," jawab Liam sambil melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya. Kurang 10 menit lagi pukul 13.00. Artinya hanya tersisa 10 menit untuk Liam kembali ke bekerja. Meski sebenarnya sekalipun Liam tidak kembali, tidak akan ada yang berani menegur. Tapi demi menghindari pertanyaan lebih jauh, Liam memilih memakai a
Alvino masih terdiam dengan gawai yang berada dalam genggaman. Meskipun panggilan dari Indonesia sudah berakhir beberapa menit yang lalu, tapi masih menyisakan beberapa pertanyaan hingga membuatnya merasa janggal dan curiga. "Aku baru tahu ada program pertukaran pelajar dari Educa Center. Kenapa rasanya aneh sekali?"Alvino kemudian memilih mencari tahu dengan berselancar di internet. Tidak ada satu berita pun tentang program sejenis itu di sekolah tersebut. Termasuk saat dicek di web resminya juga menampilkan hasil yang sama. Tidak ada program sejenis. Ingin membobol sistem keamanan Educa Center, tapi ternyata bukan hal mudah. Alvino menyadari Yayasan Pendidikan milik Evander Group itu memiliki sistem keamanan yang bagus sehingga tidak bisa sembarangan dibobol pihak luar. "Apa aku tanya langsung ke Liam aja ya? Meski bagian Educa Center adalah wilayah kakak pertamanya, tapi kalau hanya masalah informasi yang aku butuhkan, dia pasti bisa membaginya denganku," gumam Alvino hampir me
"Serius banget sih, Bos!" gumam Robin lirih. "Perasaan aku perhatiin minggu ini kamu kelihatan lebih bersemangat deh. Apa ada sesuatu yang aku gak tau?" lanjutnya penasaran. Liam yang diajak ngobrol sama Robin saat sedang bekerja justru menghentikan gerakan tangan yang tadinya sedang membubuhi tanda tangan di atas lembar kerja sama dengan perusahaan lain. Kemudian matanya memicing menatap Robin dengan sangat skeptis. "Emangnya aku pernah gak serius waktu lagi kerja?" sarkasnya. "Bukan. Bukan tentang seriusnya. Jelas kamu selalu mengerjakan sebuah pekerjaan dengan serius. Tapi ini sekali lagi bukan tentang serius yang aku maksud."Liam masih diam saja menunggu Robin melanjutkan penjelasan yang sengaja dibuat menggantung. Penasaran dengan kalimat lanjutan apa yang sebenarnya Robin permasalahkan. "Kamu sadar gak? Kamu terlihat lebih hidup dan bergairah bahkan saat sedang bekerja seperti ini dalam 4 hari ini, Dude! Apa aku salah?" 'Hidup dan bergairah?' Pertanyaan Liam yang mengulan
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m