"Om Pino pergi sama Aunty Alena lagi ya, Ma?" tanya Abimanyu yang merasa bosan karena keinginannya menghabiskan hari Sabtu dengan Alvino yang lama tidak ditemui harus tertunda karena Alvino sudah ada agenda lain bersama Alena. "Abi cemburu ya karena Om Pino gak ngajakin Abi?" tanya Zahera mencoba memahami anaknya. Abimanyu mengangguk dengan jujur. Anak kecil itu memang merindukan pamannya. Meski tidak berarti dia membenci Alena yang lebih dipilih untuk diajak pergi daripada dirinya. Tadi malam pun Abimanyu hanya bertemu sebentar dengan Alvino karena pulang dari jalan-jalan dan makan bersama Zahera dan Liam sudah cukup larut. Sehingga begitu pulang Abimanyu diminta untuk mandi kemudian langsung istirahat. Sedangkan paginya, Alvino sudah kembali pergi selepas sarapan. "Om Pino bilang sore sudah di rumah kok. Biar gak bosan, Abi mau keluar gak? Jalan-jalan ke wahana bermain di mall mungkin," tawar Zahera menghibur anaknya. "Serius? Mau dong ma!" seru Abimanyu dengan semangat. Biasa
"Kamu otw dari mana, Dik? Dari Bandung? Buset lama bener," rutuk Lui kesal sendiri. "Yaelah, gitu doang ngambek lu, Kak. Kayak anak perawan kena ghosting aja," goda Liam sambil terkekeh. Lima segera duduk di seberang bangku Lui tanpa ada yang meminta. Memanggil waitres untuk memesan minuman panas. "Kan tadi aku mau kenalin kamu sama seseorang. Malah kamunya lama! Keburu pergi kan mereka," ujar Lui lagi masih saja bertingkah kekanakan. Lui memang berniat mengenalkan Zahera dan Abimanyu ke anggota keluarganya yang lain. Sejak pertama bertemu di Lembang, Lui sudah jatuh hati pada Zahera. Meski belum punya peluang untuk dekat dengannya, tapi Lui berharap sedikit demi sedikit bisa mendekati Zahera, terutama nanti setelah statusnya sah menjadi janda. "Maklumin aja, Liam. Kakak kamu lagi jatuh cinta, makanya dia ngebet banget pengen kenalin cewek incarannya ke kamu. Mau pamer pastinya," sahut Lim tertawa puas. Liam terdiam mendengarnya. Dia memang tahu tadi ada Zahera dan Abimanyu dud
"Om denger ada yang lagi cemburu karena ditinggal pergi mulu sama om ya?" goda Alvino pada Abimanyu begitu mereka berkumpul di meja makan untuk menunggu makan malam yang sedang dimasak Zahera. Abimanyu hanya melengos mendengarnya. Hal itu membuat Alvino justru semakin gencar menggodanya hingga Abimanyu pun tidak tahan untuk tidak ikut tertawa. "Abi gak cemburu kok. Kata mama, Om Pino memang sudah waktunya buat cari pacar atau istri. Dan kalau calon istrinya Om Pino adalah Aunty Alena, Abi juga setuju. Cuma Abi kesal aja kenapa Om Pino malah pergi berduaan terus sama Aunty Alena dan gak ajak-ajak Abi." Bukannya menjawab pertanyaan Abimanyu, Alvino justru gagal fokus dengan panggilan Abimanyu kepadanya maupun kepada Alena. "Bi, kok aneh sih. Abi panggil Om Pino, Om. Tapi kok panggil Aunty Alena, Aunty. Kalau mau panggil Om kan gandengannya Tante, bukan Aunty. Tapi kalau emang mau pakai panggilan Aunty buat Aunty Alena, panggil Om Pino pakai panggilan Uncle dong, Bi. Biar matching gi
"Mas Jaya hubungi aku terus nih," adu Alena pada Alvino. Sejak menginjakkan kaki ke Jakarta jumat sore kemarin, Alena belum sekalipun merespon pesan maupun panggilan dari Sanjaya.Itu semua karena permintaan Alvino yang menginginkan Alena mengakhiri sandiwaranya. "Sudah waktunya dia tahu," gumam Alvino membuat Alena menyahut cepat. "Tahu apa?" "You are mine!" "Uhuk! Uhuk!" Zahera yang tidak sengaja lewat saat mereka tengah membahas hubungan Alena dan Sanjaya membuatnya terbatuk-batuk. Awalnya batuk sungguhan, tapi lama-lama hanya main-main belaka. "Ehm, fasih banget ya bilang 'You are mine'," sindir Zahera pada sang adik. Alena hanya terkekeh melihat rona wajah Alvino yang memerah dan berusaha disembunyikan. "Kamu gak mau mbak temenin ke klinik, Alena? Mbak takut gula darah kamu tinggi keseringan digombalin yang manis-manis sama si Vino." Alena kembali tertawa mendengar ledekan dari Zahera yang juga membuatnya malu. Tapi tahu jika Alvino lebih malu dibandingkan dirinya, Alena
"Ikut kok, Pak. Tapi masih di wahana bermain sama adik saya." Liana senyum-senyum sejak tadi melihat putra sulungnya bisa begitu ramah saat bersama Zahera. Dia paling tahu jika Leon adalah orang yang kaku. Tidak pernah menampilkan ekspresi ramah yang berlebih. Bahkan cenderung dingin dan lebih cocok menjadi dosen killer. 'Kayaknya Leon juga tertarik sama Zahera. Wah keinginan buat nikahin salah satu anak bujangku kayaknya bakalan kesampaian deh,' batin Liana dalam hati. Kemudian Liana memperhatikan Alena yang tidak kalah cantik dari Zahera. Karena Zahera dan Alena dekat, dia yakin jika Alena pasti sama baiknya dengan Zahera. Liana berniat mengajak Alena berkenalan barangkali bisa dicomblangkan dengan putranya yang lain. Entah Lui atau Liam. Liana sepertinya lupa jika dulu dia pernah bertemu dengan Alena saat Alena sedang bersama Sanjaya. Saat itu wajah Alena memang tidak sempat diperhatikan karena Liana sibuk mencecar Mama Anita yang sebelumnya menghina Zahera. Padahal yang tidak
"Aku akan tetap masuk siang, Mas. Boleh kan?" Senyum yang diulas Zahera terlihat menyedihkan di mata Liam. Senyum lebar yang dipaksakan. Jika sedang bersedih, kenapa harus disembunyikan dalam senyum? "Baiklah. Besok siang saya tunggu di cafe depan kantor." "Eh?" sontak Zahera tidak paham. "Makan siang bersama sebelum kamu masuk kerja. Kalau kamu terlihat sedih, nanti aku yang traktir makan siang. Tapi kalau kamu terlihat senang, kamu yang traktir aku ya?"Zahera masih bingung. Bukan tidak ingin makan siang bersama Liam. Hanya saja jika masih jam kerja dan lokasinya tepat di depan kantor, Zahera mendadak takut atasannya tersebut mendapatkan gosip miring dari teman kerjanya yang lain. "Emangnya gak apa-apa kita makan siang berdua di cafe depan kantor? Atau kita bertiga sama Robin kayak biasanya?" Liam sepertinya paham dengan keresahan Zahera. Zahera pasti takut menjadi bahan gunjingan orang di kantornya. Apalagi jika tahu Zahera besok akan mendapatkan status baru sebagai seorang j
"Za, kamu sudah siap?" Zio bertanya dengan memandang Zahera sangat dalam. Zahera yang masih berada di antara alam pikiran dan kenyataan hanya terdiam. Indera pendengarannya merekam pertanyaan dari sang pengacara dengan jelas. Tapi proses menyampaikan hingga ke dalam otaknya begitu lambat. "Za, hakimnya sudah siap," tegur Zio lagi membuat Zahera menarik diri ke alam nyata. "Iya, Mas. Aku juga sudah siap," ujar Zahera akhirnya bisa mengulas senyum tipis. "Tuhan tahu mana yang baik buat kita semua, Kak," ujar Alvino mengelus ringan bahu Zahera yang berbalut blazer berwarna hijau tosca. "Semua akan baik-baik saja, Mbak. Semangat!" ucap Alena ikut memberi Zahera semangat. Zahera kembali tersenyum. Kini senyumnya sedikit terlihat lebih tulus dan manis daripada yang tadi. "Aku tahu. Ini semua akan segera berlalu, dan aku selalu bersemangat. Kalian tahu itu dengan sangat kan?" Semua yang mendengar mengangguk dengan senyum terbaik untuk memberikan energi positif kepada Zahera sebelum m
Sidang putusan perceraian Zahera dan Sanjaya sudah selesai dibacakan. Mulai hari ini, sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar sepuluh tahun lamanya itu akhirnya kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya. Alena mendadak mendapatkan panggilan alam dan ijin ke toilet terlebih dahulu kepada Alvino. Alena menjadi orang pertama yang keluar dari ruang sidang. Sempat terkejut saat mendapati Liam ada di luar duduk seakan sedang menunggu seseorang. "Alena?" "Liam?" "Bukannya di dalam sedang ada sidang perceraian-" Liam memotong ucapannya dan tidak melanjutkan. Alena seakan paham dengan tatapan curiga dari Liam. Segera menjelaskan meski tidak sepenuhnya diterangkan sejelas-jelasnya."Aku temannya Mbak Zahera yang baru selesai sidang barusan," ujar Alena. "Eh, aku ke toilet dulu ya, udah di ujung soalnya," sambungnya tidak ingin dicecar pertanyaan lebih banyak lagi dari ini. Liam mengangguk mempersilakan. Alena terburu-buru bukan hanya karena sudah tidak tahan untuk membuang ha