Liam mendapat pertanyaan dari Zahera yang diulangi oleh Abimanyu sejenak terdiam. Menimbang apakah harus menjawab jujur atau justru sebaliknya. Jelas dia tidak bisa berbohong terlalu jauh atau akan menuai resiko dan berdampak di masa mendatang yang akan entah seperti apa situasinya. Tapi untuk mengakui diri sebagai salah satu pemilik bahkan calon pemimpin tertinggi di Evander Group yang pagi tadi dimasuki Zahera untuk wawancara, tentu saja juga bukan pilihan yang bagus. Jadinya Liam memilih menjawab jujur tapi tidak berterus terang. "Aku kerja di Jalan Sudirman. Ah, iya. Aku hampir lupa kalau jam istirahatku hampir habis. Aku pergi ya? Besok sabtu pagi aku jemput kalian," jawab Liam sambil melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya. Kurang 10 menit lagi pukul 13.00. Artinya hanya tersisa 10 menit untuk Liam kembali ke bekerja. Meski sebenarnya sekalipun Liam tidak kembali, tidak akan ada yang berani menegur. Tapi demi menghindari pertanyaan lebih jauh, Liam memilih memakai a
Alvino masih terdiam dengan gawai yang berada dalam genggaman. Meskipun panggilan dari Indonesia sudah berakhir beberapa menit yang lalu, tapi masih menyisakan beberapa pertanyaan hingga membuatnya merasa janggal dan curiga. "Aku baru tahu ada program pertukaran pelajar dari Educa Center. Kenapa rasanya aneh sekali?"Alvino kemudian memilih mencari tahu dengan berselancar di internet. Tidak ada satu berita pun tentang program sejenis itu di sekolah tersebut. Termasuk saat dicek di web resminya juga menampilkan hasil yang sama. Tidak ada program sejenis. Ingin membobol sistem keamanan Educa Center, tapi ternyata bukan hal mudah. Alvino menyadari Yayasan Pendidikan milik Evander Group itu memiliki sistem keamanan yang bagus sehingga tidak bisa sembarangan dibobol pihak luar. "Apa aku tanya langsung ke Liam aja ya? Meski bagian Educa Center adalah wilayah kakak pertamanya, tapi kalau hanya masalah informasi yang aku butuhkan, dia pasti bisa membaginya denganku," gumam Alvino hampir me
"Serius banget sih, Bos!" gumam Robin lirih. "Perasaan aku perhatiin minggu ini kamu kelihatan lebih bersemangat deh. Apa ada sesuatu yang aku gak tau?" lanjutnya penasaran. Liam yang diajak ngobrol sama Robin saat sedang bekerja justru menghentikan gerakan tangan yang tadinya sedang membubuhi tanda tangan di atas lembar kerja sama dengan perusahaan lain. Kemudian matanya memicing menatap Robin dengan sangat skeptis. "Emangnya aku pernah gak serius waktu lagi kerja?" sarkasnya. "Bukan. Bukan tentang seriusnya. Jelas kamu selalu mengerjakan sebuah pekerjaan dengan serius. Tapi ini sekali lagi bukan tentang serius yang aku maksud."Liam masih diam saja menunggu Robin melanjutkan penjelasan yang sengaja dibuat menggantung. Penasaran dengan kalimat lanjutan apa yang sebenarnya Robin permasalahkan. "Kamu sadar gak? Kamu terlihat lebih hidup dan bergairah bahkan saat sedang bekerja seperti ini dalam 4 hari ini, Dude! Apa aku salah?" 'Hidup dan bergairah?' Pertanyaan Liam yang mengulan
Bukan hanya Zahera maupun Abimanyu yang merasa tidak sabar dengan rencana healing di sabtu ini. Karena nyatanya orang luar yang diajak sepasang ibu dan anak itu juga sama tidak sabarnya. Liam tepatnya, yang sudah sejak dari hari selasa hingga hari jumat bekerja dengan giat dan seperti yang dibilang sang asisten jika dia lebih bersemangat dari biasanya sehingga pekerjaan di minggu ini selesai tepat waktu tanpa menyisakan peluang untuk bisa dikerjakan di akhir pekan sedikitpun. "Aku jemput mereka jam berapa ya? Lupa lagi gak minta nomor handphone-nya?" rutuk Liam begitu bangun pagi di hari sabtu.Sejak semalam Liam sudah tidak sabar untuk menunggu pagi. Dan sekarang, Liam bahkan sudah rapi dan berbau wangi karena habis mandi di pukul 6 pagi. Terlalu pagi untuk ukuran mandi di hari libur. Sebenarnya Liam bisa dengan mudah mendapatkan nomor Zahera jika ingin. Hanya saja, jika mendapatkan nomornya bukan dari yang punya secara langsung, Zahera pasti akan curiga dan menanyakan banyak hal
"Mau sarapan di luar dong, Ma." Pertanyaan Zahera yang memberikan penawaran untuk menu sarapan di sabtu pagi sebelum mereka akan pergi ke perpustakaan disahuti Abimanyu dengan sebuah permintaan yang tidak biasa. "Jadi gak mau dimasakin sama mama aja nih?" "Khusus pagi ini Abi pengennya makan di luar. Terus sekalian jalan ke perpus. Pengennya juga gak pakai mobilnya Om Liam, tapi pakai kendaraan umum. Abi pengen naik MRT, Ma, Om." Jawaban panjang dari Abimanyu hampir membuat Liam tersedak saat dirinya tengah meneguk kopi favorit buatan Zahera. Zahera sampai ikut panik saat melihat Liam terbatuk-batuk hingga dengan spontan menepuk punggung Liam bagian atas yang dekat dengan tengkuknya berulang-ulang hingga batuknya mereda. "Abi kan! Om Liam sampai kaget lho kamu tiba-tiba ngajakin naik kendaraan umum gitu," tegur Zahera membuat Abimanyu cemberut. "Om Liam, maaf. Abi gak tau kalau permintaan Abi jadi bikin Om sampai keselek kayak gini." Liam menggelengkan kepalanya dengan cepat u
"Mama mau ngapain?" tanya Abimanyu saat melihat Zahera fokus dengan ponselnya, padahal mereka sudah sepakat untuk berangkat. "Panggil taksi," jawab Zahera dengan santai. "Lho, kan kita sudah sepakat pakai kendaraan umum? Kok panggil taksi sih?" protes Abimanyu sambil memajukan bibirnya tidak terima dengan tindakan Zahera yang akan merusak rencananya. "Lah, kan kita mau cari makan dulu? Naik kendaraan umumnya dimulai setelah sarapan aja, Bi. Lagipula depan rumah kita kan gak dilewati kendaraan umum. Mana ada kendaraan umum selain ojek dan taksi yang masuk ke kompleks perumahan, Bi?" "Gak mau tau, Ma. Pokoknya Abi maunya gak ada acara naik taksi atau ojek. Maunya bener-bener kendaraan umum dimana kita berbaur sama banyak orang di kendaraan itu. Kalau gak yaudah deh gak jadi pergi aja!" "Loh kok malah ngambek sih. Maksud mama kan biar gak terlalu capek, Abi. Minimal naik taksi sampai jalan raya yang dilewati bus gitu lho." "Yaudah kalau mama gak mau capek, gak usah pergi. Di rumah
Pertanyaan Abimanyu sebenarnya sangat sederhana, tapi sayangnya tidak untuk Zahera yang sedang sensitif dengan hal yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga. Kondisi rumah tangganya yang saat ini di ambang jurang bersama Sanjaya, membuat Zahera merasa gagal. Meski sudah dipikirkan baik-baik jika perpisahannya dengan Sanjaya adalah jalan tengah dan pemutus hubungan tidak sehat di antara mereka, tapi tetap saja Zahera menanggung beban perasaan gagal yang nyata. Air muka Zahera terlihat seketika berubah. Jika diibaratkan dengan langit, maka mungkin yang awalnya cerah, mendadak menjadi kelabu oleh mendung hitam. Liam pun bisa melihat perubahan itu dengan jelas. Tidak ingin membuat Abimanyu semakin penasaran, atau bahkan menyadari perubahan suasana hati mamanya, maka Liam yang akan mengambil inisiatif untuk menjawab pertanyaan. Meski Liam sendiri kurang percaya diri saat sedang menjawabnya. "Keluarga cemara itu cuma istilah, Abi. Abi tahu pohon cemara kan?" katanya mengundang reak
"Akhirnya sampai juga," gumam Zahera yang terlihat kelelahan. Berbeda sekali dengan Liam yang masih berwajah datar dan Abimanyu yang sudah berbinar. Sepertinya dua pria itu tidak merasa lelah sama sekali meski sudah berjalan kaki setengah jam lamanya sejak keluar dari Stasiun Fatmawati. Bangunan yang dari depan tampak seperti rumah biasa ternyata merupakan bangunan tingkat dua sebuah perpustakaan anak yang nyaman. Abimanyu langsung tertarik menelusuri deretan rak berisi kumpulan buku berdasarkan jenis dan tingkatan usia. Urusan registrasi di-handle Zahera karena Liam dilarang mengeluarkan uang sepeserpun untuk kegiatan santai di hari Sabtu ini. Seperti janjinya, Zahera memang berniat untuk mentraktir Liam, sehingga Liam mau tidak mau dibuat menurut saja. "Ada buku bacaan orang dewasa di lantai dua," tutur Zahera memberitahu. Abimanyu yang mendengar mempersilakan kedua orang dewasa yang menemaninya untuk ke atas jika mereka pun ingin membaca buku sesuai minatnya."Emangnya Abi ga