Setelah beberapa hari merasa aman karena suami yang digugat cerai olehnya tidak mendatanginya lagi saat mengantar Abimanyu ke sekolah, akhirnya pagi ini Zahera kembali dibuat terkejut dengan kedatangan Sanjaya yang tiba-tiba. "Mau apa lagi kamu, Mas?" hardik Zahera yang sudah menolak terang-terangan ketika Sanjaya mulai mendekatinya. "A-aku mau minta maaf, Sayang." "Mas, kayaknya mulai sekarang biasakan panggil namaku saja deh. Gak usah pakai embel-embel sayang atau pun mama. Panggil langsung namaku aja," tegas Zahera memasang tembok pembatas tinggi-tinggi. Sanjaya tidak gentar sedikitpun meskipun Zahera semakin gencar menjauhinya. Dia sudah bertekad untuk berjuang mengambil hati istrinya, supaya mau membatalkan keinginannya untuk bercerai. "Aku minta maaf untuk kartu-kartu yang kemarin sempat dibekukan. Semua rekeningnya sudah aku cabut blokirannya. Tolong gunakan lagi kartunya untuk kebutuhanmu bersama Abimanyu ya," pinta Sanjaya dengan suara lirih. "Ah, iya. Kartu ya? Aku sam
Zahera akhirnya tahu jika inisiatif Sanjaya memberikan hak kepemilikan atas rumah mereka adalah berkat hasutan manis dari Alena. Gadis kecil yang sudah dianggap Zahera sebagai adiknya itu sungguh-sungguh berniat untuk mengambil harta Sanjaya untuk Zahera dan Abimanyu. Alena masih betah berpura-pura berada di sisi Sanjaya meski dari jarak jauh. Alena juga sering bercerita pada Zahera apa saja yang dilakukannya selama mengelabui Sanjaya. Bahkan apa saja yang sudah didapatkannya juga lekas diberikan kepada Zahera dan Abimanyu. "Dasar gadis nakal!" umpat Zahera setiap Alena memberikan hasil rampasannya dari Sanjaya.Dan Alena justru bangga dengan ucapan terima kasih tersirat yang disampaikan lewat umpatan tersebut. "Sama-sama, Mbak," balas Alena meniru gaya sarkas Alvino yang dulu sering menyindir jika tidak berterima kasih atas bantuannya. Zahera tidak melarang tapi juga tidak berniat untuk ikut-ikutan. Energinya yang terbatas akan dipergunakan Zahera untuk mengurus anak semata waya
Sanjaya yang pingsan di depan Kantor Pengadilan Agama segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Zahera tidak kalah paniknya dengan Mama Anita yang langsung menjerit saat melihat tubuh putranya roboh di depan Zahera. Belakangan ini Sanjaya memang terlalu kacau sampai tidak menjaga kesehatannya sendiri dengan baik. Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak tanpa bantuan obat tidur. Asupan makanannya juga tidak teratur karena tidak adanya selera untuk mengisi perutnya. "Ini bukan salahmu karena dia sudah dewasa dan seharusnya tahu apa yang diperlukan oleh tubuhnya sendiri supaya tetap sehat." Zahera hanya mengangguk pelan saat Zio menasehatinya. Sepertinya air muka khawatir di wajah Zahera bisa terbaca siapapun termasuk sang pengacara. Tidak bisa dipungkiri jika Zahera masih peduli dengan kesehatan Sanjaya. Mau bagaimanapun, mereka sudah tinggal bersama hampir sepuluh tahun lamanya. Tidak akan mudah untuk keduanya mengabaikan satu sama lain begitu saja. Saat ini Zahera, Zio dan Mama Anita
"Ma, kok kita gak ke arah jalan pulang biasanya?" tanya Abimanyu dengan polos. Sebenarnya Zahera sedikit khawatir mengabarkan keadaan Sanjaya pada Abimanyu. Apalagi anak itu sudah beberapa kali mengatakan rindu pada papanya tersebut. Zahera merasa bersalah mempertemukannya dengan sang papa setelah papanya sakit. "Iya. Kita ketemu papa dulu ya, Abi. Mau kan?" "Mau, mau, mau, Ma," jawab Abimanyu dengan antusias. Hati Zahera kembali tercubit mendengar antusiasme sang anak yang akan bertemu Sanjaya. Dalam hati terus berucap maaf atas sikapnya yang menjauhkan seorang anak dengan papanya. "Tapi ketemunya di rumah sakit ya?" Soalnya papa lagi sakit," balas Zahera dengan hati-hati. "Papa sakit lagi, Ma?" tanya Abimanyu dengan sedih. Terakhir anak itu bertemu Sanjaya adalah saat mereka menjemputnya di rumah sakit Balikpapan. Dan sekarang harus bertemu lagi di rumah sakit lain untuk alasan yang sama. "Hm. Iya, Bi. Papa kecapekan kerja. Tapi hari ini juga udah pulang dari rumah sakit kok
Setelah diperkenalkan kepada Sanjaya dan Mama Anita, Lui melihat pada jam di pergelangan tangannya. Sebentar lagi dia ada jadwal operasi sehingga tidak bisa berlama-lama bersantai meski sebenarnya masih menikmati saat berbincang dengan si kecil Abimanyu yang selalu antusias jika bertanya tentang seluk beluk pekerjaan seorang tenaga medis. "Abi, Om Dokter akan ada jadwal operasi sebentar lagi. Ngobrolnya lanjut next time ya? Abi bisa tanya apapun tentang medis dan rumah sakit pada Om Dokter. Minta mama untuk menghubungi Om jika Abi mau ketemu lagi dan ngobrol kayak tadi. Mengerti?"'Om Dokter? Panggilan macam apa itu?' dengkus Sanjaya dalam hati."Siap Om. Abi mengerti. Terima kasih banyak ya, Om Dokter." "Terima kasih kembali, Abi. Om senang bisa kenal sama Abi." "Abi juga, Om Dokter." Lui tersenyum kepada yang lain dan berpamitan singkat. Kemudian meninggalkan semuanya yang juga lekas meninggalkan rumah sakit. Sanjaya menatap tidak suka pada keberadaan Lui di dekat Abimanyu. Ap
"Apa mama bersedih?" pertanyaan polos dari Abimanyu menuai gelengan kepala dari Zahera. Saat ini keduanya sedang berada di dalam taksi untuk pulang menuju huniannya yang baru. Rumah yang bertahun-tahun menjadi tempat tinggal mereka ternyata benar-benar sudah tidak nyaman lagi untuk disinggahi. "Buat apa mama bersedih? Kalau di samping mama selalu ada Abi yang paling mama butuhkan. Percayalah, selama Abi di sebelah mama bauk-baik saja, maka mama juga pasti akan baik-baik saja." "Kalau begitu, Abi akan selalu ada buat mama." Zahera mengulas senyum manis mendengar janji anaknya yang sama manisnya. Dia tahu sang anak tidak asal berucap. Dia tahu Abimanyu berkata begitu dengan sungguh-sungguh karena menyayangi dirinya. "Terima kasih, Sayangnya mama." "Aku gak akan minta menginap lagi sama papa, Ma."'Eh!' Zahera tersentak mendengarnya. Bukan. Bukan ini yang ingin Zahera dengar. Meski dia akan senang jika anaknya lebih nyaman tinggal bersamanya, tapi tidak dengan membatasi hak anakny
PLAK!!Terkejut. Panas. Dan tentunya sakit. Zahera memegang sekilas pipinya yang kebas setelah ditampar dengan sangat keras di depan banyak orang."Jangan pukul mama, Oma!" Bekas tamparan Mama Anita di pipi mulus Zahera bukan saja menyakiti kulit wajahnya. Tapi lebih dari itu, Abimanyu yang mengepalkan tangan ikut merasakan panasnya pipi sang ibu yang memerah. Mama Anita sendiri terlihat sedikit menyesal karena telah melakukan tindakan impulsif hanya karena terpancing sindiran Zahera yang sayangnya sebuah kenyataan. Tapi tentu saja tidak ada kata maaf yang keluar selain tatapan tajam yang membuat bibirnya kelu. Zahera memang mengatakan di depan umum, terutama di depan teman-teman mertuanya jika Sanjaya sedang menjemput wanita lain di Bandara. Tapi itu bukan bualan semata karena pada kenyataannya seperti itu. Dan lagi, semua itu juga karena Mama Anita terlebih dahulu yang memancingnya. "Sudah, Abi. Biarkan saja. Kita makan di tempat lain ya?" bujuk Zahera tidak mau semakin lama ber
Mama Anita harus puas mendapat sindiran dari teman-temannya sendiri setelah tanpa diduga bertemu dengan Sanjaya dan Alena yang baru tiba di restoran saat Mama Anita dan temannya akan keluar karena sudah selesai mengobrol dan makan bersama. Kedekatan Sanjaya dan Alena, apalagi masuk dengan tangan yang bertaut, tentu saja menjadi perhatian mereka yang melihatnya. Meskipun pertemanan Mama Anita dengan perkumpulannya sangat dekat, tapi jika sudah mengangkat isu perselingkuhan atau poligami, tetap saja mereka akan lebih pro kepada pihak istri pertama. Sebagai sesama kaum hawa yang tidak rela dimadu, jelas mereka akan mencela pria tidak setia yang mudah tergoda dengan wanita lain. "Padahal Zahera udah paket komplit gitu lho. Kok bisa ya kecantol sama yang lain? Ya walaupun yang ini lebih muda dari Zahera, tapi Zahera juga masih cantik," bisik Jeng Wulan pada Jeng Rita. Keduanya sama-sama teman Mama Anita. "Iya, aku juga heran. Kalau jadi cerai, biarin deh nanti aku tawarin anak sulung a