"Aku ikut ambil raportnya Abi ya, Pa?" Zahera memohon. Pasalnya ini hari kedua Zahera harus berdiam diri di kamar sejak sakit kemarin. Padahal dia sudah merasa sehat, tapi Mama Anita dan Sanjaya masih saja melarangnya beraktivitas. Zahera hanya dibiarkan keluar kamar untuk sarapan di meja makan. Setelah itu, katanya Zahera harus tetap berdiam di kamar. "Gak dulu, Sayang. Biarkan papa yang ambil raportnya Abi kali ini. Mumpung papa gak kerja, papa mau sekalian ngajak Abi jalan berdua." "Yeay.. Papa mau ajak Abi jalan-jalan hari ini?" sahut Abimanyu dengan riang. "Ih, kok yang diajak jalan-jalan cuma Abi sih, Pa? Aku nggak?" "Kali ini gak dulu sayang. Papa mau jalan-jalan berdua sama Abi. Urusan laki-laki," jawabnya sambil mengerlingkan sebelah matanya. "Dih, gaya banget si papa. Pakai acara urusan laki-laki segala," gerutu Zahera tidak terima. "Nanti kalau kita punya anak perempuan, kalian juga boleh punya ladies time sesekali. Jadi kali ini, biarkan papa sama Abi berdua dulu,"
"Kamu mau reward apa dari papa, Good boy?" "Papa mau kasih Abi hadiah?"Sanjaya tersenyum. Makin lama anak kesayangannya ini sudah semakin jelas kosakatanya. Meski masih ada cedal di beberapa kata, tapi belakangan ini sudah jauh lebih baik dari sebelum sekolah."Tentu saja. Anak ayah yang cerdas dan penurut ini sangat berhak mendapatkan hadiah dari papa. Ayo kita ke toko mainan!" "Yeay!" Abimanyu sangat senang karena diberikan waktu berdua dengan Sanjaya. Begitu selesai mengambil raport di sekolah, Sanjaya menjanjikan hadiah untuk Abimanyu yang boleh dipilihnya sendiri di toko mainan. Mata Abimanyu sudah berbinar-binar saking senangnya. Biasanya Abimanyu hanya akan mainan dari apa yang sudah dibelikan Zahera atau Sanjaya untuknya. Meski semua mainan yang dibelikan kedua orang tuanya selalu disukainya, tapi sensasi bisa memilih sendiri juga diam-diam diinginkan anak tersebut. Abimanyu berlari kecil saat sudah berada di depan toko mainan di sebuah mall. Bisa dipastikan akan ada bany
"Pa, kalian sudah pulang?" Zahera tersenyum senang melihat suaminya masuk ke kamar mereka, setelah pulang dari jalan-jalan berdua dengan Abimanyu. Tapi senyum itu cepat berubah dengan wajah kebingungan saat menyadari wajah suaminya sedikit berbeda. "Pa, kamu kena…"Belum selesai Zahera bertanya, Sanjaya sudah lebih dulu menjatuhkan dirinya dalam pangkuan Zahera. Bukan itu saja, Sanjaya juga menangis di pangkuannya. "Pa, ada apa? Apa Abi bikin masalah? Dia nyusahin kamu waktu jalan-jalan tadi ya?" panik Zahera yang tidak mengerti dengan tingkah suaminya. Sanjaya hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab dan menghentikan tangisannya. Zahera masih sangat syok karena ini pertama kalinya melihat Sanjaya menangis seperti ini. Dia sampai tidak bisa menduga penyebab tangisan suaminya tersebut. "Ada masalah apa, Pa? Kamu bilang sama aku," pinta Zahera sambil mencoba mengangkat kepala Sanjaya supaya dia bisa mencari tahu dari tatapan matanya."Ada apa?" desisnya lembut setelah Sanjaya meng
Seperti yang dikatakan Sanjaya sebelum pulang ke Jakarta, hari ini Alena dibantu asisten Sanjaya untuk mengurus kepindahannya ke rumah kontrakan baru untuknya. Dan kini, Alena sudah menempati tempat tinggal barunya yang beruntung cukup dekat dengan kantornya bekerja. "Dah berasa kayak wanita simpanan beneran nih, sampai disewakan tempat tinggal," kekeh Alena setelah menata barang-barangnya. Perutnya kembali merasa meronta setelah ingat dirinya belum sempat makan malam karena harus menemui orang suruhannya Sanjaya untuk membantunya pindahan. Dan setelah semua selesai, Alena baru memikirkan perutnya. "Males banget mau makan di luar. Beli mie instan di warung depan aja kali ya? Terus dimasak sendiri. Perlengkapan dapur juga cukup lengkap. Bahan makanannya saja yang belum ada. Besok belanja dulu sepulang kerja," monolog Alena lagi. Tanpa mengganti pakaiannya, Alena hanya mengubah gaya rambutnya menjadi dikuncir cepol secara asal. Kemudian mengambil sandal jepitnya dan pergi ke warung
Sejak masuk ke kamar, Alena sama sekali tidak keluar lagi. Tidak peduli kapan Alvino akan meninggalkan kontrakannya, bahkan tidak peduli jika rumahnya tidak dalam kondisi terkunci semalaman sekalipun. Kata-kata Alvino nyatanya cukup mengganggu pikirannya. Meski Alena harus kesulitan mengartikan perasaannya sendiri. Yang pasti, Alena merasa kecil hati karena tidak berhasil mendapatkan hati Sanjaya. "Apa aku seburuk itu, sampai gak ada yang tergoda?" Alena tertawa miris, sebelum kemudian dirinya berbaring dengan mata yang basah hingga terlelap dengan sendirinya. Orang lain mungkin akan menganggap Alena berlebihan. Tapi tidak bagi Alena sendiri. Dirinya yang pernah mengalami cinta sepihak membuat Alena merasa tidak percaya diri. Dan lagi-lagi, perasaan itu muncul saat kembali disadarkan jika Sanjaya tidak punya rasa yang dalam padanya. Atau mungkin justru sama sekali tanpa rasa. Lelah dengan pikirannya sendiri membuat Alena tertidur cukup lama. Dia baru terbangun saat alarm ponselnya
Alena masih syok saat mendengar cerita Alvino yang mengakuinya sebagai pasangan suami-istri di lingkungan tempat tinggalnya. Bisa-bisanya dengan enteng Alvino mengaku seperti itu. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tetangga mereka juga percaya saja dengan hal tersebut. "Bisa-bisanya mereka percaya sama kamu kalau kita baru aja menikah. Kalau nanti tiba-tiba diminta dokumen pernikahan gimana?" "Gak kok tenang aja. Mereka udah percaya sama apa yang aku bilang. Padahal aku cuma kasih liat foto kita waktu kamu wisuda. Eh langsung pada percaya," kekeh Alvino sambil menunjukkan foto di layar ponselnya. Alena ingat itu adalah foto mereka saat Alena wisuda. Alvino dipaksa Alena untuk datang meski sebenarnya tanpa dipaksa pun, Alvino pasti datang. Sebuah foto Alena yang berbalut kebaya putih dengan make up minimalis tanpa baju toga yang bersanding dengan Alvino yang memakai kemeja putih panjang yang polos dan rapi, tentu terlihat seperti pasangan yang baru saja melakukan ijab kabul. "Kamu ko
Hari pertama menginjakkan kaki di Balikpapan tidak membuat Zahera bermalas-malasan. Tidak ada acara jetlag untuk ibu anak satu tersebut. Melihat tidak ada bahan masakan di dapur membuat Zahera gatal ingin berbelanja. "Pa, ada supermarket yang lengkap gak di dekat sini? Pengen belanja," rengek Zahera kemudian."Ada, nanti belanja ke mall aja sekalian. Tapi biarin Abi istirahat sebentar ya, Ma. Kasihan anak itu pasti masih jetlag. Nanti jam 4 aja kita belanja sekalian bawa Abi main sebentar di mall." "Terus makan malamnya gimana? Aku pengen masak aja tadi niatnya.""Kita makan di mall aja ya malam ini? Mulai besok aja kalau mau masak. Hari ini jangan capek-capek dulu, sayang badannya. Okay?" "Hm. Baiklah." Zahera mengalah untuk menunggu waktu yang dijanjikan suaminya untuk pergi ke mall untuk berbelanja, bermain dengan Abimanyu, juga makan malam bersama.Sanjaya yang menempel terus pada Zahera, membuat istrinya itu tidak bisa bebas melakukan sesuatu. Bahkan sekedar memberi kabar kep
"Belanjaanmu segitu aja, Len. Gak belanja perlengkapan dapur lainnya?" tanya Zahera setelah mereka berdua cukup lama mengelilingi mall untuk belanja bersama. Membandingkan belanjaan mereka yang jauh berbeda. Troli belanjaan Zahera penuh sampai menggunung, sedangkan Alena tidak ada setengahnya. "Nggak, Mbak. Cuma ini aja yang lagi aku butuhin. Isi dapur udah ada kok walaupun gak banyak ('itupun adikmu yang belikan, Mbak,' — batinnya). Kan tau sendiri aku juga jarang masak," kekeh Alena dengan jujur. "Sampai sekarang masih belum bisa masak kamu, Len?" canda Zahera mengejek Alena. "Bisa, Mbak. Dikit-dikit," sangkalnya."Masak apa? Masak air?""Iya. Masak mie, telor dan nasi goreng juga bisa," kekeh Alena lagi. "Kalah ah kamu sama Vino. Adik mbak yang gak ada akhlak itu masakannya malah enak," cicit Zahera tanpa sadar. "Eh, sorry. Gak ada maksud bahas dia di depan kamu," sesal Zahera yang tahu masa lalu Alena dengan Vino yang tidak berakhir dengan baik. "Santai aja, Mbak," sahut A
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m