Binar cerah di diri Liam tidak bisa ditutupi dengan wajah datar yang ditampilkan. Jika pada kenyataannya tatapan mata pria itu begitu bersinar hingga auranya meluber kemana-mana. Bahkan untuk seseorang yang lama tidak bertemu saja bisa merasakan keceriaan yang dipancarkan oleh Liam saat kembali bertemu. "Aku mencium aroma bahagia yang menguar!" sindir Alvino saat mereka bertemu di Sabtu pagi yang langitnya mendukung dengan kecerahannya. Meski begitu, Alvino tetap mengadu kepalan tangan bersama dengan Liam yang menatapnya bergantian dengan Alena yang diajak Alvino untuk bertemu dengan teman-temannya. Meskipun teman-temannya yang dimaksud itu hanyalah Liam dan Robin. "Maksudnya kamu mau pamer lagi bahagia karena udah ada yang digandeng?" balas Liam dengan sindiran yang tidak mau kalah. Alena tersenyum kecil karena tahu yang dimaksud gandengan oleh Liam adalah dirinya. "Hm. Kenalin, she's mine." Liam sampai pura-pura terbatuk mendengar Alvino memperkenalkan Alena sebagai kepunyaann
"Om Pino pergi sama Aunty Alena lagi ya, Ma?" tanya Abimanyu yang merasa bosan karena keinginannya menghabiskan hari Sabtu dengan Alvino yang lama tidak ditemui harus tertunda karena Alvino sudah ada agenda lain bersama Alena. "Abi cemburu ya karena Om Pino gak ngajakin Abi?" tanya Zahera mencoba memahami anaknya. Abimanyu mengangguk dengan jujur. Anak kecil itu memang merindukan pamannya. Meski tidak berarti dia membenci Alena yang lebih dipilih untuk diajak pergi daripada dirinya. Tadi malam pun Abimanyu hanya bertemu sebentar dengan Alvino karena pulang dari jalan-jalan dan makan bersama Zahera dan Liam sudah cukup larut. Sehingga begitu pulang Abimanyu diminta untuk mandi kemudian langsung istirahat. Sedangkan paginya, Alvino sudah kembali pergi selepas sarapan. "Om Pino bilang sore sudah di rumah kok. Biar gak bosan, Abi mau keluar gak? Jalan-jalan ke wahana bermain di mall mungkin," tawar Zahera menghibur anaknya. "Serius? Mau dong ma!" seru Abimanyu dengan semangat. Biasa
"Kamu otw dari mana, Dik? Dari Bandung? Buset lama bener," rutuk Lui kesal sendiri. "Yaelah, gitu doang ngambek lu, Kak. Kayak anak perawan kena ghosting aja," goda Liam sambil terkekeh. Lima segera duduk di seberang bangku Lui tanpa ada yang meminta. Memanggil waitres untuk memesan minuman panas. "Kan tadi aku mau kenalin kamu sama seseorang. Malah kamunya lama! Keburu pergi kan mereka," ujar Lui lagi masih saja bertingkah kekanakan. Lui memang berniat mengenalkan Zahera dan Abimanyu ke anggota keluarganya yang lain. Sejak pertama bertemu di Lembang, Lui sudah jatuh hati pada Zahera. Meski belum punya peluang untuk dekat dengannya, tapi Lui berharap sedikit demi sedikit bisa mendekati Zahera, terutama nanti setelah statusnya sah menjadi janda. "Maklumin aja, Liam. Kakak kamu lagi jatuh cinta, makanya dia ngebet banget pengen kenalin cewek incarannya ke kamu. Mau pamer pastinya," sahut Lim tertawa puas. Liam terdiam mendengarnya. Dia memang tahu tadi ada Zahera dan Abimanyu dud
"Om denger ada yang lagi cemburu karena ditinggal pergi mulu sama om ya?" goda Alvino pada Abimanyu begitu mereka berkumpul di meja makan untuk menunggu makan malam yang sedang dimasak Zahera. Abimanyu hanya melengos mendengarnya. Hal itu membuat Alvino justru semakin gencar menggodanya hingga Abimanyu pun tidak tahan untuk tidak ikut tertawa. "Abi gak cemburu kok. Kata mama, Om Pino memang sudah waktunya buat cari pacar atau istri. Dan kalau calon istrinya Om Pino adalah Aunty Alena, Abi juga setuju. Cuma Abi kesal aja kenapa Om Pino malah pergi berduaan terus sama Aunty Alena dan gak ajak-ajak Abi." Bukannya menjawab pertanyaan Abimanyu, Alvino justru gagal fokus dengan panggilan Abimanyu kepadanya maupun kepada Alena. "Bi, kok aneh sih. Abi panggil Om Pino, Om. Tapi kok panggil Aunty Alena, Aunty. Kalau mau panggil Om kan gandengannya Tante, bukan Aunty. Tapi kalau emang mau pakai panggilan Aunty buat Aunty Alena, panggil Om Pino pakai panggilan Uncle dong, Bi. Biar matching gi
"Mas Jaya hubungi aku terus nih," adu Alena pada Alvino. Sejak menginjakkan kaki ke Jakarta jumat sore kemarin, Alena belum sekalipun merespon pesan maupun panggilan dari Sanjaya.Itu semua karena permintaan Alvino yang menginginkan Alena mengakhiri sandiwaranya. "Sudah waktunya dia tahu," gumam Alvino membuat Alena menyahut cepat. "Tahu apa?" "You are mine!" "Uhuk! Uhuk!" Zahera yang tidak sengaja lewat saat mereka tengah membahas hubungan Alena dan Sanjaya membuatnya terbatuk-batuk. Awalnya batuk sungguhan, tapi lama-lama hanya main-main belaka. "Ehm, fasih banget ya bilang 'You are mine'," sindir Zahera pada sang adik. Alena hanya terkekeh melihat rona wajah Alvino yang memerah dan berusaha disembunyikan. "Kamu gak mau mbak temenin ke klinik, Alena? Mbak takut gula darah kamu tinggi keseringan digombalin yang manis-manis sama si Vino." Alena kembali tertawa mendengar ledekan dari Zahera yang juga membuatnya malu. Tapi tahu jika Alvino lebih malu dibandingkan dirinya, Alena
"Ikut kok, Pak. Tapi masih di wahana bermain sama adik saya." Liana senyum-senyum sejak tadi melihat putra sulungnya bisa begitu ramah saat bersama Zahera. Dia paling tahu jika Leon adalah orang yang kaku. Tidak pernah menampilkan ekspresi ramah yang berlebih. Bahkan cenderung dingin dan lebih cocok menjadi dosen killer. 'Kayaknya Leon juga tertarik sama Zahera. Wah keinginan buat nikahin salah satu anak bujangku kayaknya bakalan kesampaian deh,' batin Liana dalam hati. Kemudian Liana memperhatikan Alena yang tidak kalah cantik dari Zahera. Karena Zahera dan Alena dekat, dia yakin jika Alena pasti sama baiknya dengan Zahera. Liana berniat mengajak Alena berkenalan barangkali bisa dicomblangkan dengan putranya yang lain. Entah Lui atau Liam. Liana sepertinya lupa jika dulu dia pernah bertemu dengan Alena saat Alena sedang bersama Sanjaya. Saat itu wajah Alena memang tidak sempat diperhatikan karena Liana sibuk mencecar Mama Anita yang sebelumnya menghina Zahera. Padahal yang tidak
"Aku akan tetap masuk siang, Mas. Boleh kan?" Senyum yang diulas Zahera terlihat menyedihkan di mata Liam. Senyum lebar yang dipaksakan. Jika sedang bersedih, kenapa harus disembunyikan dalam senyum? "Baiklah. Besok siang saya tunggu di cafe depan kantor." "Eh?" sontak Zahera tidak paham. "Makan siang bersama sebelum kamu masuk kerja. Kalau kamu terlihat sedih, nanti aku yang traktir makan siang. Tapi kalau kamu terlihat senang, kamu yang traktir aku ya?"Zahera masih bingung. Bukan tidak ingin makan siang bersama Liam. Hanya saja jika masih jam kerja dan lokasinya tepat di depan kantor, Zahera mendadak takut atasannya tersebut mendapatkan gosip miring dari teman kerjanya yang lain. "Emangnya gak apa-apa kita makan siang berdua di cafe depan kantor? Atau kita bertiga sama Robin kayak biasanya?" Liam sepertinya paham dengan keresahan Zahera. Zahera pasti takut menjadi bahan gunjingan orang di kantornya. Apalagi jika tahu Zahera besok akan mendapatkan status baru sebagai seorang j
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m
'Ini maksudnya apa?' batin Zahera. Pertanyaan tersirat dari Evander Lim kepada Zahera tentu saja membuatnya sangat syok. Apalagi dengan tatapan dalam dari ketiga putra yang dimaksudkan oleh pria paruh baya tersebut. Zahera hanya bisa menoleh ke kanan kiri menyembunyikan kebingungannya. Sedangkan Abimanyu dan Alvino yang diam saja justru terlihat lebih tenang dan tidak sebingung Zahera saat ini. Pertama kalinya Liam tahu jika Zahera adalah kakaknya Alvino, dia sempat terkejut juga. Tapi itu tidak membuatnya mundur untuk mendekati Zahera dan anaknya. Tiga bulan ke belakang Alvino maupun Abimanyu sudah menjadi saksi bagaimana Leon, Lim dan Liam sama-sama berusaha mendekati Zahera dengan berbagai cara. Zahera memang terlihat menanggapi ketiganya dengan sama baiknya. Sayangnya tidak lantas membuat Zahera berpikir terlalu jauh tentang tujuan dari pendekatan ketiganya. "Za, ketiga putra Tante suka sama kamu sudah dari lama. Kamu gak sadar ya?" ujar Liana dengan nada menggoda. Zahera ha
Sejak pulang dari pengadilan agama, Sanjaya tidak banyak bicara meskipun Alea dan Mama Anita terus mengajaknya berbicara. Sanjaya masih syok dengan apa yang didengarnya dari Alena. Dia baru sadar jika selama ini Alena tidak benar-benar tertarik dan ada rasa dengannya. Dan Sanjaya dibuat sangat sakit hati. 'Padahal aku sungguh sayang sama dia,' batin Sanjaya masih tidak menerima takdirnya. Sanjaya sama sekali tidak menyangka jika Alena bersandiwara hanya untuk membantu Zahera memiskinkan dirinya. Benar-benar miskin karena semua aset yang dimilikinya dulu, kini sudah beralih nama menjadi milik Zahera, Abimanyu dan juga Alena. Satu-satunya yang masih dimiliki Sanjaya hanyalah pekerjaannya sebagai CEO di perusahaan yang sudah beralih nama menjadi milik Zahera dan nantinya akan diwariskan kepada putra semata wayang mereka. 'Aku tidak masalah jika harus memberikan hartaku untuk mereka karena aku memang menyayanginya. Tapi kenapa harus ditinggalkan oleh mereka semua?' Sanjaya sudah bera
"Langsung ke rumah saja, Liam. Kita bicara di rumah!" perintah Evander Lim pada putra bungsunya setelah mengetahui sesuatu yang lain dari Liana — istrinya. Awalnya Evander Lim hanya tengah memberitahu kepada istrinya mengenai kedua putranya yang menyukai wanita yang sama. Tapi begitu tahu siapa wanita yang dimaksud, Liana semakin heboh karena jelas dia juga mengenal Zahera, bahkan sempat ingin menjodohkannya kepada Leon dan tanggapan Leon juga cukup positif. Evander Lim dan Liana tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apapun. Mereka lebih suka saling terbuka dan menyelesaikan semua permasalahan bersama tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Ini kenapa ketiga putraku malah kecantol satu janda yang sama?" gumam Evander Lim sambil menepuk dahinya. Kemudian dia keluar dari dalam ruangan kerja putranya untuk pulang karena pertemuan dan diskusi tentu berubah haluan ke rumah yang juga dihadirkan putra lainnya dan juga sang istri. Evander Lim dan Liam sampai hampir bersamaan. Sebenarnya Li
"Papa?" Belum sempat Zahera bertanya maksud dari Evander Lim mengatakan putranya yang lain itu siapa, suara sahutan dari belakangnya seakan menjawab kebingungannya dengan kebingungan yang lain. 'Papa? Mas Liam panggil Paman Lim dengan sebutan papa? Maksudnya, Mas Liam dan Dokter Lui itu saudaraan?' batin Zahera menatap bergantian antara Liam dan Evander Lim seakan tidak percaya dengan apa yang didengar. Padahal jika Zahera jeli dan memperhatikan detail garis wajah Evander Lim dengan Liam maupun Lui sama-sama memiliki garis wajah yang cukup mirip. Sama-sama berwajah oriental utamanya keturunan dari Negeri Gingseng. Liam menyampirkan blazer milik Zahera tanpa peduli papanya sudah menatap curiga pada mereka. Liam akan pura-pura tidak tahu jika kedua orang di depannya sudah saling kenal. Zahera sendiri sempat tersentak dengan perlakuan manis Liam meski sudah beberapa kali mendapatkannya sejak mereka kenal. Tapi disaksikan oleh Paman Lim seperti ini tentu saja membuat Zahera merasa ca
Jika di luar, Liam dan Zahera sedang bersenang-senang menikmati wahana flyboard, maka Robin di perusahaan menjadi tumbal untuk mengerjakan pekerjaan yang menggunung. Pertemuan dengan klien hari ini jelas harus dibatalkan semuanya. Karena Robin yang bekerja sendirian tidak mungkin meninggalkan perusahaan untuk sebuah pertemuan. "Ah sialan! Punya bos gak ada akhlak memang. Ini maksudnya aku dilatih buat jadi CEO apa gimana?" Robin tidak berhenti mengumpat sejak membaca pesan dari Liam jika dirinya dengan Zahera tidak akan ke kantor hari ini. Meskipun Liam menjanjikan libur untuk besok kepada Robin, tapi tetap saja bekerja sendirian untuk pekerjaan tiga orang sungguh sesuatu sekali. Meskipun begitu, sebenarnya Robin tidak sungguh-sungguh membenci sepupunya. Dia hanya merasa kesal karena dikerjain oleh Liam dan Zahera. Ya walaupun Robin sangat yakin jika biang keroknya tetap saja Liam. Zahera tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan pekerjaan jika bukan karena terpaksa. Di tengah ke
"Mabal yuk?" "Mabal?" Zahera sempat loading saat Liam tiba-tiba mengajaknya mabal. Paham jika Zahera tidak mengerti bahasa gaul yang sedang dikatakannya, Liam pun segera menjelaskan jika dirinya ingin mengajak Zahera bolos kerja hari ini. Zahera sampai tertawa mendengarnya. Baru ini dia melihat seorang bos mengajak karyawannya untuk sengaja membolos dari pekerjaannya. Dia mengira Liam hanya bercanda, tapi nyatanya Liam bersungguh-sungguh saat kembali mengatakannya. "Bukanlah hari ini cukup berat? Aku bisa ajak kamu ke suatu tempat yang bagus, yang bisa bikin kamu teriak-teriak memacu adrenalin dan yang jelas happy setelah pulang dari sana. Mau?" Zahera menoleh dalam diam. Menatap lekat pada Liam yang dari wajah hingga tatapan matanya tidak ada gurauan dengan ajakannya. Semua diucapkan dengan nada serius juga ekspresi yang diperlihatkan. Zahera bingung menjawabnya. Meskipun sebenarnya Zahera bukan tipe yang suka mangkir dari tanggung jawab, tapi saat ini sejujurnya dia memang but
Sanjaya tidak mengindahkan peringatan dari Alena. Dia tetap berjalan maju dan membuat Alena melakukan hal sebaliknya. Sanjaya bahkan berani memojokkan Alena, karena merasa diabaikan setelah tahu Alena sudah berada di Jakarta. "Apa maksudnya kamu bicara begitu, Lena?" hardik Sanjaya.Untuk pertama kalinya Alena melihat Sanjaya yang bersikap kasar padanya. Alena menyembunyikan rasa takut dengan memperlihatkan galeri ponselnya yang berisi video dewasa yang pernah dikirim Alea padanya. Tindakannya itu cukup membuat Sanjaya mengalihkan pandangan dengan memberikan tatapan nyalang pada Alea. Sanjaya sangat marah dengan kelancangan Alea yang sudah membuat Alena menjauhinya. Padahal tanpa video itu pun sebenarnya Alena pasti menjauhinya karena misinya selama ini sudah selesai. Tapi kini Alena punya pengalihan amarah Sanjaya dengan memfokuskan Sanjaya pada Alea. "Ini gak seperti yang kamu pikir, Alena. Alea menjebakku dengan memberikan obat ke minumanku saat itu. Kamu harus percaya sama aku
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m