"Lui Evander Lim." Alvino menggaungkan ulang nama yang baru saja masuk di daftar pengeluaran rekeningnya, setelah mengirimkan sejumlah uang untuk biaya rumah sakit keponakannya yang alergi terhadap buah blueberry. Dahinya mengernyit karena nama itu terdengar tidak asing di telinganya. Tapi sayangnya dia sama sekali tidak ingat dimana nama itu pernah didengarnya. Jemari panjangnya dengan cekatan mengetikan nama tersebut di atas keyboard komputernya. Dan deretan berita tentang sosok tersebut terpampang sekilas di atas layar lebarnya. "Dokter spesialis kejiwaan yang merupakan anak kedua dari seorang pengusaha sukses keturunan Korea, Tuan Evander Lim, pemilik Evander Grup," gumamnya. "Berarti dokter yang barusan bantuin Kak Zahra kakak keduanya, Liam. Liam Evander Lim. Pantas saja namanya gak asing, ternyata dia adalah kakak temen aku sendiri," sambungnya lagi. Yakin kakaknya ditolong oleh orang yang baik, Alvino menghentikan pencariannya dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertun
Abimanyu masih sangat antusias membahas sekolah elit yang ditawarkan Lui padanya kemarin. Apalagi tadi malam sesampainya di Ibu Kota, Abimanyu meminta Zahera untuk memperlihatkan dimana sekolah itu berada, Zahera menuruti dengan membawanya melintas jalan ke arah sekolah tersebut. Meski dari jalan raya tidak bisa dilihat secara jelas, tapi Abimanyu sudah bisa membayangkan sekeren apa dalam sekolahan tersebut. Didukung dengan beberapa video yang sempat dilihatnya di internet dari ponsel Zahera.Zahera yang saat ini sedang membantunya bersiap untuk pergi ke sekolah di hari pertama setelah libur panjangnya, harus tebal telinga mendengarkan Abimanyu yang masih bersemangat memuji dan membicarakan tentang Educa Center. "Abi akan jadi anak yang beruntung kalau sungguhan bisa dapat beasiswa di sekolah itu. Abi pasti bisa jadi dokter hebat di masa depan," ocehnya tanpa peduli telinga Zahera sudah berasap saking seringnya mendengar kata-kata serupa sejak kemarin. Zahera bukan mau meragukan pe
Zahera mengelus dada setelah kepergian Sanjaya. Lelah, setiap kali harus berurusan dengan suami yang tengah digugat cerai olehnya. Tapi Zahera tahu cepat atau lambat, kelelahan itu akan ada ujungnya, dan dia akan menunggu sampai di ujung penantian itu. "Sabar, Za. Ini gak akan lama. Mas Zio pasti bisa mengusahakan proses perceraian berlangsung cepat," hiburnya pada diri sendiri. Melihat tukang ojek yang tadi pagi sudah menghilang, Zahera terpaksa mengambil gawainya dari dalam tas untuk mencari ojek online baru yang akan mengantarnya ke pusat perbelanjaan. Zahera membutuhkan banyak barang kebutuhan rumah dan sekolah Abimanyu yang tidak terbawa olehnya dari rumah Sanjaya. Saat dia kembali ke rumah suaminya untuk mengambil dokumen yang dibutuhkan untuk menggugat cerai, Zahera hanya sempat mengambil seragam sekolah Abimanyu dan buku pelajarannya. Alat tulis dan keperluan sekolah lainnya tidak bisa dibawa, sehingga kini dia perlu membelinya lagi. Lagi-lagi uang pemberian Alvino yang ke
“Mas?” sapa Alena dari sambungan telepon yang dia buat sendiri untuk menghibur Sanjaya. Gadis cantik nan cerdik itu memang sedang menggunakan kesempatan dengan baik untuk bisa mengambil hati Sanjaya. Dia tahu saat ini Sanjaya butuh sandaran untuk menguatkannya di saat hidupnya goyah karena terancam ditinggalkan anak istrinya. Dan Alena berniat untuk menjadi malaikat yang akan membuatnya terlena. Meski kebaikannya hanya sesaat.“Iya, Baby,” sahut Sanjaya masih bisa bersikap lembut padanya. Meski Alena bisa merasakan kesedihan pada nada rendah dari suara pria yang menjawab panggilannya tanpa semangat, tapi Alena tidak mengeluhkan apapun. Justru sudut hatinya yang lain merasa puas dengan keadaan yang memprihatinkan tersebut. ‘Kamu memang pantas mendapatkan ini semua, Mas. Sayangnya ini masih belum cukup sama sekali. Setidaknya begitu bagiku,’ umpatnya dalam hati. “Mas baik-baik saja kan? Aku mengkhawatirkanmu,” dustanya. Alena kembali memuji aktingnya yang semakin hari semakin terd
Setelah beberapa hari merasa aman karena suami yang digugat cerai olehnya tidak mendatanginya lagi saat mengantar Abimanyu ke sekolah, akhirnya pagi ini Zahera kembali dibuat terkejut dengan kedatangan Sanjaya yang tiba-tiba. "Mau apa lagi kamu, Mas?" hardik Zahera yang sudah menolak terang-terangan ketika Sanjaya mulai mendekatinya. "A-aku mau minta maaf, Sayang." "Mas, kayaknya mulai sekarang biasakan panggil namaku saja deh. Gak usah pakai embel-embel sayang atau pun mama. Panggil langsung namaku aja," tegas Zahera memasang tembok pembatas tinggi-tinggi. Sanjaya tidak gentar sedikitpun meskipun Zahera semakin gencar menjauhinya. Dia sudah bertekad untuk berjuang mengambil hati istrinya, supaya mau membatalkan keinginannya untuk bercerai. "Aku minta maaf untuk kartu-kartu yang kemarin sempat dibekukan. Semua rekeningnya sudah aku cabut blokirannya. Tolong gunakan lagi kartunya untuk kebutuhanmu bersama Abimanyu ya," pinta Sanjaya dengan suara lirih. "Ah, iya. Kartu ya? Aku sam
Zahera akhirnya tahu jika inisiatif Sanjaya memberikan hak kepemilikan atas rumah mereka adalah berkat hasutan manis dari Alena. Gadis kecil yang sudah dianggap Zahera sebagai adiknya itu sungguh-sungguh berniat untuk mengambil harta Sanjaya untuk Zahera dan Abimanyu. Alena masih betah berpura-pura berada di sisi Sanjaya meski dari jarak jauh. Alena juga sering bercerita pada Zahera apa saja yang dilakukannya selama mengelabui Sanjaya. Bahkan apa saja yang sudah didapatkannya juga lekas diberikan kepada Zahera dan Abimanyu. "Dasar gadis nakal!" umpat Zahera setiap Alena memberikan hasil rampasannya dari Sanjaya.Dan Alena justru bangga dengan ucapan terima kasih tersirat yang disampaikan lewat umpatan tersebut. "Sama-sama, Mbak," balas Alena meniru gaya sarkas Alvino yang dulu sering menyindir jika tidak berterima kasih atas bantuannya. Zahera tidak melarang tapi juga tidak berniat untuk ikut-ikutan. Energinya yang terbatas akan dipergunakan Zahera untuk mengurus anak semata waya
Sanjaya yang pingsan di depan Kantor Pengadilan Agama segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Zahera tidak kalah paniknya dengan Mama Anita yang langsung menjerit saat melihat tubuh putranya roboh di depan Zahera. Belakangan ini Sanjaya memang terlalu kacau sampai tidak menjaga kesehatannya sendiri dengan baik. Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak tanpa bantuan obat tidur. Asupan makanannya juga tidak teratur karena tidak adanya selera untuk mengisi perutnya. "Ini bukan salahmu karena dia sudah dewasa dan seharusnya tahu apa yang diperlukan oleh tubuhnya sendiri supaya tetap sehat." Zahera hanya mengangguk pelan saat Zio menasehatinya. Sepertinya air muka khawatir di wajah Zahera bisa terbaca siapapun termasuk sang pengacara. Tidak bisa dipungkiri jika Zahera masih peduli dengan kesehatan Sanjaya. Mau bagaimanapun, mereka sudah tinggal bersama hampir sepuluh tahun lamanya. Tidak akan mudah untuk keduanya mengabaikan satu sama lain begitu saja. Saat ini Zahera, Zio dan Mama Anita
"Ma, kok kita gak ke arah jalan pulang biasanya?" tanya Abimanyu dengan polos. Sebenarnya Zahera sedikit khawatir mengabarkan keadaan Sanjaya pada Abimanyu. Apalagi anak itu sudah beberapa kali mengatakan rindu pada papanya tersebut. Zahera merasa bersalah mempertemukannya dengan sang papa setelah papanya sakit. "Iya. Kita ketemu papa dulu ya, Abi. Mau kan?" "Mau, mau, mau, Ma," jawab Abimanyu dengan antusias. Hati Zahera kembali tercubit mendengar antusiasme sang anak yang akan bertemu Sanjaya. Dalam hati terus berucap maaf atas sikapnya yang menjauhkan seorang anak dengan papanya. "Tapi ketemunya di rumah sakit ya?" Soalnya papa lagi sakit," balas Zahera dengan hati-hati. "Papa sakit lagi, Ma?" tanya Abimanyu dengan sedih. Terakhir anak itu bertemu Sanjaya adalah saat mereka menjemputnya di rumah sakit Balikpapan. Dan sekarang harus bertemu lagi di rumah sakit lain untuk alasan yang sama. "Hm. Iya, Bi. Papa kecapekan kerja. Tapi hari ini juga udah pulang dari rumah sakit kok
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m